Pemuda Tampan Pecinta Dunia

Ilustrasi. (roxanneardary.com)

Ilustrasi. (roxanneardary.com)

Syahida.com –  Ja’far bin Sulaiman lewat di kota Basrah bersama Malik bin Dinar. Ketika sedang jalan-jalan di sana keduanya melewati istana yang tengah di bangun. Di dalamnya ada seorang pemuda yang sedang duduk-duduk; pemuda yang bagi Ja’far, ketampanannya belum pernah ditemuinya. Ternyata dialah orang yang memerintahkan pembangunan istana itu.

Melihat itu Malik bertanya kepada Ja’far. “Apa yang kamu saksikan dari pemuda ini, ketampanan wajahnya, dan keserakahannya membangun istana? Alangkah perlunya aku memohon Tuhanku agar membebaskannya; siapa tahu Dia akan menjadikannya salah satu pemuda penghuni surga! Ja’far, mari kita masuk!”

Keduanya masuk dan mengucapkan salam. Pemuda itu menjawab salam, namun ia belum mengenali Malik orang-orang memberitahunya siapa sebenarnya Malik. Dan pemuda itu pun langsung bangkit dan bertanya, “Apakah ada keperluan?”

“Berapa banyak uang yang kamu habiskan untuk membangun istana ini?” tanya Malik.

“Seratus ribu dirham…” jawabnya.

“Maukah kamu memberikannya kepadaku lalu aku akan membelanjakannya pada tempatnya dan aku berjanji atas nama Allah bahwa aku akan memberimu sebuah istana yang  lebih baik dari istana ini lengkap dengan pelayan dan pembantunya. Kubah dan tendanya terbuat dari yaqut merah dan bertahtakan mutiara. Debunya za’fara, tanahnya minyak kesturi, lebih lapang dari istanamu ini; tidak akan rusak, belum tersentuh tangan, tidak dibangun oleh tukang bangunan. Cukup Allah Yang Maha Mulia berkata kepadanya ‘Jadi’, maka jadilah ia?!”

“Berilah aku tempo malam ini, besok pagi-pagi sekali datanglah kemari!” pintanya.

“Malik menghabiskan malamnya dengan memikirkan pemuda itu, dan ketika sepertiga malam terakhir menjelang ia pun banyak berdoa.



Keesokan harinya Malik dan Ja’far bergegas pergi untuk menemui pemuda itu. Ia tengah duduk. Pada saat melihat Malik, ia terlihat sumringah.

“Bagaimana pendapatmu tentang apa yang aku katakan kemarin? Kamu mau menerimanya?” tanya Malik.

“Ya”

Lalu Malik mengambil kantong uang yang berisi seribu atau sepuluh ribu dirham, tinta, dan kertas, kemudian menulis :

Bismillahir-rahmanir-rahim

Jaminan Malik bin Dinar untuk Fulan bin Fulan

                Aku menjamin untukmu atas nama Allah sebuah istana yang menjadi ganti istanamu dengan sifatnya seperti yang telah aku sifati serta tambahannya yang menjadi tanggung jawab Allah; dan aku membeli untukmu harta ini sebuah istana di surga yang lebih lapang di sisi Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Agung.

Lalu ia melipat surat jaminan itu dan memberikannya kepada pemuda itu. Malik dan Ja’far pun membawa uang itu pergi. Sebelum senja berlalu, uang itu telah habis dan hanya tersisa seharga makanan Malik untuk malam itu.

Hanya empat puluh malam dari peristiwa itu, saat Malik tengah mengerjakan shalat di pagi hari, sesudah salam ia melihat ada sepucuk surat tertuju untuk Malik tergeletak di mihrab. Malik mengambilnya dan membukanya, ternyata dibaliknya tertulis tulisan tanpa tinta.

Bukti kebebasan dari Allah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana untuk Malik bin Dinar:

Kami telah memberikan kepada pemuda itu sebuah istana yang engkau janjikan kepadanya dan tambahan tujuh puluh kali lipat.

Malik keheranan dan mengambil surat itu. Malik dan Ja’far bangkit dan pergi ke rumah pemuda itu. Ternyata rumah itu tertutup, dan tangisan terdengar dari dalam.

“Apa yang dilakukan pemuda itu?”

“Ia meninggal kemarin,” jawab orang-orang.

Lalu Malik dan Ja’far mendatangi petugas jenazah.

“Kamukah orang yang kemarin memandikannya?”

“Ya” jawabnya.

“Ceritakan kepada kami apa yang kamu saksikan!” pinta Malik.

“Sebelum meninggal ia berkata kepadaku, ‘Jika aku mati nanti masukkan surat ini ke dalam kain kafanku bersama jasadku!’ lalu aku pun memasukkannya ke dalam kain kafannya bersama jasadnya, kemudian aku menguburkannya bersamanya,” cerita petugas itu.

Malik mengeluarkan surat tadi.

“Benar inilah surat itu, sungguh aku telah memasukannya dengan tanganku ini ke dalam kain kafannya bersama jasadnya!” jawab petugas itu.

Maka pecahlah tangisan. Tiba-tiba seorang pemuda bangkit. “Wahai Malik, ambillah 200 dirham dariku dan jaminlah aku seperti yang telah engkau jaminkan untuk pemuda ini!”

Malik menjawab, “Mustahil! Telah terjadi apa yang terjadi dan telah luput apa yang luput; dan Allah memutuskan apa yang dikehendaki-Nya!”

Setelah itu, setiap teringat padanya Malik senatiasa menangis dan mendoakannya. [syahida.com]

Sumber : Kitab At-Tawwabin, Menuju Surga-Mu

Share this post

PinIt
scroll to top