Calon Suami Melakukan Suap

Ilustrasi. (Foto : kelolakeuangan.com)

Ilustrasi. (Foto : kelolakeuangan.com)

Syahida.com – Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Ustadz yang dirahmati Allah. Dari info yang saya peroleh, di daerah kami, jika orang melamar masuk polisi, harus membayar sejumlah uang yang tak ditentukan besarnya saat pendaftaran. Jika tak lulus, uangnya ada yang dikembalikan setengahnya dan ada yang tidak. Jika itu merupakan persyaratan, tentu jumlahnya sama bagi tiap pelamar, tapi ini bervariasi.

Kejadian itu, membuat saya bimbang, mengingat calon suami seorang polisi. Saya takut, jangan-jangan ia dulu juga melakukan hal itu waktu mendaftar. Saya takut, jika nafkah yang diberikan pada saya nantinya adalah nafkah haram? Tapi, secara pribadi orangnya baik dan taat beragama, bahkan shalat Tahajud dan Dhuha-nya tak pernah putus.

Apa iuran itu dibenarkan? Apa bisa dikatakan sebagai sogokan yang haram? Jika haram, tentu gaji bulanan seorang yang melakukan ini juga haram? Bagaimana cara membersihkan harta itu? Saya jadi ragu-ragu menikah dengannya, sebaiknya bagaimana?

LB, Melawi, Kalbar

Nama dan alamat lengkap di redaksi

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh



Iuran itu, hendaknya dikaji terlebih dahulu, apakah ada ketentuan tertulis secara resmi atau tidak? saya menduga, tak ada ketentuan tertulisnya. Uang sogokan atau suap, biasanya diberikan karena yang bersangkutan merasa tak layak diterima. Sementara, ada orang lain yang lebih layak diterima tapi malah tersingkir, karena iuarannya lebih kecil. Maka, iuran jenis ini disebut rusywah (suap). Hukumnya haram dan dilarang.

Jika iuran itu, memang ketentuan resmi dari pemerintah, yang diberikan kepada pelamar, karena pemerintah tidak menyediakan anggaran, iuran itu bukan termasuk suap. Meski begitu, pelamar tetap harus mengecek kebenarannya? Misalnya, tiap pelamar harus membayar dalam jumlah yang sama, untuk biaya transportasi dan peralatan lain selama proses seleksi.

Jika seseorang bekerja di suatu instansi dengan cara menyuap, maka ia telah melakukan dosa. Tapi setelah bekerja, dia jujur dan tidak mengulangi praktik suap, maka penghasilan kerjanya tidak haram, gaji tidak otomatis menjadi haram, kemudian bertaubat, maka hasil haram itu harus dikembalikan pada yang berhak, seperti negara atau perusahaan. Jika tak ada pemiliknya, uangnya disumbangkan untuk kepentingan umum.

Selain itu, Anda tidak boleh menyamaratakan tiap orang dalam suatu instansi, seperti kepolisian, bahwa semuanya telah menempuh cara haram. Banyak juga, orang yang berkerja tanpa melalui proses haram. Calon suami harus diberi tahu, agar ia tak menempuh cara haram. Jika ia masuk dengan cara haram, sebaiknya Anda menyarankan agar ia bertaubat dan berjanji dan berjanji akan bekerja sebaik mungkin, menghadiri hal-hal yang haram. Anda tak boleh buruk sangka pada calon suami, tapi Anda harus tetap kritis dalam menyikapi langkah-langkahnya. Keraguan Anda terhadapnya, sikapi dengan musyawarah dan shalat istikharah.

Jawaban dijawab oleh K.H DR. Miftah Faridl, Direktur Pusat Dakwah Islam Jawa Barat.

[Syahida.com]

Sumber: Sabili No. 21 Th.XII 5 Mei 2005/26 Rabiul Awal 1426

Share this post

PinIt
scroll to top