Bagaimana Cara Muslimah Menghadapi Tipuan Kebebasan?

Ilustrasi. (Foto : moroccoworldnews.com)

Ilustrasi. (Foto : moroccoworldnews.com)

Syahida.com – Wahai wanita Islam, kata pembebasan yang mereka teriakkan hanyalah pinjaman. Itu adalah kalimat dosa, salah dan dusta. Kalimat yang benar, tetapi dikatakan demi kebatilan.

Demi Allah, mereka berbohong! Tidak ada yang membawa kebebasan, kecuali Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Salla. Istilah kebebasan dalam benak mereka adalah istilah dusta, salah dan dusta. Istilah kebebasan yang benar adalah kebebasan wanita yang tercermin pada ketertutupan-nya, kehormatannya, hijabnya, taklim (pendidikan)nya, nilainya dan sifat-sifatnya yang mulai dan ini semua terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang Jahiliyah terdahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Oleh karena itu, wanita muslimah harus menghadapi serangan yang ditujukan kepadanya dengan berbagai sarana. Berikut ini saya ringkas dalam tiga poin:

  1. Melindungi diri dengan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan selalu merasakan pengawasan-Nya.
  2. Melindungi diri dengan ilmu agama, dan mengambilnya dari sumber-sumbernya yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga ilmu hariannya bertambah, dia bisa mengetahui rahasia risalah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang kekal.
  3. Memperbanyak amalan-amalan sunnah, dan hendaknya dia mempunyai wirid-wirid dzikir dan ketertarikan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya hatinya penuh dengan keimanan. Dia juga harus menjaga anggota badannya bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti menundukkan pandangan, tidak berkhalawat dengan laki-laki asing, tidak keluar tanpa mahram, tidak bertabaruj (berhias) serta, menjauhi syubhat-syubhat dan tempat yang menimbulkan prasangka buruk.[1]

Apalagi engkau menginginkan keselamatan, kemuliaan, kehormatan, kebanggaan, kebahagiaan di dunia dan Akhirat, maka amalkanlah agama Islam seluruhnya akidahnya, ibadahnya, hukumnya dan akhlaknya. Dan di antara hukum agama Islam adalah kewajiban menutup diri dengan hijab di depan laki-laki asing. Dan di antara hukum Islam adalah berdiam diri di rumah dalam rangka ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan perintah-Nya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang terdahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Wahai puteri fitrah (yang suci), wahai wanita Islam, berdiam dirilah di rumah. Jangan keluar darinya, kecuali karena terpaksa atau keperluan yang mendesak.



Ukhti muslimah, engkau adalah perhiasan rumah dan cahayanya yang terang. Engkau adalah setengah masyarakat. Engkau adalah nenek, ibu, anak dan saudara perempuan. Dengan takdir dan perintah-Nya engkau adalah pendidik anak-anak. Engkau ibu orang-orang besar dan para pahlawan. Engkau wanita agung, ibu para Nabi dan Rasul, ibu para ahli hikmah, pembesar, ulama, orang-orang shalih dan orang-orang yang bertakwa.

Engkau, wahai hamba Allah, dihormati dan dihargai dalam Islam.

Benar, wahai saudari setiap muslim! Engkau adalah ratu rumah, cahayanya, perhiasannya dan keindahannya. Ketika kamu meninggalkannya, maka rumah itu menjadi gelap, lalu keruntuhan dan kehancuranpun menyusupinya. Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain dan orang yang sengsara adalah orang yang dijadikan sebagai pelajaran oleh orang lain. Wanita Eropa, Amerika, dan negara-negara kafir lainnya, setelah mereka keluar rumah, mereka berdesak-desakan dengan kaum laki-laki di dalam pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan mereka dan tidak layak bagi wanita. Alhasih, ikatan keluarga porak-poranda. Keluarga berantakan. Centang parentang merajalela. Masyarakat rusak, keseimbangannya runtuh tertimpa kelumpuhan, hidup menjadi suram dan keselamatan menjadi barang langka. Inilah yang terjadi dan akan terjadi pada siapa saja yang menyelisihi syariat Islam, menyelisihi fitrah dan kebiasaan yang baik. Dia pasti tersesat, luruh, porak-poranda, terjerumus ke dalam lubang kerusakan, yang kemudian disusul oleh musibah-musibah, kegelisahan-kegelisahan dan kesedihan-kesedihan. [Syahida.com]

Sumber: Khalid Abu Shalih (Waspadalah Putriku, Serigala Mengintaimu!)

  1. Dari wawancara dengan Syaikh Aidh Al-Qarni dalam majalah Ad-Dakwah.

Share this post

PinIt
scroll to top