Betapa Kampungannya Diriku

Ilustrasi. (Foto : thesethoughtsrmine.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto : thesethoughtsrmine.wordpress.com)

Syahida.com – Keluarganya menuruti segala kebutuhannya. Harta dikucurkan untuknya segala kebutuhannya. Harta dikucurkan untuknya agar dia bahagia. Akan tetapi dia seperti gadis-gadis muda lainnya, berhasrat untuk menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Yang akan menghiasi hidupnya dengan kasih sayang dan cinta.

Suatu malam telepon berdering. Tangannya menjulur mengangkatnya. Dia mendengar suara laki-laki yang begitu ahli memancing pembicaraan dengannya hingga membuyarkan kantuk dari kedua matanya. Suaranya gagap, karena dia tidak terbiasa melakukan perbuatan seperti ini. Sebuah kesempatan yang tidak disia-siakan oleh lelaki itu. jaring dibentangkan dan perangkap dipasang untuk menangkap gadis ini. Dia menutup gagang telepon, setelah sebelumnya meninggalkan nomornya untuk si gadis jika dia ingin menghubunginya.

Akal sehat gadis ini luruh dikarenakan tekanan psikologis yang ada pada dirinya, dan tentu saja karena kemahiran pemuda itu dalam membujuk dan merayunya.

Esok malam gadis ini mengangkat sendiri pesawat teleponnya dengan tangan gemetaran. Dia menekan nomor si pemuda. Begitu dia mendengar suara pemuda itu dan sebaliknya, maka dia langsung yakin bahwa gadis itu telah masuk ke dalam jaring  yang ditebarkannya. Pemuda itu mulai merayu, memberi janji-janji, memuji dirinya sendiri dengan uang dan kedudukannya. Kemudian apa? “Aku ingin melihat wajahmu.” Begitulah tanpa rasa malu pencuri ini meminta. “Akan tetapi kamu tidak datang untuk melamarku. Tidak..dan tidak…saya khawatir…mungkin.” Dengan kata-kata polos dan kampungan, gadis ini menjawab. Akan tetapi si maling ini mengancamnya dengan tidak akan menghubunginya kembali, jika dalam dua hari dia tidak memenuhi permintaannya. Lalu telepon ditutup.

Gadis ini telah terjerat oleh jebakan pemuda itu. Dia mengira angan-angannya luruh. Dia telah membiarkan pemuda impiannya melayang. Dia sedih karena tidak bisa memenuhi permintaan sang pemuda. Esok hari gadis ini mengangkat pesawat telepon. Ia menyatakan kesedihannya untuk memenuhi permintaan itu, akan tetapi hanya dari balik jendela rumah. Pemuda itu tidak menolak, karena dia telah menyiapkan umpan baru menjebak si gadis. Ketika keinginannya tercapai, maka dia memintanya untuk keluar bersamanya. Jika tidak, maka dia akan memutuskan hubungan dengannya dan membeberkannya di depan keluarganya. Sesudah itu dia akan mencari pendamping lain yang benar dan lebih berani bagi hidupnya. Begitulah dia bermain. Dalam kebimbingan, ketakutan dan kedunguannya, akhirnya si gadis pun keluar bersamanya. Ke mana? Kepada kenistaan. Benar, kepada kenistaan, dengan segala makna yang dikandung oleh kata ini. Gadis itu pun hilang. Hilang pula kehormatannya. Pemuda itu mencampakkannya dengan berkubang aib. [Syahida.com]

Hikmah : Wahai gadis muslimah! Mengapa engkau kehilangan kontrol diri, hanya karena mendengar bisikan hina dan pujian palsu dari pemuda yang melihat dirimu sebatas onggokan daging yang indah tanpa jiwa? Wahai wanita Islam, sebuah fitnah besar telah dirancang demi mengubah dirimu, bermain-main dengan tubuh dan kehormatanmu. Berlindunglah kepada Tuhanmu! Karena tidak ada yang dapat menyelamatkanmu kecuali Allah Ta’ala.

Kisah nyata ini adalah fakta besar. Betapa gadis-gadis muslimah di negeri-negeri Islam yang memegang tradisi tidak keluar rumah kecuali untuk keperluan syar’i bisa terenggut kesuciannya oleh para pemuda yang hatinya keras, gelap dan busuk. Jika demikian, betapa mudahnya merampas kesucian gadis-gadis muslimah yang dengan sukarela, bahkan sebagian dengan dukungan orang tua, keluar rumah bersama pemuda pujaannya untuk bermalam minggu, nonton, belanja ke mall dan lain-lain.

Sumber: Khalid Abu Shalih (Waspadalah Putriku, Serigala Mengintaimu!)



Share this post

PinIt
scroll to top