Begini Cara Mengetes Apakah Kita Rendah Hati

Ilustrasi. (Foto : rifkyfahrurozy.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto : rifkyfahrurozy.blogspot.com)

Syahida.com – Allah Azza wa Jalla memuliakan semua keturunan Adam.

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ 

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam” (QS. Al Israa : 70)

Siapa dirimu sehingga meremehkan orang lain? Allah berfirman bahwa orang yang mulia di mata Allah adalah yang berjalan dengan rendah hati. Tapi bagaimana caranya mengetahui apakah kamu rendah hati? Bagaimana cara mengetesnya? Apakah ada caranya? Ya ada cara mengetesnya. Dan Allah memberikan cara mengetesnya di ayat ini. Jika kita bertanya pada diri sendiri: “Apakah aku rendah hati?” “Atau apakah aku sombong?” Bagaimana caranya kita tahu? Inilah tesnya.

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan ketika orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan : 63)

Ketika orang yang tidak bisa mengendalikan emosi berbicara kepada mereka, ketika orang-orang dungu berbicara pada mereka, ketika orang-orang keras kepala berbicara pada mereka, ketika orang-orang sombong berbicara pada mereka, ketika orang-orang jahil berbicara pada mereka, ketika orang-orang pemarah berbicara pada mereka, ketika orang-orang yang menghina, tidak menghormati berbicara pada mereka. Ketika ada orang yang menghinamu, hal itu menyakitkan. Ketika orang berbicara buruk tentangmu, itu menyakitkan. Dan Allah menyebut orang-orang itu sebagai jahilun. Jahilun dalam bahasa Arab adalah kebalikan dari akhil. Jahil berarti seseorang yang tidak bisa mengontrol emosi mereka. Ketika mereka memikirkan kata-kata buruk, itu langsung meluncur dari mulut mereka. Mereka tidak memikirkannya.



Ilustrasi. (Foto : phys.org)

Ilustrasi. (Foto : phys.org)

Jadi misalnya, kamu mengemudi di jalanan Qatar dan seorang pria menyalipmu. Kamu membunyikan klaksonmu, dan kamu menghentikan mobilnya. Dan dia keluar dari mobilnya, lalu dia mengatakan “Bla..bla bla bla bla bla”, kepadamu. Dan kamu langsung “OH YA?!” (sambil menyingsingkan lengan baju), “Aku akan menunjukkan padamu!” Dan kamu mulai marah.

Tunggu, tunggu. الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا (jahilun salaama). Ini Islam, pak. “Assalaamu’alaikum. Oke maaf. Kamu benar, saya salah. Tidak apa-apa. Tidak apa-apa.”
Kamu harus belajar melakukan itu. Dan jika kamu tidak melakukan, maka kamu didiskualifikasi dari kategori nomor 1.

Kamu ingin berada di kategori nomor 1? Dan Allah tidak berfirman, Jika..”, “Jika orang-orang jahil berbicara kepadamu….”, “Jika orang-orang keras kepala berbicara padamu…”. Tidak. Tidak seperti itu. Tapi Allah berfirman, “Ketika….”

Saya telah memberitahu perbedaan antara “Jika” dan “Ketika”.

“Ketika” berarti hal itu akan terjadi.

Jika” artinya hal itu mungkin saja terjadi (mungkin juga tidak).

Allah TIDAK berfirman bahwa ini mungkin saja terjadi padamu, mungkin juga tidak. Tapi Allah berfirman, ini AKAN TERJADI padamu. Ini akan terjadi padamu. Dan hal ini terjadi padaku di sepanjang waktu. Aku sedang berada di masjid di Amerika dan aku sedang berbicara dengan para pengurus masjid tentang kelas agama, kemudian seorang pria masuk dan dia mendengar bahwa aku akan mengajar Bahasa Arab. Dia seorang pria di Mesir. Dia mendengar bahwa aku akan mengajar kelas Bahasa Arab.

Dia berkata, “Kamu? Mengajar Arab?”.

Aku berkata, “Ya, sedikit.”

Dia berkata, “Darimana asalmu?”

Aku katakan, “Dari Pakistan.”

Dia berkata, “Oh ya?”

Kemudian dia mengambil sebuah sapu tangan dan berkata, “Tuliskan Abjad Arab di sini.”

Jadi aku menuliskannya dalam huruf latin (A, B, C, D, E……)

Dia berkata, “Kamu lihat! Kamu tak tahu Bahasa Arab.”

Aku berkata, “Ya, kamu benar. Maafkan saya.”

Kemudian dia mulai mengajariku abjadnya. 30 menit aku duduk di sana dan belajar abjad Arab bersamanya. Kemudian dia ada urusan dan pergi. Dan malam itu pada masjid yang sama, mereka memintaku untuk memberikan ceramah, “Pentingnya belajar Bahasa Arab.” Jika kamu mengunjungi Youtube dan mengetik ‘how to Learn Arabic (Bagaimana Cara Belajar Bahasa Arab)” dan “Why Learn Arabic (Kenapa Belajar Bahasa Arab), “Why Study Arabic (Kenapa Belajar Bahasa Arab)”, videonya adalah di masjid itu. Dan orang itu ada di barisan pertama, tersenyum kepadaku di sepanjang ceramah.

Ketika sebelumnya dia datang kepadaku dan berkata, “Kamu! Orang Pakistan ingin mengajar Bahasa Arab?!”
Bisa saja aku menjawab (dengan marah), “Oh ya?! Sana.. Sana..”. Tapi tidak, tidak begitu. Tunggu, tunggu. Tidak apa-apa. Tidak mengapa. “Kamu benar, aku tidak tahu apa-apa. Tidak apa.” Jangan menjadi tesinggung. Jangan menjadi emosi. Jika ada orang berbicara begitu kepadamu, tidak mengapa. Itu hak mereka. Kamu tidak tahu mengapa orang berbicara kepadamu seperti itu, mungkin ada hal lain yang terjadi dalam hidup mereka. Dan mereka datang kepadamu dan menumpahkan kemarahannya padamu. Kamu harus menjadi pemaaf dan rendah hati pada orang lain.

Ada banyak wanita dan pria yang mendatangi Rasulullah SAW dan berteriak padanya, dari masyarakat Badui. Mereka adalah muslim. Mereka marah padanya. Dan Rasulullah SAW tidak menjadi emosi, beliau malah menenangkan mereka. Padahal para sahabat sudah ingin membunuh orang-orang seperti itu. Dia bersabda, “Tenang. Damai saja.” Ini adalah sunnah dari Rasulullah SAW. Ketika ada orang yang mengatakan hal-hal yang membuatmu marah, kamu harus tenang.

Dan bagi para hadirin laki-laki di sini, istrimu seringkali mengatakan hal-hal yang membuatmu marah. Dan ketika kamu mendengarnya, kamu jangan mengatakan bahwa istrimu jahil, cukup katakan “salam (damai).” Cukup tenang saja. Jangan membalas kemarahannya.

Para hadirin wanita, suamimu seringkali mengatakan hal-hal yang membuatmu naik pitam, “Ya Tuhan!” Dan kamu pun marah. Dan Allah telah memberikanmu kekuatan spesial. Aku punya 3 orang saudari, aku punya istri, dan 4 putri. Aku tahu bahwa wanita punya kekuatan spesial. Dan kekuatan spesial itu adalah: Mereka bisa memberikan jawaban dengan cara yang seperti menusuk tepat di jantungmu! “Ya Tuhan! Dia mempunyai jawaban yang sangat luar biasa, sehingga aku langsung AAAARRGGHH..!!!” Tapi kamu, saudari, ketika suamimu hilang kendali dan menjadi terlalu emosi atau marah, tenanglah.. salam (damai). Ubahlah topiknya.

Dan قَالُوا سَلَامًا Qalu salaman bukan berarti ketika ada orang yang marah padamu, kamu harus berkata, “Hey salaman. Salaman. Salaman.” Tidak seperti itu. Bukan itu artinya. Aku akan menjelaskannya. Salaman bisa diterjemahkan menjadi, “Mereka berbicara dengan tenang.” Mereka tidak hanya mengucapkan kata “salam”, mereka bebicara dengan tenang. Mereka berbicara dengan damai. Mereka berbicara dengan hangat, yang tidak membuat marah.

Jadi sebagai contoh… Suatu ketika aku sedang tidur di masjid. Aku sedang i’tikaf dan tidur di masjid. Ketika kamu tidur, kamu tidak tahu kemana kamu menghadap. Aku tidur dan aku terbangun karena seseorang menendang perutku. Ada seorang kakek dalam perkumpulan kami, dia orang Afghanistan, dia juga ber’itikaf, dia tidak berbicara Bahasa Inggris atau Arab, dia berbicara dalam Bahasa Afghan. Dan dia menendang perutku. Dan aku langsung terbangun dan memegang perutku yang kesakitan, “Ohhh….”. Aku melihatnya dan langsung terpaku. Dan dia berkata sambil menunjuk-nunjuk ke belakang, “Quran!” Ternyata punggungku menghadap rak buku di mana ada Qur’an. Dia bermaksud, “Kamu tidak boleh memunggungi Qur’an”, jadi dia menendang perutku. Aku bisa saja bangun dan berkata, “Ayolah, kamu bisa saja membangunkanku dengan baik-baik, aku sedang puasa dan kamu menendang perutku.” Tapi aku tidak melakukan itu. Kamu tahu apa yang kulakukan? Aku berbicang-bincang dengannya setelah itu. Aku mengobrol dengannya, “Dapatkah kamu mendengarkan bacaan Qur’anku sehingga kamu bisa mengoreksinya?” Kami berbicara dengan bahasa isyarat. Dan aku membacakan Qur’an kepadanya, dan kami mengobrol seperti biasa di sepanjang waktu.

Ilustrasi. (Foto : mybroadband.co.za)

Ilustrasi. (Foto : mybroadband.co.za)

Kamu harus bersikap damai dengan orang. Kamu harus tenang ketika berurusan dengan orang. Kamu akan bertemu berbagai jenis orang dengan tempramen masing-masing. Sebagian dari kalian mungkin mempunyai bos yang Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un… Dia selalu marah. Dia bangun tidur dan langsung marah. Bahkan ketika makan, mukanya marah. Dia marah ketika tersenyum. Ada bos yang seperti itu. Tapi kamu harus belajar menyikapinya dengan damai. Dengan damai.

Sebagian dari kalian adalah guru. Kamu punya murid yang membuatmu marah. Kamu harus tenang. Kamu tidak boleh marah di kelas. Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Aku diutus sebagai guru.” Beliau tidak pernah marah pada orang. Tidak pernah! Budak beliau menceritakan bahwa dia tinggal bersama Nabi dan Nabi tidak pernah menghardiknya, “Kenapa kamu melakukan ini, kenapa tidak melakukan itu?” Di sepanjang waktu, beliau seperti itu. Subhanallah. Dan dia adalah budaknya, bahkan bukan karyawannya. Nabi tidak pernah mengatakan itu kepadanya.

Jadi قَالُوا سَلَامًا Qalu salaman sangat penting. Dan mengapa ini sangat penting? Karena lain kali ketika kamu harus memaksa dirimu untuk rendah hati dan tenang, dan tidak ikut marah, maka katakan dalam hati, “Aku melakukan ini karena ingin menjadi ibadur rahman.”

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan ketika orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan : 63)

Ini adalah kategori nomor 1, orang-orang yang dapat mengendalikan amarah. Orang yang dapat mengendalikan ego mereka. Orang yang dapat melepaskan egonya dan menenangkan situasi, MESKIPUN mereka BENAR! MESKIPUN mereka BENAR, mereka berkata, “Tidak apa-apa. Kita tidak perlu bertengkar. Damai saja.”

Aku akan menceritakan kisah menarik tentang Imam Abu Hanifah rahimahullah. Imam Abu Hanifah tentu saja salah seorang faqih terhebat sepanjang masa. Orang-orang banyak berdatangan padanya untuk meminta fatwa di sepanjang waktu. Dan ibunya punya pertanyaan. Ibunya bertanya, dan Imam Abu Hanifah memberitahu jawabannya, tapi ibunya menolak keras dan berkata, “Kamu tidak tahu apa-apa!”.

Ibumu kadang mengatakan itu kan kepadamu? Benar?

“Aku akan bertanya pada orang di sebelah sana.”  (Dan orang yang ingin ditanyai ibunya itu adalah da’i, dia bukan alim, hanya da’i. Da’i berarti orang yang menceramahi orang-orang, dia dapat mengingatkan orang agar bertaqwa, tapi dia tidak tahu masalah fiqih, hukum syariah, atau hal-hal seperti itu).

Jadi ibunya bertanya padanya, dan da’i itu berkata, “Aku harus mempelajarinya dulu dan aku akan memberikan jawabannya nanti.”  Dan da’i itu bertanya pada siapa? Pada Abu Hanifah. Dia berkata, “Hey, ibumu datang dan punya pertanyaan.”

Abu Hanifah berkata, “Oke, ini jawabannya tapi jangan beritahu padanya bahwa aku memberitahumu.”

Terkadang bahkan keluargamu sendiri yang tidak senang mendengar perkataanmu. Mungkin kamu menjadi lebih dekat dengan Islam, tapi mereka tidak terlalu dekat dengan Islam, dan hal itu membuatmu marah. Kamu marah, ketika seorang wanita dari anggota keluargamu tidak pakai hijab. Kamu marah ketika orang-orang muda dari keluargamu tidak shalat. Kamu menjadi marah pada mereka. JANGAN! Jangan marah pada mereka. Berbicara pada mereka baik-baik. Berbicara dengan tenang pada mereka. Kemarahanmu hanya akan membuat mereka menjadi semakin jauh dari Islam. Hal itu tidak akan membuat mereka menjadi dekat. Kamu harus mempunyai hati yang lembut kepada mereka yang tidak dekat dengan Islam. Dulu, kamu mungkin juga tidak shalat 5 kali sehari. Ada waktu ketika kamu juga seperti mereka. Misalkan kamu tidak shalat dan seseorang datang dan berbicara dengan nada kasar kepadamu, apakah kamu akan shalat atau malah semakin menjauhinya? Pikirkan itu! Pikirkan itu! Allah melembutkan hatimu, jadi tunggulah sampai Allah melembutkan hati mereka. Kamu harus lembut kepada orang lain.

Aku mengingatkan orang-orang bahwa Allah Azza wa Jalla, berfirman kepada Musa a.s untuk bersikap lembut pada Fir’aun. Untuk bersikap baik pada Fir’aun. Fir’aun mencoba membunuh Musa a.s ketika dia masih bayi. Fir’aun membunuh ribuan bayi setiap tahunnya. Dia menganggap dirinya tuhan. Ada begitu banyak alasan untuk membenci Fir’aun. Dan Allah berfirman, Ketika kamu menemuinya…… maka berbicaralah dengan kata-kata yang lemah lembutفَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا

اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thaha : 43-44)

Jika kepada Fir’aun saja kita harus berbaik hati, apalagi dengan istri kita? Apalagi dengan suami kita? Apalagi dengan anak-anak kita? Apalagi dengan saudara kita? Sepupu kita? Paman kita? Mereka terkadang membuat kita marah… Keluarga kadang membuat kita sangat marah, sungguh. Aku tahu. Sepupu membuatmu marah. Dan inilah orang-orang yang paling pantas mendapatkan kelemah-lembutan dari kita. Kita harus mengubah cara kita berperilaku terhadap mereka. Inilah قَالُوا سَلَامًا qalu salaman. Ini kategori nomor 1. [ANW]

======

Oleh : Nouman Ali Khan

*) Nouman Ali Khan adalah ulama Muslim muda. Di Amerika, ia adalah tokoh Islam yang populer. Ali Khan banyak memberikan ceramah di internet. Ia CEO dan pendiri Bayyinah, sebuah lembaga pendidikan Islam di Amerika Serikat. Ia bersekolah di Riyadh, Arab Saudi dan dilanjutkan di Pakistan. Dia mengajar bahasa Arab klasik modern dengan lebih dari 10.000 siswa nasional. Dia juga sering berbicara di Islamic Circle of North America Conventions tentang Islam, keluarga, dan topik kehidupan lainnya. Meskipun ia berasal dari keluarga Muslim, namun ia pernah menjadi seorang atheis. Ceramahnya banyak tersebar di Youtube, iTunes podcast. 

Sumber : Youtube

 

Share this post

PinIt
scroll to top