Kenapa Jangan Terburu-Buru Memvonis Orang Lain Pelit?

Ilustrasi. (Foto : maulud.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto : maulud.wordpress.com)

Syahida.com – Suatu hari, Asti membawa proposal mencari donatur untuk membantu pengobatan orang miskin. Diberikannya proposal itu pada Lili yang terlihat cukup dalam dana dan tampak tak punya kesulitan hidup. Intinya, tak dipatok berapa sumbangan yang diberikan, berapapun boleh, seikhlasnya. Tapi ternyata Lili tak memberi sepeserpun dengan alasan tak ada dana. Pulanglah Asti dengan hati kesal dan bersungut-sungut. “Pelit!”, begitu gumamnya.
Sayangnya, Asti tak tahu, bahwa beberapa hari sebelum ia datang, setengah harta Lili sudah disumbangkannya ke beberapa tempat untuk membantu dhuafa yang membutuhkan. Tapi bagi Lili, tak perlu jugalah ia laporan ke Asti, bahwa ia sudah banyak menyumbang ke sana dan ke sini. Karena, itu urusannya dengan Allah SWT. Cukuplah Allah SWT Yang Mengetahui. Maka saat itu ia hanya menjawab, maaf, tak ada dana.

Di suatu pengajian ibu-ibu di masjid, diedarkanlah kotak infaq masjid. Sebagian ibu-ibu ada yang menyumbang, ada yang tidak. Ketika kotak infaq dibuka, terkejutlah panitia karena ternyata isinya hanya uang receh. “Pelitnya ini ibu-ibu! Padahal mereka orang-orang kaya”, begitu sungut panitia masjid. Sayangnya, panitia masjid ini tak tahu, bahwa ibu-ibu tersebut, sering transfer infaq ke rekening bank masjid, dalam jumlah besar. Itulah sebabnya hari itu ibu-ibu hanya memberi receh, karena sudah banyak alokasi infaq yang dikeluarkan untuk masjid. Tapi bagi ibu-ibu ini, tak perlulah mereka laporan ke manusia bahwa sudah infaq sekian dan sekian. Cukuplah Allah Yang Mengetahui.

Kisah lainnya. Dalam sebuah keluarga, salah seorang akan menikah. Dimintailah urunan dana keluaga besar, untuk membantu terlaksananya pernikahan. Tapi ternyata Jefri, tak mau ikut urunan, dengan alasan tak punya cukup dana. Padahal penampilan dirinya terlihat sebagai orang yang berkecukupan. Keluarga besar yang lain dengan serta merta memvonis, “Pelit!”. Keluarga yang lain tak tahu, bahwa  selama beberapa tahun bahkan hingga akad menjelang, Jefri lah yang menanggung biaya hidup bulanan sang calon pengantin wanita, di saat keluarga lain tak ada yang peduli untuk membantu. Tapi bagi Jefri, tak perlulah ia mengungkit-ungkit sebanyak apa harta yang sudah diberikannya. Cukuplah Allah Yang Mengetahui.

Belum Tentu Karena Pelit

Hikmah dari kisah-kisah di atas adalah bahwa, belum tentu orang yang tak memberi ketika diminta adalah karena pelit. Tapi bisa jadi justru karena sudah terlalu banyak yang diberikan. Ini sering terjadi dalam kehidupan kita. Betapa mudahnya seseorang berprasangka buruk kepada orang yang terlihat tak bersedekah, tak berinfaq, tak membantu. Padahal itu hanya di mata manusia, sedangkan di sisi Allah SWT, bisa jadi yang diprasangkai, lebih mulia daripada orang yang berprasangka.

Bahkan Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk jangan pelit, tapi juga jangan terlalu pemurah. Karena bisa jadi, seseorang sudah punya alokasi jumlah infaq tersendiri di setiap bulannya, sehingga ekonomi keluarganya bisa tetap stabil, tetapi tanpa mengesampingkan para dhuafa atau keluarga yang membutuhkan. Maka ketika bagian alokasi untuk infaq itu sudah habis dikeluarkan, sudah cukup sampai disitu, jangan sampai habis-habisan menguras harta dan tabungan. Sebagaimana firman-Nya : “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al Isra’: 29). Di mana maksud ayat ini adalah jangan terlalu pelit dan jangan terlalu pemurah (berlebihan).

Dalam ayat lainnya Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqan: 67). Dalam tafsir Al Jalalain menyebutkan bahwa sifat ‘ibadurrahman adalah ketika mereka berinfaq, mereka tidak berlebihan dan tidak pelit.  Intinya infaq mereka bersifat pertengahan. [ANW]



Share this post

PinIt
scroll to top