Sebelum Berdakwah Pada Keluargamu, Bangun Dulu Hubungan yang Sehat Dengan Keluarga

Ilustrasi. (Foto: threefaithsonegod.com)

Ilustrasi. (Foto: threefaithsonegod.com)

Syahida.com – Nabi Muhammad SAW, diberitahukan dalam akhir Surat Asy Syu’araa ayat 214, “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang dekat.”

Nabi Muhammad SAW memberikan banyak perhatian dan prioritas kepada keluarganya dan memastikan bahwa mereka mendapatkan pesan agama Islam. Tapi sebelum kita membicarakan tentang menyampaikan pesan agama Islam kepada keluarga kita, kita harus terlebih dahulu membicarakan bagaimana supaya kita mempunyai hubungan yang sehat bersama keluarga.

Jadilah Pendengar dan Teman Berbincang yang Baik

Seringkali, komunikasi kita dengan keluarga kita, sangat-sangat buruk. Kita tidak menjadi pendengar yang baik. Kita tidak memiliki perasaan yang peka untuk mengerti sesuatu dari sudut pandang mereka, dan ini  dapat terjadi antara suami dan istri, atau orangtua dan anak atau antara kakak-adik.

Seringkali kita mengutarakan hal-hal yang sangat keji kepada satu sama lain hanya karena kita keluarga dan karena kita mengetahuinya dengan sangat baik, sehingga membuat kita tahu kata-kata apa yang dapat menyakitkan mereka. Jadi ketika seorang dari keluarga mengatakan sesuatu yang menyakitkan, Anda tahu kata-kata balasan apa yang dapat menyakitkan mereka, bahkan sangat menyakitkan bagi mereka. Dan dari waktu ke waktu, terbangun sebuah hubungan yang buruk antara seseorang dan keluarganya. Sekali lagi, ini dapat terjadi antara kakak adik, orangtua, antara pasangan, hal seperti ini dapat terjadi.

Jadi kita harus menilai, memikirkan kembali, tentang prioritas terbesar dalam hidup kita. Sebenarnya alat ukur tentang bagaimana sebenarnya diri Anda, adalah dengan menilai bagaimana perlakuan Anda terhadap keluarga. Bagaimana hubungan Anda dengan orang-orang terdekat Anda. Kita punya hubungan lain dengan atasan, dengan teman-teman, dengan orang-orang di lingkungan kita, dengan orang-orang yang kita kenal secara profesional maupun secara sosial, dll. Tapi mereka semua hanya tahu sedikit tentang diri kita sebenarnya. Orang-orang yang paling mengetahui kita, dan orang-orang yang kita selalu bersamanya dan yang sudah seharusnya menjadi orang-orang yang paling penting di hidup kita, adalah keluarga kita. Dan sangat disayangkan, keluargalah yang dapat  melihat sisi paling buruk dari diri kita, bahwa kita orang yang sangat tidak peka, sangat meremehkan, dan sangat merendahkan.

Kita harus memikirkan ulang dan bertanya kepada diri kita, manusia seperti apakah kita ini, sampai kita tidak mempunyai hubungan yang baik dengan ibu kita, dengan ayah kita dan berkata, “Bahkan saya tidak bisa tahan ketika berbincang dengan orangtua.” “Saya sudah sangat jarang berbicara dengan istriku..” “Dan ketikapun saya berbicara dengan istri, itu hanya untuk menanyakan di mana kunci rumah”, atau “Di mana handphoneku?” atau “Apakah kamu sudah mengirim surat itu?”. Hanya tentang perbincangan-perbincangan yang tidak mendalam. “Dan ketika istriku berbicara, saya tidak benar-benar mendengarkannya. Saya hanya.. mengangguk-angguk, dan berkomentar “oh begitu..” “Oh ya..” Ok.” Sudah. Seperti itu. Seperti sangat meremehkan. Istrimu tahu itu dan kamu sebagai suami, bertanya-tanya, kenapa istri hanya berbicara dengan teman-temannya, dan kenapa istri tidak mau berbicara denganmu. Ketika kamu berbicara, istri tidak menanggapi karena istrimu tahu kamu tidak benar-benar mendengarkan, kamu tidak pengertian. Dan hal semacam ini berlaku di kedua pihak, suami kepada istri, dan istri kepada suaminya.

Kita harus benar-benar berpikir, tentang manusia seperti apakah kita ini sekarang. Dan hal ini bisa terjadi pada siapapun, pada orang yang Religius atau tidak religius.



Dimulai Dari Pemimpin Rumah Tangga

Dan ini ditujukan untuk para pria khususnya, bahwa Anda, para pria, biasanya tidak bisa bisa terlalu ekspresif dalam mengungkapkan perasaan. Pria tidak sepeka wanita. Jadi Anda berasumsi, apa yang Anda lakukan tidak berdampak secara emosional dalam rumah. Misalnya ketika seorang suami  pulang ke rumah, lalu mulai menonton youtube, atau menonton berita, atau duduk di depan komputernya atau berbicara dengan temannya berjam-jam dan lainnya, ia berpikir bahwa dirinya tidak melakukan hal yang salah. Tapi keluarganya merasa ia tak mengacuhkan mereka, ia tidak peduli dengan keluarga, ia hanya melakukan urusan-urusannya, ia tidak meluangkan waktu bagi keluarga.

Anda, harus dapat mengubah diri Anda dan menempatkan diri Anda dalam posisi mereka, pada posisi istri Anda, posisi anak Anda, posisi orangtua Anda. Cobalah melihat dari sudut pandang mereka dan ini tidak datang secara natural dalam diri kita dan tidak mudah bagi kita. Ketika Anda sudah melakukannya untuk dapat menerima, untuk meminta maaf kepada keluargamu, dan mengakui, “Saya telah melakukan hal yang salah.” Anda mungkin dapat memikirkan 1000 hal kesalahan yang keluarga Anda perbuat, tapi Anda harus mulai dari diri Anda karena Andalah kepala keluarganya. Anda harus mulai dari diri Anda.

Ini tidak mudah, ketika Anda membawa masalah seperti ini dan mengatakan pada keluargamu, “Baik, saya telah membiarkanmu, dan saya seharusnya tidak seperti itu, saya akan berusaha untuk menjadi pendengar yang baik.” Saat melakukan itu, Anda mungkin akan mendengar hal yang menyakitkan dalam respon mereka, karena mereka tidak mengira bahwa Anda akan mengatakan hal itu. Dan ketika Anda menyatakannya, mereka akan berkata, “Ya, memang seharusnya kamu mengakuinya. Kamu tak tahu seberapa buruk perilakumu selama ini.” Lalu saat Anda dikritik, respon alami Anda adalah membentengi diri Anda. Inilah sebenarnya saat-saat ketika Anda tidak boleh membentengi diri Anda. Inilah yang Anda lakukan selama ini. Janganlah membentengi diri Anda lagi, terimalah itu dan cobalah untuk menyelesaikannya. Tugas Anda bukanlah untuk memenangkan argumen, atau supaya Anda menjadi pemenangnya. Tugas Anda adalah untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik. Untuk membangun pertemanan yang lebih baik dengan istri Anda. Untuk mendapatkan hubungan yang nyata, yang sangat berarti dengan ayah dan ibumu. Untuk mendapatkan hubungan yang baik dengan saudaramu. Inilah yang penting.

Bangun Komunikasi Sehat dengan Keluarga

Seringkali, banyak dari Anda yang telah melalui transformasi yang baik dalam agama, dan sudah berubah dari yang sebelumnya, menjadi religius. Sedangkan, keluarga Anda tidak berubah seperti itu, jadi ini bisa membuat kesulitan dalam berkomunikasi dengan keluarga. Anda menjadi seperti memaksakan Islam kepada keluarga dan berkata, “Tahukah kamu… Nabi SAW diberitahu….” . Ya, itu memang benar, Nabi SAW  diberitahu itu, karena beliau memang sudah menjadi yang terbaik bagi keluarganya. Ada dasar-dasar dalam diri Nabi SAW bahwa beliau dapat membangunnya dan beliau pantas untuk mengingatkan orang-orang tentang itu. Jika Anda tidak memiliki hubungan seperti itu dengan keluargamu, dan jika Anda tidak memiliki hubungan yang sehat dengan keluarga Anda, apapun yang Anda katakan, termasuk tentang Islam, itu semua tidak akan bermanfaat. Islam hanyalah satu dari sekian banyak yang Anda katakan, yang tidak akan memberikan banyak pengaruh bagi keluarga Anda.

Jadi kita benar-benar harus memikirkan tentang semua ceramah, semua hal yang kita dengarkan, saran yang kita terima, bagaimana hal itu dapat mengubah diri kita. Hal termudah untuk mengukurnya, tentang seperti apa Anda mengubah diri Anda menjadi lebih baik, adalah dengan mengetahui seberapa dekat hubungan Anda dengan keluarga. Karena pada akhirnya, itu adalah cermin yang baik untuk melihat seperti apa diri kita sebenarnya

Sangat mudah untuk berbicara kepada orang lain, sangat mudah berbicara di depan mimbar. Bagian yang sulit adalah ketika Anda harus menjalin hubungan di belakang mimbar. Orang-orang di sekitar Anda memiliki harapan pada diri Anda dan Anda menaruh harapan pada mereka, serta Anda harus menghadapi mereka dengan cara yang terbaik.

Semoga kita menjadi orang yang memiliki hubungan yang lebih nyata, lebih sehat, hubungan yang selalu tumbuh, yang berdasarkan atas komunikasi yang terbuka dan saling menghormati, yang saling bertoleransi antara satu dan lainnya, dan kita selalu menggunakan kata-kata yang baik satu sama lain dan menghargai hal-hal kecil.

Bagian dari komunikasi yang terbuka bukan hanya dengan mengeluhkan hal yang Anda rasakan salah lalu Anda luapkan perasaan Anda, tapi juga dengan mengenali hal-hal baik yang orang lain telah lakukan dan menghargai apa yang orang lain lakukan dengan benar, bahwa Anda sangat senang atas apa yang mereka lakukan dan sangat bersyukur karena mereka melakukan itu. Saat mengungkapkan hal ini kepada keluarga, jangan pernah berpikir keluarga Anda sudah tahu. Tidak, tidak ada yang tahu apa yang Anda rasakan dan Anda tidak tahu apa yang mereka rasakan. Ini harus diungkapkan. Kita harus menjadi orang yang pandai mengekspresikan perasaan kita.

Kesimpulannya, banyak dari kita datang dari latar belakang suku yang berbeda, di mana struktur keluarga sangat terasa formal. Jadi untuk mengekspresikan diri kita secara terbuka dan secara emosional, akan sangat sulit, karena kita memiliki hubungan yang sangat kaku. Anda harus mengesampingkan hal itu, dan Anda harus berkomunikasi secara terbuka, dengan rasa hormat tentunya, supaya hubungan Anda membaik. Insya Allah, kita semua dapat membangun keadaan yang seperti itu di dalam rumah kita, sampai semua orang merasa nyaman untuk berbicara.

Belajar Kepekaan dari Nabi Ya’qub

Ada kisah dari Nabi Ya’qub alaihis Salaam, tentang bagaimana ia membuat anaknya, Nabi Yusuf,  sangat nyaman, sampai-sampai Nabi Yusuf mau memberitahukan mimpinya. Coba kita lihat hari ini, anak mana yang berpikir, “Aku harus menceritakan mimpi ini kepada Ayahku.” Atau, “Sesuatu terjadi di tempat main, aku harus ceritakan ini pada ayahku.” Atau.. “Sebenarnya, aku tidak akan ceritakan pada ayahku, aku akan ceritakan pada ibuku dulu. Aku tidak mau menceritakannya kepada ayahku.”

Betapa hebat Nabi Ya’qub sebagai ayah, sampai ia membuat anaknya sangat nyaman, yang saat anaknya mendapatkan mimpi yang tidak ia sukai, ia datang dan menceritakan hal ini kepada ayahnya. Dan ayahnya tidak mengatakan. “Oh, kamu mungkin hanya salah makan kemarin malam, jangan pikirkan itu.” Tidak seperti itu, tapi Nabi Ya’qub justru duduk dengan anaknya dan ia memuji anaknya, Nabi Yusuf, dan ia katakan, “Ini sangat hebat, dan kamu memiliki masa depan yang bagus kelak.” Bisakah Anda katakan pada anak Anda bahwa ia memiliki masa depan yang cerah, dan Allah akan mencurahkan bantuan-Nya kepadanya setelah ia melihat sebuah mimpi? Karena Nabi Ya’qub tahu, sebagai seorang ayah yang peka, hal terpenting bagi seorang anak adalah untuk merasa yakin. Maka dia yakinkan anaknya.

Di dalam Qur’an, Allah menyimpan cerita ini untuk kita agar kita mengetahuinya. Seperti itulah kita seharusnya. Menjadi seorang anggota keluarga yang peka dalam berperasaan, pemimpin yang peka, pendengar sejati. Lalu responlah dengan ciri-ciri bahwa Anda benar-benar mendengarkannya. Dan akhirnya Nabi Ya’qub mengatakan pada anaknya, “Jangan khawatir, jangan beritahu ini kepada saudaramu, jaga cerita ini olehmu.” Subhanallah, ini sangat indah. Jadi, kita seharusnya menjadi orang yang seperti itu.

Semoga Allah SWT membantu kita dalam mengambil pelajaran dari karakter baik Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya. Dan sesungguhnya aku adalah yang terbaik kepada keluargaku.” Semoga Allah SWT membantu kita dalam mencontoh karakter itu dari Rasulullah SAW dalam kehidupan keluarga kita. [Syahida.com/ANW]

Sumber: Ust. Nouman Ali Khan

Share this post

PinIt
scroll to top