Masya Allah, Inilah Kisah yang Sangat Menarik, Ketika Umar bin Khaththab Datang Mengambil Kunci Yerusalem

Foto: iqrasense.com

Foto: iqrasense.com

Syahida.com – Umar bin Khaththab punya kisah yang sangat menarik ketika ia datang ke Yerusalem. Tidak ada pertumpahan darah dan pertarungan. Bahkan Yerusalem berada dalam sorak-sorai karena para pemimpin menyambut kedatangannya, dan menyambut kedatangan kekhalifahan Islam. Hal ini dicatat dalam sejarah. Tapi sudah merupakan kebiasaan bahwa sang Khalifah tetap tinggal di Madinah, yaitu di bentengnya (dia tidak boleh meninggalkan kota). Mereka memberitahu Abu Ubaidah Jarrah, “Kami tidak akan memberikan kuncinya kepadamu kecuali kepada pemimpinmu. Kami hanya akan memberikan kepadanya, jadi dia harus datang dan mengambilnya sendiri.”

Heraclius (kaisar Romawi) sudah menyiapkan pesta penyambutan untuk Umar, untuk diserahkan kunci Yerusalem. Dia mengundang Romawi, begitu juga dengan pastor Yerusalem. Bahkan para pemimpin dari komunitas Yahudi ada di sana, perwakilan dari seluruh dunia ada di sana, dan Heraclius membentangkan karpet merah untuk Umar bin Khaththab yang panjangnya mencapai 2 kilometer (bayangkanlah karpet sepanjang itu!). Jadi ketika baru saja Umar bin Khaththab akan berjalan ke sana, dia baru saja akan berjalan di karpet merah itu, untuk menunjukkan pada Umar bin Khaththab sambutan yang baik dan juga karena mereka mengetahui tentang keadilan Umar bin Khaththab, maka mereka ingin memberikan jamuan yang mewah.

Dan sebelumnya, mereka juga telah mengundang dua jenderal Muslim, Abu Ubaidah Al-Jarrah dan ‘Amr bin al-‘Ash r.a untuk menyambut ketika Umar bin Khaththab datang. Pada masa itu, belum ada tempat duduk kelas eksekutif atau semacamnya, tapi mereka mengirimkan kuda atau unta berkualitas terbaik, mereka yang mengurusnya. Mereka bahkan menghias tempat penginapan mereka di Yerusalem. Mereka menyediakan pakaian spesial untuk mereka kenakan pada perayaan bersejarah ini di mana kunci Yerusalem akan diserahkan kepada Umar bin Khaththab.

Jika kalian membaca tentang Umar bin Khaththab, ia adalah orang ke-52 yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia menurut Michael Hart, dalam bukunya yang berjudul, “100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia”, seorang laki-laki yang adil, dan perkataan Umar bin Khaththab tercatat dalam piagam PBB, “Bagaimana mungkin kalian memperbudak seorang manusia sedangkan dia lahir dalam bebas?” Umar-lah yang pertama kali mengatakan hal itu.

Jadi Umar bin Khaththab adalah pria yang keadilannya dikenal baik, yang sejarahnya penuh kebaikan dan Umar bin Khaththab adalah orang yang sederhana. Tubuhnya besar, benar-benar besar. Mereka berkata, “Jika dia duduk di atas seekor kuda, maka kakinya akan menyentuh tanah.” Jadi dia orang yang bertubuh besar dan terlihat menakutkan karena betapa besar tubuhnya. Dan dia menetapkan aturan-aturan yang penuh keadilan pada kekhalifahannya di Madinah.

Umar bin Khaththab bertanya kepada orang-orang di Madinah, “Haruskah aku ke sana untuk mengambil kuncinya? Atau barangkali ada sebuah jebakan, dimana aku akan dibunuh? Apakah ini keputusan yang bijak? Karena bukan keputusan yang bijak untuk seorang pemimpin meninggalkan markasnya. Mereka berkata, “Dalam hal ini, tidak apa-apa.”

Jadi Umar bin Khaththab pergi ke sana dengan membawa satu pelayannya, dan mereka menunggangi seekor unta. Dan dia membuat kesepakatan dengan pelayannya. Dia berkata, “Sepanjang jalan menuju ke sana, aku naik dalam setengah perjalanan dan kau yang menarik untanya, dan kau yang naik dalam setengahnya lagi dan aku yang akan menarik untanya.” Jadi mereka bergantian, 50:50.

Ketika Umar hampir sampai ke Yerusalem, pelayannya yang sedang berada di atas unta, dan Umarlah yang menarik untanya. Bukan hanya itu, namun sebelum mereka sampai ke Yerusalem, Umar jatuh ke dalam kubangan lumpur, jadi pakaiannya terkotori dengan lumpur juga. Dia menarik pelayannya, terkotori lumpur, dan ada 17 tambalan pada pakaiannya. Dan semua orang menunggunya di Yerusalem dengan pakaian terbaik mereka dan setiap orang menunggunya untuk memberikan sambutan yang mewah. Dan di sanalah dia, berjalan dengan lumpur mengotori pakaiannya.



Pelayannya memberitahunya ketika mereka mulai berjalan di karpet merah yang dua kilometer panjangnya. Pelayannya berkata, “Kurasa waktunya kita bergantian sekarang.” Umar bin Khaththab  berkata, “Kesepakatan masih tetap berlaku. 50:50, sekarang masih giliranmu.” Pelayannya berkata, “Tapi kau akan menerima penyerahan kunci dari kota terhebat di dunia.” Umar bin Khaththab berkata, “Jangan, jangan… Kau tetap di untanya, dan kita akan tetap berjalan.”

Umar bin Khaththab berjalan menuntun untanya dan orang-orang menunggu, orang-orang berdiri dan melihat keluar dari jendela mereka, untuk melihat siapa pemimpin besar ini. Dan mereka melihat seseorang berlari dengan untanya, dengan 17 tambalan di pakaiannya dan dipenuhi lumpur.

Abu Ubaidah dan Amr yang telah diundang sebelumnya sebagai bagian dari penyambutan, Abu Ubaidah adalah orang yang sangat sederhana, tapi dia menyadari situasinya pada saat ini. Abu Ubaidah merasa kesal karenanya. Dia pergi untuk menghampiri Umar bin Khaththab, dia berkata, “Ada urusan yang perlu kuselesaikan dengan sang pemimpin sebelum dia datang dan mengambil kuncinya.” Dia berkata kepada Umar bin Khaththab, “Kau telah mempermalukan kita, kau telah menghinakan kita. Semua orang di sini berpakaian bagus, kau harus menunjukkan bahwa kau adalah figur pemimpin yang kuat, kau seharusnya memakai pakaian terbaikmu, kau telah mempermalukan kita.”

Mendengar perkataan itu, Umar bin Khaththab menjadi kesal dan dia berkata, “Kita adalah orang-orang yang diberikan kehormatan oleh Allah melalui iman, melalui Islam, dan jika kita mencari kehormatan dan kejayaan dengan cara lainnya, tentunya kita akan terhina.”

Artinya Umar bin Khaththab bukanlah orang yang dangkal seperti sebelumnya. Sebelum menjadi Muslim, Umar bin Khaththab terkenal sebagai orang yang bermegah-megahan dalam berpakaian, punya kekayaan, dia salah satu orang yang bisa membaca (hanya sedikit yang bisa membaca di masanya). Mereka terkejut ketika melihatnya, tapi dia berkata, “Kita mendapatkan kehormatan melalui keimanan, kita tidak mendapatkannya dari menaklukkan orang lain, kita tidak mendapatkannya dari bermegah-megahan, kita mendapatkannya melalui keimanan.”

Lalu Umar bin Khaththab mendapatkan kuncinya dari Heraclius dan orang-orang terkejut, kemudian pastor membawanya ke Gereja Kelahiran. Pastor memberikan sedikit tur tentang Yerusalem dan membawanya ke gereja natal.

Ketika mereka berada di dalam Gereja Kelahiran, adzan Dzuhur berkumandang. Umar bin Khaththab tahu bahwa sudah saatnya shalat, dan pastor Yerussalem memberitahunya, “Kenapa kau tidak shalat saja di sini? Kau pemimpinnya, kau tidak perlu pergi keluar untuk shalat, shalat saja di sini. Ini merupakan kehormatan bagi kami.”

Dan Umar bin Khaththab berkata kepadanya, “Tidak, karena aku takut bahwa umat Muslim pada generasi berikutnya mengklaim bahwa ini adalah masjid karena di tempat inilah aku shalat.” Jadi dia keluar dari gereja, menuruni tangganya dan dia shalat disitu.

Masjid-Umar-bin-Khattab-di-JerusalemDan ketahuilah! 400 tahun kemudian, mereka membangun sebuah masjid di sana yang bernama Masjid Umar. Jadi Umar benar. Dia dapat memprediksi bagaimana sejarah akan berjalan. Dia tidak mau orang-orang mengklaim sebuah gereja sebagai masjid hanya karena dia pernah shalat di sana, bukan karena tidak diizinkan atau tidak dibolehkan agama untuk shalat di sana, ia hanya ingin memberikan kehormatan dan hak masing-masing orang. Dia juga menetapkan aturan yang disebut, “Pakta Umar”, yang pada dasarnya menjamin semua hak masyarakat di sana, menjamin hak setiap orang untuk melaksanakan kepercayaannya masing-masing.

Kristen dan Yahudi bukan hanya hidup dengan damai, mereka juga diperbolehkan untuk menegakkan hukum satu sama lain dengan hukum mereka sendiri. Jadi mereka tidak tunduk dalam hukum Islam, mereka diizinkan menjalankan sesuatu menurut hukum mereka sendiri agar semuanya mendapatkan keadilan. Jadi hukum dalam Bible atau Taurat tidak dibuang, bahkan jika suatu perkara sampai ke Umar, tentang pelanggaran publik dan ketidakpatuhan dari seorang Kristen atau Yahudi, maka dia akan berkonsultasi dengan para pendeta atau rabbi, dan dia akan menanyai mereka apakah ini diperbolehkan dalam keimanan mereka atau tidak. Jadi kekhilafahan Islam menerapkan keadilan yang menyeluruh.  [Syahida.com/ANW]

 ===

Oleh: Omar Suleiman

Share this post

PinIt
scroll to top