Bagaimana Jika Seorang Wanita Masuk Islam, Sedangkan Suaminya Masih Kafir?

Ilustrasi. (Foto: flickr.com/doug88888)

Ilustrasi. (Foto: flickr.com/doug88888)

Syahida.com – Jika kondisi itu terjadi, maka keduanya harus dipisahkan karena seorang wanita muslimah tidak boleh diperistri oleh laki-laki kafir. Dalilnya adalah firman Allah SWT., “Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidaklah halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.(Al-Mumtahanah: 10).

Ikatan pernikahan mereka sebelumnya dianggap tergantung. Jika suaminya masuk Islam selama istrinya masih menjalani masa ‘iddah, maka dia tetap menjadi istrinya. Sedangkan jika masa ‘iddahnya telah selesai, maka dia boleh menikah dengan siapa saja, tapi jika mau menunggu keislaman suaminya, maka dia boleh melakukannya. Sehingga jika suaminya masuk Islam, maka dia menjadi istrinya kembali tanpa harus melalui akad baru. Ini menurut pendapat yang paling kuat. 1

Ibnu Abbas r.a berkata, “Pada masa itu, apabila ada seorang wanita yang hijrah dari negeri orang kafir harbi (tidak ada perjanjian perdamaian dengan kaum muslimin), maka tidak dilamar sampai mengalami haid dan suci. Jika telah selesai haid, maka boleh menikah dengannya. Tapi jika suaminya juga hijrah (masuk Islam) sebelum dia menikah dengan orang lain, maka dia kembali menjadi istrinya lagi.” 2

Ibnul Qayyim berkata, “Kami sama sekali tidak tahu ada yang memperbaharui akad nikah karena masuk Islam. Pada kenyataannya, yang terjadi adalah satu di antara fenomena berikut ini; pasangan suami istri itu bercerai lalu sang istri menikah dengan orang lain, atau dia tetap menjadi istrinya, meskipun wanita tersebut terlambat masuk Islam atau suaminya yang terlambat masuk Islam.”

Catatan

Dengan kesimpulan di atas, bukan berarti ketika seorang wanita hendak menunggu suaminya memeluk Islam dan tidak menikah lagi, statusnya tetap menjadi istri suaminya yang masih kafir itu. Teks ayat Al-Qur’an mengharamkan hubungan mereka. Wanita tersebut tidak boleh tinggal bersamanya, karena dia menjadi orang asing baginya. Ini berbeda dengan fatwa yang berkembang pada akhir-akhir ini yang dinyatakan oleh beberapa kalangan yang disebut dengan ‘para cendekiawan yang tercerahkan’! Mereka berasumsi bahwa jika seorang wanita kafir tahu bahwa dengan masuk Islam maka dia harus cerai dengan suaminya, maka dia akan enggan masuk Islam!

Subhanallah, apakah kita harus menghalalkan sesuatu yang haram agar wanita itu bersedia masuk Islam?! Allah SWT berfirman, “Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal: 23) Na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah) dari kehinaan.

Saya ingin menambahkan, kenyataan yang paling menyenangkan dalam masalah ini adalah, jika suami yang masih kafir itu kemudian masuk Islam dan mendapati istrinya yang lebih dulu masuk Islam masih sendirian, maka dia adalah orang yang paling berhak menikahinya tanpa melalui akad baru. Wallahu’alam.



Wanita yang baru masuk Islam menjalani masa ‘iddah selama satu masa haid, bukan tiga masa haid. Ini berdasarkan pengertian tekstual dari hadits Ibnu Abbas r.a yang telah disebutkan di atas. Ini merupakan pendapat mazhab Hanafi yang berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama (jumhur). [Syahida.com/ANW]

1 Ini merupakan pendapat Umar r.a dan Ali r.a. Pendapat ini juga didukung oleh Ibnul Qayyim, As-Shan’ani dan Asy-Syaukani

2 Diriwayatkan oleh Bukhari, No. 5286.

==

Sumber: Kitab Fiqih Sunah untuk Wanita, Oleh: Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Penerjemah: Asep Sobari, Lc., Penerbit: Al I’tishom

Share this post

PinIt
scroll to top