Jangan Kamu Jadi Orang Kikir, dan Jangan Terlalu Berlebihan dalam Berinfaq

Ilustrasi. (Foto: vibiznews.com)

Ilustrasi. (Foto: vibiznews.com)

Syahida.com – “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Israa: 29-39)

Firman Allah SWT di atas mengandung perintah untuk hidup hemat, celaan Allah terhadap sifat kikir dan pelit, serta larangan-Nya dari sikap berlebihan dalam membelanjakan harta.

Firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu.” Maksudnya, janganlah kamu menjadi orang yang kikir, tidak mau memberikan apapun kepada orang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi -semoga Allah mengutuk mereka- “Tangan Allah terbelenggu.” Mereka menisbatkan sifat pelit dan kikir kepada-Nya. Mahasuci Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi.

Adapun firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya.” Maksudnya, janganlah kamu terlalu berlebihan (boros) dalam berinfaq, sehingga kamu membelanjakan harta melebihi kemampuanmu, atau mengeluarkan harta yang lebih besar daripada pendapatanmu yang kamu peroleh.

Karena (kekikiran) itulah kamu menjadi tercela dan (karena terlalu boros) kamu akan menyesal. Maksudnya, apabila kamu berlaku bakhil (kikir), niscaya manusia akan mencela dan menghinamu. Mereka merasa tidak butuh lagi terhadapmu. Dan jika kamu memberi dengan sesuatu yang melebihi kemampuanmu, maka hartamu akan habis, tidak memiliki apa pun, sehingga kamu akan lumpuh dan kepayahan, seperti hasiir. Istilah hasiir biasa dikenakan terhadap binatang yang tidak sanggup lagi untuk berjalan, sehingga berhenti dalam keadaan lemah.

Demikianlah penafsiran yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid dan yang lainnya.

Diriwayatkan dari Abuz Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah r.a, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

“Perumpamaan orang yang bakhil (kikir) dan orang yang munafiq (membelanjakan hartanya di jalan yang diridhai Allah), bagaikan dua orang laki-laki yang mengenakan baju besi untuk menutupi bagian dari dada hingga ke tulang selangkanya. Orang yang munafiq tidak membelanjakan hartanya kecuali untuk baju besi yang menutupi kulitnya, sehingga dapat menutupi jari-jarinya dan menghilangkan jejak kaki bekas ia berjalan. Sedangkan orang yang kikir, ia tidak mau membelanjakan sesuatu pun kecuali sekedar baju besi yang melekat dan terlalu sempit bagi tubuhnya, sehingga ketika ia merasa terhimpit oleh baju besinya, ia pun berusaha membuatnya lebih lebar, namun baju besi itu sedikit pun tidak melebar.” [Artinya orang yang dermawan itu jika ia berinfaq di jalan yang diridhai Allah, hatinya senang dan ikhlas melakukannya. Sebaliknya orang bakhil dalam kondisi yang sama ia akan merasakan kesempitan dalam dadanya]. Ini lafazh milik al-Bukhari dalam kitab az-Zakaah.



Dalam ash-Shahiihain dari jalur Mu’awiyah bin Abu Muzarrid dari Sa’ide bin Yasar dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidak ada pagi yang dilewati oleh hamba, melainkan ada dua Malaikat turun dari langit. Yang satu berdoa, ‘Ya Allah berikanlah ganti untuk orang yang membelanjakan hartanya (di jalan Allah).’ Sedangkan yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kerusakan (kerugian) kepada orang yang tidak membelanjakan hartanya (di jalan Allah)..”

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a secara marfu’:

Harta tidak akan berkurang dikarenakan shadaqah. Tidaklah Allah menambahkan (sesuatu kepada) seorang hamba yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan barangsiapa yang tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, maka Allah pasti akan meninggikan (derajat)nya.”

Sementara disebutkan pada hadits Ibnu Katsir dari ‘Abdullah bin ‘Umar secara marfu’:

“Jauhilah sifat pelit, karena sesungguhnya sifat kikir-lah yang telah membinasakan orang-orang sebelum kamu. Kekikiran menyeret mereka untuk zhalim, maka mereka pun menjadi zhalim. Kekikiran menyeret mereka untuk memutuskan hubungan silaturrahim, maka mereka pun memutuskannya, dan kekikiran pun menyeret mereka untuk berbuat dosa, dan mereka pun melakukannya.”

Firman Allah SWT, “Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.” Ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT-lah yang Maha Memberi rizki, Maha menyempitkan dan Maha Melapangkan rizki. Dia-lah yang mengatur ciptaan-Nya dengan apa yang Dia kehendaki. Ada yang Dia jadikan kaya dan ada pula yang Dia jadikan jatuh miskin. Semua itu berdasarkan kebijaksanaan-Nya. Karena itu Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya,” siapa yang berhak dijadikan orang kaya, dan siapa yang berhak menjadi orang miskin. Namun, kadang-kadang ada juga kekayaan yang Allah berikan kepada seseorang hanya sebagai istidraj dari-Nya. Istidraj adalah menarik seseorang ke dalam kebinasaan sedikit demi sedikit tanpa disadarinya. Hal ini disebabkan karena jika mereka diberi kenikmatan maka tidak bersyukur, dan jika berbuat dosa mereka lupa istighfar. Di saat kelalaian mereka memuncak, maka Allah akan mendatangkan siksa-Nya.

Dan kadang-kadang ada pula kefakiran  yang merupakan siksaan. Semoga Allah melindungi kita dari dua hal ini (kekayaan yang merupakan istidraj dan kefakiran yang merupakan siksaan). [Syahida.com/ANW]

==

Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 5, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Share this post

PinIt
scroll to top