Bermegah-Megahan Telah Melalaikan Kamu, Sampai Kamu Masuk ke dalam Kubur

Ilustrasi.

Ilustrasi.

Syahida.com

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takaatsur (102): 1-2)

Al Qurtubi berkata, “Yakni bermegah-megahan telah menyibukkan kalian dari ketaatan kepada Allah dengan banyaknya harta serta menghitungnya hingga kalian mati dan ditanam di dalam kubur.” Ada yang mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan “Al Haakum,” yakni, melupakan kamu. “At-Takatsur” harta benda dan anak-anak. Ini adalah perkataan Ibnu Abbas dan Hasan. Qatadah berkata, “yakni berbangga diri akan suku dan keluarga.” Adh-Dhahhak berkata, “yakni kesibukanmu terhadap urusan kehidupan suami dan perdagangan telah melalaikanmu.” Muqatil, Qatadah dan lain-lain berkata, “Bahwasanya ayat ini diturunkan kepada orang Yahudi, ketika mereka mengatakan, “kami lebih banyak daripada bani fulan dan bani fulan lebih banyak dari bani fulan, “mereka dilalaikan oleh hal tersebut, hingga mereka mati dalam kesesatan.”

Ibnu Abbas, Muqatil dan Al Kalbi berkata, “Ayat ini turun pada dua kampung dari suku Qurais, yakni bani Abdu Manaf dan bani Sahm. Mereka saling bermusuhan dan berlomba-lomba memperbanyak kedudukan dan keutamaan di dalam Islam. Maka setiap individu dari mereka berkata, “kami paling banyak pemimpin, paling mulia, serta paling banyak jumlahnya, dan paling banyak pengikutnya.” Bani Abdu Manaf melebihi bani Sahm. Lalu banyak dari bani Manaf yang mati hingga mereka dikalahkan oleh bani Sahm, lalu turunlah ayat, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” dengan sebab orang-orang hidup di antara kalian dan kalian tidak rela sampai kalian masuk ke dalam kubur dengan berbangga-bangga terhadap orang-orang yang telah mati.”

Dari Qatadah diceritakan, mereka berkata, “Kami lebih banyak dari bani fulan dan kami lebih siap dari bani fulan.” Mereka setiap hari saling menjatuhkan hingga orang paling akhir dari mereka. Demi Allah, mereka senantiasa seperti itu, hingga mereka semua menjadi penghuni kubur.”

Al Qurtubi berkata, “Aku berpendapat bahwasanya ayat ini berbicara meliputi secara umum, baik apa yang telah disebutkan dan selainnya.” Di dalam shahih Muslim dari Mutarrif dari ayahnya, ia berkata, “Aku mendatangi Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan beliau membaca, “Al Haakumuttakatsur.” Lalu beliau bersabda, “Anak Adam berkata: hartaku, hartaku. Apakah engkau memiliki harta wahai anak Adam kecuali apa yang engkau makan dan telah kau habiskan, apa yang engkau pakai dan telah engkau rusakkan, atau apa yang engkau sedekahkan dan telah kau hilangkan. Adapun selain itu, maka ia akan pergi dan menjadi warisan manusia.” (Shahih: HR. Muslim). Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sekiranya anak adam memiliki segunung emas, maka ia akan menginginkan lagi dua gunung emas, tidak ada yang akan memenuhi mulutnya kecuali tanah. Dan Allah akan mengampuni orang-orang yang bertobat.” (Shahih: HR. Bukhari dan Muslim). Tsabit berkata, dari Anas  dari Ubai, “Kami senantiasa melihat hal tersebut dari Al Qur’an hingga turun “Al Haakumutttakaatsur.” Ibnul Arabi berkata, ini adalah nash yang shahih lagi bagus yang terlalaikan oleh para ahli tafsir. Segala puji bagi Allah atas pengetahuan tersebut.

Ibnu Abbas berkata, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca ayat, “Al Haakumuttakatsur.” Attakatsur adalah harta yang dikumpulkan yang bukan miliknya serta ia menahannya pada yang berhak dan menyimpannya di kantung penyimpanan. Dari Abu Malik Al Asy’ari bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Empat perkara pada umatku yang merupakan budaya jahiliyah yang masih melekat, Membanggakan kebesaran leluhur, mencela keturunan, menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang dan meratapi orang mati.” Lalu beliau bersabda, “Wanita yang meratapi orang mati, apabila belum bertobat sebelum meninggal, akan dibangkitkan pada hari kiamat dan dikenakan kepadanya pakaian yang berlumuran cairan tembaga serta mantel dari neraka.” (Shahih: HR. Ahmad dan asalnya dari Muslim).



Adapun yang dimaksud dengan membanggakan kebesaran leluhur, yakni berbangga diri dengan kebesaran nenek moyang dan merasa agung akan kedudukan, peninggalan serta keutamaan nenek moyang. Ini adalah kebodohan yang sangat besar, karena tidak ada kemuliaan kecuali dengan takwa sebagaimana firman Allah, “Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun, tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh.” (QS. Saba’ (34): 37). Juga firman-Nya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat (49): 13).

Maka manusia itu ada yang termasuk  golongan mu’min yang bertakwa dan ada juga yang tergolong fasik (fajir) lagi celaka. Mereka semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Agar supaya orang-orang melepaskan bersombong diri dengan kaum-kaum mereka. Sesungguhnya mereka adalah bara dari bara Jahannam atau mereka akan lebih rendah di hadapan Allah daripada ja’lan (sejenis binatang berduri) yang menghilangkan kotoran dengan hidungnya.[Syahida.com/ANW]

==

Sumber: Kitab Popularitas di Mata Orang-orang Bertaqwa, Karya: Said Abdul Azhim, Penerjemah: Andi Arli S.Ag., Penerbit: Pustaka Azzam

Share this post

PinIt
scroll to top