Aborsi Janin dari Hasil Pemerkosaan

Ilustrasi. (kebidanan.org)

Ilustrasi. (kebidanan.org)

Syahida.com –  Problematika aborsi janin dari hasil pemerkosaan merupakan problematika penting yang sangat menyibukkan pikiran banyak orang dimana pun dan kapan pun. Sebagian orang ada yang melihat masalah ini dengan sebelah mata dengan tidak menganggapnya sebagai manusia normal karena berasal dari hubungan yang merusak kehormatan wanita. Sebab menurut mereka, jika janin itu hidup, maka keberadaannya akan menimbulkan kebencian dan dendam masyarakat kepada pelakunya, terutama dalam masyarakat yang lemah dalam melindungi anak-anak perempuannya. Masalah ini menjadi semakin penting di masa sekarang,  yang mana pemerkosaan sangat merajalela terutama di negara-negara yang terlibat dalam perang saudara seperti Iraq, sebagai upaya merendahkan martabat musuh. Sama seperti yang terjadi kepada wanita-wanita muslimah di Boznia Herzegovina dan Kosova yang dilakukan oleh tentara Serbia dan Kroasia, dan di Kashmir yang dilakukan oleh tentara India, dan di Eritria yang dilakukan oleh personal petinggi suku.

Aborsi hukumnya haram dan dilarang sejak terjadinya pembuahan atau bertemunya sel sperma lai-laki dengan sel telur perempuan, lalu dari keduanya tumbuh makhluk baru dan berdiam, serta berkembang di dalam rahim.

Makhluk yang hidup di rahim ini harus dihormati, sekalipun berasal dari hubungan haram seperti perzinaan. Rasulullah pernah memerintahkan kepada wanita Al Ghamidi yang mengaku berzina dan wajib dirajam, agar dibiarkan hidup hingga melahirkan bayinya, kemudian setelah itu diperintah untuk dibiarkan hingga anaknya telah disapih dari susuannya.

Pendapat inilah yang dipilih untuk difatwakan dalam keadaan biasa, sekalipun memang ada sebagian fuqaha’ yang memperbolehkan aborsi jika belum berlalu empat puluh hari dari masa kehamilannya, sesuai dengan riwayat yang shahih bahwa roh telah ditiupkan ke dalam tubuh janin setelah empat puluh dua hari atau empat puluh hari.

Adapun sebagian fuqaha’ yang memperketat masalah ini dan melarang aborsi sekalipun satu hari dari masa kehamilannya. Bahkan ada juga yang mengharamkan tindakan orang yang tidak mau hamil karena disengaja dengan dilakukannya pencegahan baik oleh suami maupun istri, atau keduanya. Mereka berdalil dengan sebagian hadits yang menyebut azal sebagai pembunuhan secara sembunyi-sembunyi. Karena itu, tidak diragukan lagi bahwa aborsi setelah hamil hukumnya haram.

Orang yang mengatakan bahwa sel telur telah menjadi manusia sejak bertemu dengan sel sperma adalah kata kiasan. Karena pada kenyataannya tidak demikian, melainkan masih berupa proyek penciptaan manusia. Memang benar, sel sperma dan sel telur mengandung unsur yang hidup, akan tetapi hidup sendiri memiliki bebrapa tahapan dan tingkatan. Sel sperma sendiri membawa kehidupan, dan sel telur sebelum dibuahi juga membawa kehidupan. Akan tetapi keduanya bukan kehidupan manusia yang segala tindakannya terkait hukum.

Oleh karena itu, rukhshah yang memperbolehkan aborsi terkait dengan keadaan udzur yang dibenarkan oleh syariat Islam yang kadarnya diketahui oleh para dokter dan cendekiawan. Selain dalam keadaan itu, aborsi tetap dilarang.

Saya ingin tegaskan bahwa para wanita itu adalah saudari-saudari dan anak-anak perempuan kita. Mereka tidak berdosa atas peristiwa kehamilan dari hasil pemerkosaan yang mereka alami, selama mereka menolak dan melawannya, kemudian diancam dan tidak berdaya di bawah tekanan tenaga laki-laki yang kuat. Apa yang dapat dilakukan oleh wanita tawanan dihadapan tentara kejam dan bersenjata yang memperkosanya? Sementara pada saat itu orang yang memperkosanya lupa Tuhan dan tidak kasihan kepada sesama makhluk?



Allah telah mengampuni dosa orang yang dipaksa, bahkan ketika pemaksaan itu lebih dari sekedar zina, yaitu dipaksa berbuat kekufuran dan mengucapkan kalimat yang menyebabkan kafir. Allah berfirman, “Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” (An-Nahl: 106)   

Bahkan wanita yang mendapatkan cobaan itu mendapatkan pahala atas kesabarannya, jika dia masih berpegang teguh kepada ajaran Islam dengan cobaan yang dideritanya. Ada harapan baginya untuk mendapat balasan yang baik di sisi Allah atas penganiayaan yang dilakukan terhadap diri mereka. Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang tertimpa musibah, cobaan, kesusahan, kesedihan, penganiayaan, juga masalah, hingga duri yang menusuknya kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya dengan itu semua.” [syahida.com]

Sumber : Kitab Wanita dalam Fiqih, DR Yusuf Qardhawi 

Share this post

PinIt
scroll to top