Jati Diri yang Asing   

 

Ilustrasi. (Foto : indonesiabim.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto : indonesiabim.blogspot.com)

Syahida.com – Di antara manusia ada yang bersama kaum muslimin dengan bersama mereka dengan tempat tinggal dan negeri, tapi tidak bersama mereka dalam keyakinan agama. Pada zahirnya, memiliki komitmen bersama mereka tapi dalam batinnya ternyata keyakinan agamanya berubah, nuraninya lemah, dan kehendaknya tak terpedaya. Dia merasa kagum terhadap orang asing dan terpikat dengan orang kafir. Rajin ke masjid hanya saat dia masih kecil dan hubungannya dengan mushaf Al-Qur’an hanya saat belajar di bangku Ibtida’iyah. Kemudian dia pergi ke barat, kepergian yang mampu mengembalikan otaknya, menggoyahkan jati dirinya, dan mengalahkan jiwanya,

“Jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga).” (Al-A’raf [7]: 176)

Jika berbicara, dia menggunakan bahasa asing, sering mengulang-ulangi nama-nama asing, Dikart, Kant, Shakshepeer, dan Victor Hygo. Jika bercerita kepada kami, dia menyebutkan kisah kepergiannya ke London, Paris, dan Los Anggeles. Kesaksian terbesarnya adalah bahwasanya dia muslim dalam menetapkan jati diri yang dibawanya. Namun begitu mendengar adzan, tidak membuat satu rambutnya pun bergerak dan tidak membuatnya sedikit pun beringsut untuk memenuhi panggilan adzan,

“Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan mereka, tentu Dia jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka berpaling, sedang mereka memalingkan diri.” (Al-Anfal [8]: 23)

Dia membela setiap orang asing dan tidak menerima satu penolakan dan penilaian tentang mereka, dia membenarkan berbagai perilaku mereka, gerak-gerik dan perkataan-perkataan mereka mengangumkannya, sejarah mereka menggertarkannya, dia mati dalam kecintaan kepada mereka, tetapi dia tidak mengambil dari mereka kecuali hanya kulit, tidak mengikuti jejak mereka dalam pengeksplorasian pabrik, tidak pula dalam penemuan ilmiah, dan kemajuan materi, dia tidak memasuki dunia kerja mereka yang produktif dan kreatif, tapi dia hanya berhenti di depan pintu,

“Sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua.” (Al-Kahfi [18]: 18)

[Syahida.com]



 Sumber: buku DEMI MASA! (Dr. ‘Aidh Abdullah)

Share this post

PinIt
scroll to top