Sebuah Kisah Nyata: Aku Sangat Menderita Saat Suami Melarangku Berjilbab

Ilustrasi. (Foto : ailehayati.com)

Ilustrasi. (Foto : ailehayati.com)

Syahida.com – Aku memakai jilbab sejak tahun tujuh puluhan, pada saat masyarakat meremehkan jilbab dan memandangnya sebagai salah satu simbol keterbelakangan. Pada saat itu aku menanyakan pendapat suamiku tentang jilbab, aku berharap dia akan gembira atas hidayah yang telah Allah Subhanahu  wa Ta’ala berikan kepadaku.

Tetapi reaksinya sangat mengejutkanku. Ia berkata-kata dengan ucapan yang sangat keras sambil mengancamku. Ia meminta pembahasan tentang tema itu segera ditutup dan tidak dibuka lagi. Bahkan ia mengatakan, “Bagaimana kalau sekarang engkau berkreasi untuk mengatasi kepenatan yang kau rasakan dalam dirimu. Aku yakin wanita-wanita tetangga yang biasa duduk-duduk saja di rumah telah mempengaruhi dirimu, atau barangkali ada seorang teman wanitamu yang mempengaruhi pola pikirmu.”

Aku tidak tahan menghadapi benturan pemikiran itu. Lalu aku menangis terisak-isak sejadi-jadinya yang sebelumnya aku tidak pernah menangis seperti itu sejak aku masih sebagai bocah kecil sekalipun. Pada saat itu aku menangis sejadi-jadinya padahal aku sudah menjadi ibu dari tiga orang anak. Lalu aku berupaya dengan segala cara dan kelembutan yang aku miliki untuk menjelaskan kepadanya betapa dahsyat siksa Allah kepada wanita yang meremehkan ajaran Islam, tidak mau memakai jilbab. Tetapi ia tetap bersikeras membela pendapatnya. Lalu aku memuji Allah dan memohon kepada-Nya agar memberikan petunjuk kepada suamiku. Suamiku menolak membahas masalah jilbab dan mengancam akan menceraikanku.

Alhamdulillah, pada saat itu aku masih dapat bersabar. Aku menghadap Allah yang tidak akan mengusir hamba yang meminta kepada-Nya, apalagi permintaanku itu adalah untuk mencari keridhaan-Nya. Aku tidak berputus asa karena aku yakin Allah bersamaku. Aku tidak ingin membuat suamiku marah dan membuat Allah murka kepadaku. Mencari keridhaan Allah bagiku jauh lebih penting daripada mencari keridhaan suamiku.

Aku selalu berusaha dan berdoa kepada Allah Subhanahu  wa Ta’ala di waktu azan dan di waktu Subuh dengan tidak berputus asa. Aku merasakan Allah bersamaku dan Dia pasti akan menolongku. Waktu demi waktu berlalu dan aku selalu berharap kepada suamiku agar mau memperbolehkanku mengenakan jilbab. Tetapi jawabannya selalu sama, “Tidak, aku tidak akan mengizinkanmu.”

Pada suatu waktu keluarga kami mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu terjadi perdebatan mengenai kebenaran perkataan seorang wanita yang bekerja dengan suamiku. Suamiku menegaskan, “Tidak mungkin wanita itu berbohong karena ia adalah wanita terhormat yang taat menjalankan perintah agama juga memakai jilbab dan busana yang syar’i.”

Aku berdiri di hadapannya seraya berkata, “Ulangi ucapanmu tadi!”

Ia terkejut dengan permintaanku lalu mengulangi kembali ucapannya. Aku berkata kepadanya, “Yang engkau ucapkan itu adalah sebuah kebenaran. Engkau katakan bahwa wanita itu adalah wanita terhormat yang memakai jilbab. Lalu mengapa engkau tidak mau melihatku memakai jilbab dan menjadi wanita yang terhormat? Apakah engkau tidak ingin mencari keridhaan Allah dengan cara mengizinkanku memakai jilbab?”



Subhanallah, ia tidak mau berpikir sedikit pun, ia hanya menjawab, “Bertawakallah kepada Allah!”

Aku menghadap Allah dan memuji-Nya sambil bersujud. Aku tidak kuasa menahan deraian air mata, lalu aku masuk ke dalam kamar untuk memakai jilbab dan busana Muslimah yang lebar, kemudian aku keluar untuk makan malam bersama. Pada kesempatan itu hadir seluruh keluarga dan beberapa kenalan.

Ketika keluar dari kamar aku kembali menghadapi ujian dari Allah Subhanahu  wa Ta’ala mereka semua menertawakanku serta mengejek  penampilanku. Dari mereka ada yang mengomentari busanaku yang lebar menutupi seluruh tubuhku.

Mereka berkata, “Mengapa engkau tutupi tubuhmu yang sangat indah padahal engkau masih muda?”

Ada juga yang berkata, “Bagaimana engkau bisa merasa puas dengan memakai jilbab, padahal jilbab itu adalah pakaian kuno yang tidak sesuai lagi dengan masyarakat kita sekarang, lagi pula engkau masih muda?”

Aku tidak memperdulikan perkataan mereka, aku berdoa di dalam hati kecilku semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka sebagaimana Dia telah memberikan hidayah kepadaku. tetapi sangat disayangkan, sikap mereka terhadapku berubah, mereka terus-menerus mengejek busanaku sampai pada akhirnya mereka terbiasa melihat penampilan baruku itu lalu mereka semua mengormatiku. Semua ini merupakan karunia dari Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun.

Itu semua terjadi pada tahun tujuh puluhan di mana masyarakat pada saat itu tidak menyadari betapa pentingnya memakai busana yang Syar’i. Segala puji bagi Allah yang telah menyadarkan kita dari kejahilan.

Aku juga bersyukur kepada Allah yang telah memberikan petunujuk kepada suamiku sebelum ia wafat.

Aku juga bersyukur kepada Allah yang telah memberikan hidayah kepada keluargaku, khususnya orang-orang yang dahulu mengejekku lantaran aku memakai jilbab. Pada akhirnya mereka semua yang memberikan ‘izzah (kemuliaan) bagi setiap wanita muslimah.

Segala puji bagi Allah, berkat karunia-Nya segala amal saleh dapat terlaksana dengan baik.

Aku memohon kepada-Nya agar mempertemukan kami kembali di taman surga. Amin.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Rahmat dan kesejahteraan semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul yang paling mulia, juga kepada orang-orang yang setia mengikuti ajaran Islam yang dibawa beliau sampai hari akhir nanti. [Syahida.com]

Sumber: Jilbabku Pesonaku, Dr. Muhammad Fahd ats-Tsuwaini 

Share this post

PinIt
scroll to top