Sukses : Seberapa Besar Kekuatan Mimpi Anda Diwujudkan

Advertisement

Ilustrasi. (Foto : ctrl-alt-success.com)

Syahida.com – Sukses! Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar atau melihat kata sukses. Apa yang Anda bayangkan ketika menjadi orang yang sukses? Apa yang kita lakukan ketika menjadi orang yang sukses? Apakah sukses berarti mempunyai uang banyak, memiliki banyak istri, rumah mewah, memiliki banyak perusahaan yang tersebar dimana-mana atau seperti falsafah beberapa orang, “Ketika muda berfoya-foya, tua tekun beribadah, dan ketika mati masuk surga”. Semua itu terserah kita. Apa yang dipikirkan atau dibayangkan bagi sebagian orang mungkin hanyalah sebuah mimpi dan bagi sebagian yang lain adalah sebuah kenyataan yang ada di depan mata atau mungkin telah ada di dalam genggaman tangan.

Apapun keadaan Anda saat ini, mari kita kaji lebih dalam bagaimana perjalanan orang-orang yang sukses dalam meraih atau mencapai kesuksesannya. Walaupun kesuksesan orang itu baru diukur sebatas sukses di dunia, namun kita tidak dapat mengetahui apakah mereka juga akan sukses di akhirat nanti.

Kalau kita ingin tahu, ternyata orang-orang yang kita lihat sekarang ini sebagai orang-orang besar dan sukses ternyata adalah orang-orang yang dahulu memiliki sebuah mimpi besar dalam kehidupannya. Kekuatan mimpilah yang menggerakkan hasrat mereka dalam mewujudkan apa yang menjadi impiannya. Kalau dilihat kembali ternyata mimpi-mimpi yang mereka miliki adalah mimpi yang besar, sehingga hasil yang mereka rasakan dan kita lihat juga sebuah hasil yang besar.

Mimpi adalah sumber motivasi yang dapat menggerakkan seseorang menjadi orang besar dan sukses. Mimpi juga merupakan  sebuah tujuan yang ingin dicapai. Orang-orang yang tidak memiliki mimpi besar jangan berharap untuk menjadi orang sukses. Ketika tidak memiliki mimpi bisa dikatakan ia seperti orang yang tidak memiliki tujuan, maka jangan berharap untuk bisa sampai.

Mimpi bagi sebagian besar orang dianggap hanya sebagai bunga tidur dan apabila kita terbangun dari tidur kita maka lenyaplah mimpi itu. Bagi sebagian yang lain dalam pengertian yang berbeda, mimpi merupakan sesuatu hal yang sia-sia, omong kosong dan membuang waktu yang kita miliki.

Kalau kita lihat sejarah semua itu diawali dari sebuah mimpi. Rasulullah dalam perang Khandak ketika kaum muslimin sedang terkepung dari segala penjuru oleh kafri Quraisy di Madinah, dalam sebuah sabdanya mengatakan bahwa Romawi akan jatuh ke tangan kaum Muslimin dan Persia akan jatuh pula ke tangan Muslim, dua negara yang disebutkan saat itu adalah dua negara super power di Barat dan Timur. Padahal kondisi kaum Muslimin saat itu sedang terkepung oleh kaum kafir dan Yahudi di kota Madinah tapi Rasulullah membangkitkan harapan dan semangat kaum Muslimin dengan impian yang berasal dari wahyu, dan sejarah mencatat hal itu terbukti di kemudian hari.

Orang-orang besar dan sukses memiliki mimpi yang menggerakkan mereka untuk meraihnya. Kalau bukan karena mimpinya tidak akan mungkin seorang Aa Gym dengan Daruut Tauhidnya bermula dari sebuah konntrakan berukuran kecil dapat berkembang hingga saat ini memiliki aset senilai 1,7 miliar rupiah. Bagaimana pula Puspo Wardoyo dapat mengembangkan usaha ayam bakarnya hingga mendapatkan penghargaan dari mantan Presiden Megawati Soekarno Putri? Bagaimana seorang Purdi E Candra yang nota bene adalah seorang mahasiswa drop out dapat membangun bisnis pendidikan yang kini cukup terkenal? Kalau bukan karena mimpinya untuk membangun sebuah farmasi Islam bagaimana mungkin seorang Tn Haji Ismail bin Haji Ahmad dapat sukses dengan HPA (Herba Penawar Al-Wahida)-nya? Bagaimana Fir’aun (terlepas dari pembangkangannya terhadap Allah dengan mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan) dapat membangun sebuah piramida yang begitu besar yang mungkin bagi kita menjadi suatu hal yang mustahil terjadi.

Mungkin sekarang dalam pikiran kita tersimpan berbagai macam mimpi tentang kehidupan yang akan datang. Tentang sebuah kesuksesan yang kita cita-citakan, tentang keinginan-keinginan yang selalu bergelora di dalam dada. Atau bisa jadi pada saat ini kita sudah bergaya atau bertingkah seolah-olah sudah seperti apa yang kita impikan dahulu.



Akan tetapi masalahnya tidak hanya sebatas seberapa banyak dan sesering apa kita bermimpi atau memiliki mimpi untuk segera diwujudkan. Akan tetapi apakah mimpi yang kita miliki adalah sebuah mimpi yang cukup realistis untuk diwujudkan dan seberapa besar kekuatan yang kita miliki untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang dimiliki.

Kedua hal ini sangat berkaitan erat dan sangat menentukan apakah mimpi itu dapat segera diwujudkan atau tidak. Kita harus sama-sama menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa tidak cukup hanya kita inginkan. Kita juga harus memiliki dan menakar seberapa besar mimpi tersebut dapat diwujudkan dan seberapa besar kekuatan yang kita miliki untuk mewujudkan mimpi kita tersebut, sehingga tentu saja kita sepakat bahwa kita sama-sama tidak ingin dikatakan oleh orang lain sebagai orang yang ‘sedang bermimpi di siang bolong’ atau orang-orang yang ‘kerjanya cuma mimpi doang, ga ada yang kongkrit’. Kita harus benar-benar memahami bahwa ada sebuah syarat tertentu yang mengikuti mimpi kita agar dapat terwujud menjadi sebuah kenyataan.

Syarat yang paling tua untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita itu adalah apakah mimpi yang kita miliki adalah sebauh mimpi yang realistis. Seperti yang dituliskan di dalam buku Kecerdasan Milyuner, disebutkan sebuah definisi tentang sesuatu hal yang disebut dengan kecerdasan aspirasi atau kecerdasan mimpi. Di dalam buku itu dituliskan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan aspirasi adalah sebuah kecerdasan manusia dalam mengenali dan mengelola mimpinya. Mengenali mimpi yang kita miliki seperti yang disebutkan di dalam pengertian tersebut merupakan sebuah syarat apakah mimpi yang kita miliki realistis tidak. Ataukah hanya sekedar pepesan kosong tanpa bukti. Oleh karena itu, kita harus mampu mengenali mimpi atau keinginan kita dengan sangat jelas dan spesifik.

Hal itu tersebut akan dapat kita temui pada orang-orang yang mempunyai keinginan yang jelas dan spesifik dalam hidupnya. Misalnya, kita harus mampu mengenali mimpi atau keinginan kita dengan sangat jelas dan spesifik dalam hidupnya. Misalnya, ketika kita bertanya kepada seorang anak tentang keinginannya. Ketika ia hanya menjawab “saya ingin makan”, berarti anak  tersebut memiliku kecerdasan aspirasi yang rendah. Akan tetapi ketika anak tersebut menjawab “saya ingin makan mie”, maka anak tersebut memiliki kecerdasa aspirasi yang tinggi karena ia dapat menyebutkan keinginannya secara jelas dan spesifik.

Mari kita lihat dalam diri kita masing-masing. Apakah kita memiliki syarat dari sebuah kecerdasan aspirasi yang tinggi dengan memiliki cita-cita atu keinginan yang jelas dan spesifik. Apakah cita-cita atau keinginan  kita hanya sekedar ingin menjadi orang kaya atau kita ingin memiliki gaji atau penghasilan 500 juta rupiah perbulan? Itu semua terserah pada diri kita. Sekali lagi marilah kita lihat diri kita tentang cita-cita atau keinginan yang kita miliki. Kalau memang ternyata kecerdasan aspirasi yang kita miliki rendah maka mau tidak mau sekarang juga kita harus sudah mulai membiasakan diri untuk memiliki keinginan yang jelas dan spesifik.

Ketika kita telah memiliki cita-cita atau keinginan yang cukup jelas dan spesifik maka diperlukan sebuah kekuatan. Kekuatan yang cukup besar, kekuatan yang dapat menggerakkan mimpi kita menjadi sebuah kenyataan. Artinya ada sebuah dorongan dan motivasi yang sangat menggelora di dalam dada ketika kita mengingat mimpi kita tersebut. Seakan-akan kita menerima sebuah kekuatan yang sangat besar dari mimpi, cita-cita dan keinginan kita.

Masalahnya adalah mimpi atau keinginan yang dapat menggerakkan kita bukanlah hanya sekedar mimpi yang biasa-biasa saja, bukan mimpi dalam pengertian lain yang hanya sekedar bunga tidur penghias tidur panjang kita.

Mimpi yang kita miliki haruslah sebuah mimpi yang sangat luar biasa. Suatu hal yang fantastis. Mimpi yang realistis dan mampu menggerakkan, membangkitkan hasrat, meningkatkan motivasi bahkan bergerak menjadi sebuah ambisi yang begitu berkobar-kobar.

Kekuatan untuk menggerakkan mimpi tersebut sangat berkeaitan dengan motivasi yang kita miliki. Motivasi sebagai jawaban mengapa kita bermimpi menjadi orang yang sukses.

Apa yang mendasari keinginan kita untuk menjadi orang yang sukses, memiliki banyak uang, hidup bahagia, dan lain sebagainya.

Hal tersebut hanyalah kita sendiri yang dapat menjawabnya. Bukan saya atau siapapun juga.

Orang-orang yang sukses menjadi seorang pemimpin dengan bekal kecerdasan aspirasinya biasanya menjadi seorang pemimpin visioner yang tidak hanya sekadar dapat merumuskan tujuan jangka pendek saja, akan tetapi juga dapat merumuskan tujuan jangka panjang dengan sangat jelas dan spesifik. Seperti Soekarno yang secara tegas mengatakan jauh-jauh hari sebelum kemerdekaan bahwa ia memiliki cita-cita suatu saat nanti Indonesia akan merdeka.

Begitu juga dengan Chung Ju-hyung, ia adalah seorang pendiri perusahaan pembuat mobil dengan merk Hyundai, perusahaan mobil terbesar, pionir perubahan dan perintis globalisasi di Korea Selatan.

Untuk lebih jelasnya mari kita simak kisah seorang Chung Ju-hyung yang kini bisa menjadi orang terkaya di Korea Selatan. Ia adalah seorang yang memiliki visi jangka panjang dengan sangat jelas dan spesifik ketika mengatakan bahwa kelak akan ada perusahaan berskala global di Korea Selatan.

Visinya tidak sekedar sebuah visi yang jelas dan spesifik, tetapi juga luar biasa, yang mungkin bagi sebagian orang menjadi suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan. Akan tetapi Chung Ju-Hyung, yang memiliki kecerdasan aspirasi yang tinggi, mampu menjadikan mimpinya tersebut menjadi sebuah motivasi. Hal itu juga yang menjadikan dirinya seseorang yang berambisi tinggi untuk mewajibkan mimpinya, Chung Ju-hyung juga berambisi menjadikan perusahaannya nomor satu di dunia.

“Kalau perusahaan maju, karyawan juga sejahtera dan kita membayar lebih banyak pajak yang bisa digunakan untuk masa depan negara dan masyarakt luas. Sebuah perusahaan kecil adalah milik pribadi seseorang. Ketika perusahaan menjadi besar, ia menjadi milik karyawannya dan ketika perusahaan itu berkembang lebih lanjut, ia menjadi milik masyarakat  dan merupakan kekayaan  negara”. Itulah yang disebut sebagai sebuah visi jangka panjang yang jelas dan gamblang diuraikannya menjadi lebih spesifik.

Chung Ju-hyung berasal dari sebuah keluarga miskin. Dilahirkan pada November 1915 di Asan-Ri, Songjon-myun, perfektur Tongchon, Kangwon-do, di daerah pegunungan yang terletak di bagian utara Korea. Orang tuanya adalah petani yang hidup miskin, meskipun orangtuanya masih keturunan Chung Mong-Ju, penyebar ajaran konfusis  yang terkemuka menjelang akhir era kerajaan di Korea.

Ia pernah belajar selama tiga tahun di sekolah kampung tempat kakeknya menjadi kepala sekolah. Di sini ia harus menghafal ajaran-ajaran konfusis yang ternyata sangat mempengaruhi hidupnya di kemudian hari dan menjadi falsafah perusahaannya.

Untuk menghidupi keluarganya, orangtua Ju-hyung bekerja dengan tekun sejak pagi buta hingga larut malam. Ju-hyung, seperti ayahnya, adalah putra sulung. Ia diharapkan bertanggungjawab mengasuh ketujuh adiknya kelak. Sejak usia 10 tahun, Ju-hyung kecil sudah kecil sudah harus bangun pukul 4 pagi. Dalam udara dingin, Ju-hyung harus berjalan 8 km menuju ladang dan bekerja di sana. Ayahnya bertekad menggemblengnya menjadi petani yang tangguh.

Ju-hyung bersekolah hingga amat tamat SD tahun 1931, walaupun menurut pengakuannya ia hampir tidak belajar apa-apa di sekolah karena kesibukannya membantu keluarga. Saat bekerja di ladang, ia sering bertanya-tanya dalam hati, “Apakah ia mau bertahan setiap hari membanting tulang dengan hasil yang tidak memadai seperti ini?” Ia harus keluar dari pola kehidupan keluarganya saat ini, begitulah tekad yang terpendam dari hati Ju-hyung yang memasuki usia remaja ini.

Sampai pada puncaknya ketika kampung halaman Ju-hyung memburuk akibat bencana alam, ia pun kabur dari rumahnya bersam temannya menuju Seol. Meskipun ketika sampai di Seoul temannya berubah pikiran dan kembali pulang ke kampung halamannya, namun Ju-hyung tetap pada pendiriannya. Impian untuk menjadi sukses menggerakkan jiwanya untuk tidak menyerah dan berani beradu nasib di Seoul. Ia melanjutkan perjalanan kembali menuju pelabuhan Inchon dengan bekal sedikit pinjaman dari temannya. Sesampainya di pelabuhan Inchon, Ju-hyung berkerja serabutan untuk bertahan hidup, menjadi kuli pelabuhan, hingga membawa barang penumpang ia jalani dengan tabah dan semangat pantang menyerah demi mewujudkan sebuah impian.

Karena tidak ada perubahan juga, ia kemudian mencoba mengadu nasib di Seoul. Untuk bekal sampai di Kota Seoul di dalam perjalanan ia sempat singgah di kota Sosha yang sedang  panen raya. Ia diminta untuk membantu memanen di sana. Dari hasil keringatnya bekerja selama sebulan, Ju-hyung mendapat bekal yang cukup untuk meneruskan perjalanan ke Seoul.

Tibalah ia di Seoul dan bekerja sebagai kuli dalam pembangunan Universitas Korea. Dalam masa ini ia terus berusaha mencari pekerjaan tetap. Ia pernah berkerja di pabrik gula kemudian keluar, hingga akhirnya menjadi pegawai di toko pertanian, dengan nama Firma Bokheung. Di toko pertanian ini, kehidupannya jauh lebih baik. Pekerjaannya mengantarkan barang dagangan ke pembeli dan untuk itu ia mendapat imbalan makan sebanyak tiga kali sehari serta ½ karung beras setiap bulan, saat itu tahun 1934 dan umurnya belum genap dua puluh tahun.

Karakternya sebagai pekerja keras dan hangat berhasil memikat pelanggannya, berbeda sekali dengan anak majikannya yang pemalas. Berkat karakternya ini, majikannya memberikan kepercayaan kepada Ju-hyung untuk mengelola toko. Kehidupan Ju-hyung pun semakin membaik. Dari hasil kerja kerasnya, ia mampu membeli untuk keluarganya di Tongchon. Sampai suatu saat ia diminta pulang oleh keluarganya untuk suatu urusan. Sesampainya ia di kampung halaman, ternyata keluarganya bermaksud menjodohkan Ju-hyun dengan perempuan muda di kampungnya, Byun Joong-seok. Akhirnya Ju-hyung menikah dengan wanita tersebut.

Impian yang begitu kuat untuk diwujudkan membuat dada Ju-hyung muda ini kembali bergelora. Untuk mewujudkan impiannya itu, ia memutuskan kembali ke Seoul dan meninggalkan kampung halamannya. Begitu sampai di Seoul, Ju-hyung mengontrak rumah di kawasan Shintangdong dan mencari lokasi strategis yang menghadap ke jalan. Setelah menemukan lokasi yang tepat, ia membuka usaha mandiri untuk pertama kalinya. Ia membuka toko yang sama dengan toko tempat ia bekerja terakhir kali, toko hasil pertanian yang kemudian ia beri nama Firma Kyongil.

Baru dua tahun ia merintis toko sendiri, Jepang menyerbu Tiongkok. Untuk keperluan perang tentara Jepang, seluruh toko hasil bumi di daerah jajahan – terutama di Korea – disita tentara Jepang, dan tokonya ditutup. Ju-hyung kembali ke kampung halamannya.

Sampai di sini Ju-hyung tidak menyerah, impian yang begitu kuat membuat kepercayaan dirinya hidup kembali. Ju-hyung berpikir selama ini ia selalu berhasil dalam mengatasi segala kesulitan kalau berusaha dengan sungguh-sungguh. akhirnya, ia memutuskan kembali ke Seoul, namun ia masih trauma dengan usaha yang lama karena kondisi yang belum memungkinkan. Ia pun menjajaki kemungkinan membuka usaha lain. Ia membuka bengkel perbaikan kendaraan bermotor karena usaha ini modalnya kecil namun modal cepat kembali. Selain itu, orang Jepang di Korea tidak mau terlibat di dalam usaha “kotor” seperti itu.

Pada tahun 1940, ia mengambil alih manajemen bengkel “A-do Service”. Untuk keperluan pengambilalihan kepemilikan ini, ia harus mengeluarkan uang sebesar 5000 won. Dengan susah payah ia keluarkan dari tabungan yang dikumpulkannya selama ini dan meminjam dari pelanggannya. Namun kembali cobaan muncul untuk menguji impiannya itu. Baru lima hari ia membeli bengkel api melahap bengkelnya dan menghabiskan seluruh isinya.

Bagi Ju-hyung, api hanya mampu menghabiskan bengkelnya namun tidak impiannya. Walaupun tidak memiliki uang sepeser pun lagi, Ju-hyung kembali berhutang 3000 won kepada pelanggan lamanya. Ia kembali membuka bengkel “A-do Service”. Di tempat baru itu ia memperkerjakan 50 karyawan. Bengkel barunya ini pun tidak berjalan mulus. Polisi Jepang sering mendatangi bengkelnya karena usahanya tidak memiliki izin, namun berkat kecerdikannya bernegoisasi ia berhasil meneruskan usaha bengkelnya. Atas saran polisi Jepang, plang nama bengkel ia pindahkan ke tempat tersembunyi hingga polisi Jepang seolah-olah tidak melihatnya. Sejak saat itu, bengkelnya tidak pernah di datangi lagi oleh polisi Jepang dan dapat berkembang pesat.

Ketika persaingan bengkel semakin ketat, Ju-hyung menerapkan strategi pelayanan cepat. Walaupun strategi itu dibarengi dengan kenaikan tarif, namun pelanggan bengkel Ju-hyung tetap banyak bahkan bertambah. Pola strategi yang diterapkan Ju-hyung tepat pada saat itu. Semua bengkel memiliki pelayanan dan fasilitas yang sama, namun pemilik kendaraan rata-rata orang kaya yang menginginkan perbaikan dalam waktu cepat, walaupun tarifnya lebih tinggi tidak menjadi menjadi masalah bagi mereka. Bengkel Ju-hyung pun memperoleh laba yang tinggi pada saat itu. Strategi efisiensi seperti ini juga yang kemudian ia terapkan dalam manajemen perusahan Hyundai ketika menghadapi persaingan ketat dunia insdustri.

Kembali pukulan datang menghantam usahanya. Pada tahun 1941, imperialis Jepang memulai perang pasifik dan sebuah maklumat diterbitkan yang intinya mewajibkan seluruh usaha di rampingkan agar cocok menghadapi perang. Banyak perusahaan Korea harus merger dengan perusahaan Jepang. Pada tahun 1943, “A-Do Service” milik Ju-Hyung akhirnya dipaksa merger dengan perusahaan Jepang. Usaha yang dirintisnya selama tiga tahun dengan kerja keras seakan-akan runtuh dalam sehari.

Sebuah perusahaan kecil adalah milik pribadi seseorang. Ketika perusahaan menjadi besar, ia menjadi milik karyawannya dan ketika perusahaan itu berkembang lebih lanjut, ia menjadi milik masyarakat dan merupakan kekayaan negara.

Chung Ju-hyung                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

Namun bukan Ju-hyung jika harus menyerah pada keadaan. Ia pindah bisnis baru dengan modal yang diperoleh dari keuntungan usahanya yang lama. Ia membeli 30 truk kemudian menjalankan usaha transportasi. Truknya digunakan untuk mengangkut hasil pertambangan berupa biji emas ke pabrik pengolahan. Partner usahanya selalu merongrong usaha Ju-hyung sehingga pada Mei 1945 ia terpaksa menjual usahanya kepada pengusaha Jepang dengan harga hanya 50.000 won. Harga tersebut sebenarnya tidak sebanding dengan nilai usahanya pada saat itu.

Ju-Hyung kembali ke Seoul dan bergabung dengan teman lamanya di sebuah usaha peleburan logam sambil menunggu usaha baru.

Sejarah baru dimulai di Seoul. Ia dan temannya membeli tanah tepat di tengah kota. Ju-hyung memancangkan papan nama Hyundai Motor Industri Co dan Hyundai Auto repair works. Untuk pertama kalinya Ju-hyung memakai nama Hyundai yang artinya Modernistic, model baru.

Pada 1946, pasukan Amerika Serikat di tempatkan di Korea, lengkap dengan armada kendaraan dalam jumlah besar. Karena Ju-Hyung dengan Hyundainya sangat berpengalaman dalam memperbaiki kendaraan, ia pun mendapat kepercayaan dari pelanggannya, termasuk kendaraan perang AS. Kurang dari setahun bengkel reparasinya dengan bendera Hyundai berkembang pesat dan telah mempekerjakan 100 orang.

Untuk memperbesar usahanya, suatu hari Ju-hyung pergi ke balai kota untuk meminta pinjaman. Ia mendapat pinjaman satu juta won. Pada saat itu secara bersamaan ada yang mendapat pinjaman sebesar 10 juta won. Ju-hyung penasaran, ternyata ia mendapat jawaban bahwa perusahaan konstruksi jauh lebih menarik minat para investor daripada usaha perbengkelan.

Karena tertantang ingin mewujudkan impiannya menjadi “Raja di dunia Industri”, pada saat 25 Mei 1947 ia mendirikan perusaha konstruksi yang kelak menjadi perusahaan raksasa dunia. Ia mendirikan Hyundai Civil Engineering Co, di sebelah papan namanya yang lama.

Pada 15 Agustus 1948, Republik Korea berdiri dengan Lee Syng-man sebagai presiden. Januari 1950, Ju-hyung menggabungkan Hyundai Cil Engineering Co, dan Hyundai Motor Company menjadi Hyundai Engineering & Construction Co. Ltd, yang di kemudian hari menjadi cikal bakal Hyundai Enterprises Group. Saat Ju-hyung akan melakukan ekspansi berikutnya pada Juni tahun tersebut pecah Perang Korea. Korea Utara yang didukung kubu komunis berperang melawan Korea Selatan yang didukung AS. Hyundai Construction yang baru berumur 6 bulan pun akhirnya berantakan.

Chung Ju-hyung dan keluarganya mengungsi. Sebagai kepala keluarga, ia harus mengais-ngais dari bawah lagi. Saat mengantar koran-koran ke seorang politikus, ia mendapat kesempatan menyaksikan betapa pemimpin-pemimpin Republik Daehan (nama lain dari Korea) hidup bermewah-mewah padahal rakyat sedang sengasara pada waktu itu, hal ini membuatnya merasa kesal.

Pada 15 September 1950, tentara AS mendarat di Inchon Tentara negeri Paman Sam ini menggelar banyak proyek pembangunan. Adik Chung Ju-hyung, Chung In-hyung, menjadi juru bahasa Letnan McAllister. McAllister membutuhkan perusahaan konstruksi yang bisa dipercaya dan meminta informasi dari juru bahasanyan yang lantas merekomendasikan Chung Ju-hyung dengan Hyundai Construction Company-nya. Berkat pembangunan dok pelabuhan Inchon, Hyundai mendapat pengalaman mendasar dalam meraih proyek Internasional. Ini merupakan modal utamanya saat berkompetensi di masa mendatang di pasar Internasional.

Tahun 1952, Jenderal Eisenhower, pahlawan Perang Dunia ll yang kemudian menjadi Presiden AS, berkunjung ke Korea. Garnisun AS mempercayai Hyundai untuk membangun rumah tempat Jenderal itu menginap, dengan syarat WC-nya memakai kloset. Meskipun Chang Ju-hyung tidak tahu bagaimana rupanya water closhet, semuanya bisa diselesaikan hanya dalam waktu 15 hari.

Gencatan senjata ditandatangani antara Korea Utara dan Korea Selatan pada 27 Juli 1953 menarik sebagian tentaranya dari Korea. Setelah menderita 36 tahun di bawah aturan kolonial, Korea perlahan mendapat kemerdekaannya. Menghindari masuknya penjajah baru, Korea bertekad membangun perekonomian berdasarkan kekuatan dan sumber daya sendiri. Hyundai Construction mulai menerima tawaran dari dalam negeri.

Namun, saat itu inflasi menggila. Chung Ju-hyung menderita kerugian hebat dalam proyek pembangunan kembali Jembatan Gelyong di atas Sungai Nakdong. Harta yang selama ini ia kumpulkan, habis tertelan. Menanggapi kerugian tersebut, Ju-hyung yang tidak kenal menyerah berkata, “Ini bukan kerugian, tetapi cobaan baru.” Prinsipnya, saat itu yang terpenting ia berhasil mempertahankan reputasi bisnisnya walaupun ia memerlukan waktu 20 tahun untuk melunasi semua  hutang.

Kerugian itu menjadi pelajaran baginya dalam menghadapi inflasi, “Jangan bertelanjang kaki”, mengutip kata-kata mutiara dari buku kuno.

Tahun 1957, Hyundai mendapat kepercayaan kembali dalam sebuah proyek perbaikan pelabuhan Inchon. Perusahaan menghadapi kekurangan peralatan cukup besar. Chung Ju-hyung kemudian mengirim teknisi ke markas tentara AS untuk mencuri pandang peralatan bekas yang ada. Dari sana, dia membuat tiruan-nya untuk digunakan sendiri. Sejak itu, berbagai proyek di Korea ditangani Hyundai termasuk pembangunan jembatan Sungai Han pada September 1957. Hyundai pun menjadi salah satu dari lima perusahaan konstruksi terkemuka di Korea.

Hyundai Company tidak ragu-ragu belajar dari AS dan luar negeri. Karyawannya diharuskan belajar bahasa Inggris. Hyundai Company menjadi perusahaan konstruksi pertama di Korea yang merekrut para sarjana.

Kegagalan adalah proses pembelajaran

Setelah reformasi ekonomi digulirkan, menyusul pergantian pemerintahan yang menempatkan Park Chung Hee sebagai pemimpin Korea, terbitlah harapan baru di bidang ekonomi. Penanaman modal asing digalakkan. Teknologi tinggi diimpor. Korea ingin mengubah dirinya menjadi kekuatan industri modern yang bisa bersaing di pasar Internasional. Chang Ju-hyung merupakan salah satu perintis kemajuan ini. Untuk membangun sistem industri yang independen, bahan mentah harus disediakan oleh pasar dalam negeri.

Pada Juli 1962, pembangunan pabrik smen Danyang dimulai. Setiap Minggu malam, selama 2 tahun pembangunan, Ju-hyung datang ke lokasi proyek untuk melakukan  supervisi. Saat ia datang, para pekerja tampat giat bekerja. Maklum di belakangnya mereka menjuluki “Macan Buas” julukan lain bagi sifat majikan mereka, Ju-hyung. Suatu kali, ia ketiduran di kereta api sehingga baru turun di stasiun berikutnya. Akibatnya, ia datang terlambar 30 menit. Dia berhasil menangkap basah pekerjanya yang sedang bermalas-malasan dan tentu saja kena marah “Sang Macan”.

Akhirnya, pabrik semen itu rampung 6 bulan lebih cepat dari rencana semula. Pada Januari 1970, pabrik tersebut berubah menjadi Hyundai Cement Co. Ltd. Kehadirannya membuat Korea tidak perlu bergantung pada bahan konstruksi dari luar negeri. Semen “Cap Macan”-nya menguasai pasaran di Korea karena murah. Perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan penting dalam mendirikan jaringan tenaga penggerak industri, mulai dari panas bumi hingga nuklir.

Majunya industri Korea bukan tanpa kesulitan bagi para pengusaha. Mereka kekurangan dana, devisa dibatasi, dan pasar dalam negeri yang lesu. Satu-satunya jalan keluar adalah ikut persaingan Internasional.

Hyundai Construction Co. berhasil meriah kepercayaan di luar negeri. Proyek pertamanya adalah pembangunan jalan raya Pattaninarathiwat di Thailand. Dalam tendernya, Hyundai mengalahkan 29 perusahaan pesaing dari 16 negara, termasuk Jerman, Jepang, dan Prancis. Namun, siapa sangka proyek yang dibiayai pemerintahan Thailand itu berakhir dengan kegagalan. Hyundai mengalami kerugian besar sekali.

Soal kegagalan yang dialaminya, Ju-hyung mengatakan, “Kegagalan ini memberi kita pelajaran bahwa di luar negeri kita harus memecahkan masalah geologi dan meteorologi yang spesifik dulu sebelum mulai membangun. Selain itu, manusianya pun berbeda. Kita harus menyesuaikan diri dengan kondisi setempat. Pengalaman buruk harus diingat. Dengan mengingat kerugian dan kegagalan, kita bisa melakukan perbaikan. Ingat, mereka yang melupakan kesalahan masa lalu, akan gagal lagi dan gagal lagi.”

Impian Menjadi Perusahaan Otomotif Terbesar di Korea Terwujud

Belajar dari kerugian besar saat menggarap perbaikan jembatan Golyong dan pembangunan jalan raya di Thailand, Hyundai  berhasil meraup keuntungan dari proyek jalan raya lain di Thailand. Perusahaan ini kemudian mengerjakan proyek markas militer dan perumahan di Guam, proyek dam South Pacific Island, serta proyek Cam Ramh Bay di Vietnam. Seluruh proyek itu memberi pelajaran berharga mengenai sumber daya manusia dan keuangan bagi Hyundai untuk mengerjakan proyek jalan raya lain di Thailand. Perusahaan ini kemudian mengerjakan proyek markas militer dan perumahan di Guam, proyek dam South Pacifik Island, serta proyek Cam Ramh Bay di Vietnam. Seluruh proyek itu memberi pelajaran berharga mengenai sumber daya manusia dan keuangan bagi Hyundai untuk mengerjakan jalan bebas hambatan Seoul-Pusan pada tahun 1968.

Pekerjaan konstruksi jalan tol Seoul-Pusan dimulai 1 Februari 1968. Ju-hyung begitu bersemangat mengerjakan proyek ini, sampai-sampai ia menggotong tempat tidur ke lokasi proyek. Siang malam, tanpa kenal lelah, ia bekerja di sana. Pada masa itulah, untuk pertama kalinya ia menderita nyeri di tulang belakang dan tulang leher. Jalan raya sepanjang 428 km itu dibuka pada 27 Juni 1970.

Pada Desember 1966, 2 tahun sebelum pembangunan jalan bebas hambatan Seoul-Pusan dimulai, Hyundai Motor Company didirikan di Seoul. Sebelumnya, kendaraan bermotor di Korea banyak diimpor dari Jepang. Chung Ju-hyung punya alasan tersendiri dalam membangun industri kendaraan bermotor, “Kemakmuran suatu negara sangat erat kaitannya dengan perkembangan mobilitas dan fleksibilitasnya. Sejarah perkembangan sarana transportasi umat manusia – dari zaman modern dan mobil Amerika ini – telah membukikannya,” katanya.

Perusahaan dengan produksi lebih dari satu juta unit pertahun ini pernah menjadi perusahaan otomotif terbesar di Korea. Impian Ju-hyung Hyundai Motor Company adalah menjadi salah satu dari lima perusahaan otomotif terbesar di dunia pada 2010. Dan kelak menjadi yang terbesar di dunia sesuai dengan impiannya, itulah keinginan Chung Ju-hyung.

Namun demikian, pada kritis monoter 1997-1998 kedudukan Grup Hyundai sempat merosot hebat.

Pada masa perintisannya, Chung Ju-hyung sempat menjalin kerja sama dengan pabrik mobil Amerika, Ford. Aan tetapi, Ford hanya berniat menjual suku cadang ke Korea sehingga kerja sama dihentikan. Chung Ju-hyung mengambil keputusan untuk mengandalkan kekuatan sendiri dalam mengembangkan pabrik otomotif. Kemudian, dia mempercayakan Hyundai Motors kepada adiknya, Chujung Se-Yung. Jalinan kerja sama pun berpindah ke Italia dalam bidang teknologi mobil. Model Pony pertama keluar dari jalur perakitan Hyundai Motors pada Januari 1976. Itulah mobil pertama yang pernah dibuat di Korea. Didukung oleh kondisi ekonomi yang membaik dan jaringan jalan bebas hambatan yang meluas, serta pasar yang sudah siap, produk domestik itu meraih sukses besar.

Berdasarkan model Pony, Hyundai memperbarui produk mobilnya menjad generasi baru. Desember 1984 mobil model Pony dibuat Hyundai Motor Company dengan produksi pertahun 500.000 unit.

Sejauh ini, Hyundai telah menghasilkan belasan model, beberapa di antaranya meraih sukses besar. Model Excel misalnya, meraih sukses di pasar AS. Pada Juli 1988, produksi tahunan sedan model ini mencapai satu juta unit. Pada tahun 1992, model Scoupe menjadi satu dari sepuluh model teratas di AS. Pada tahun yang sama model Elantra mendapatkan penghargaan di Austria. Kemudian pada 1994, mobil sedan model Accent sukses dikembangkan Hyundai Motor Company.

Pengembangan industrinya juga dilakukan dengan membeli KIA Motor Corporation pada Desember 1998.

Mengingat Masa Kecil

Dalam perjalanan, Hyundai Group tidak hanya bergerak di industri dan otomotif, melainkan juga industri eletronik, industri berat, keuangan, jasa, serta industri lainnya. Dalam perjalanannya pula, ada hal yang tetap bertahan di dalam Hyundai, yakni budaya Konfusius.

Kesederhanaan menjadi salah satu ciri Hyundai Group yang menonjol. Chung Ju-hyung percaya, sebuah perusahaan yang dipimpin orang yang suka berfoya-foya tidak akan berkembang karena sikap hidup berfoya-foya akan mendorong seseorang untuk berbuat korupsi. Sebuah negara dengan pemimpin yang kotor dan korup juga tidak akan dapat berkembang. Itulah sebabnya, dia mengajak semua keluarga Hyundai untuk berhemat, misalnya setiap lembar kertas kantor harus digunakan kedua sisinya. Dia sendiri memberikan teladan soal ini.

Falsafah itu, ia terapkan juga di rumah. “Saya sering mengingatkan anak-anak saya untuk rajin dan hemat.” Anak-anaknya selalu berpakaian dan menjalani hidup sederhana, sampai mereka pun akhirnya mandiri. Semasa mereka masih berada di rumah orangtua, mereka sarapan bersama ayah mereka. Inilah saat bagi keluarga untuk berkumpul dan berkomunikasi. Ia berangkat ke kantor bersama dengan anak-anaknya.

Ada satu hal yang berlawanan dengan manajemen modern dalam perusahaannya. Chung Ju-hyung mempekerjakan adik-adik dan anak-anaknya dalam perusahaannya. Para penggantinya pun adiknya dan kemudian anaknya.

Tahun 1998 Chung Ju-hyung “mudik” ke desanya yang sudah ia tinggalkan selama 66 tahun.

======

Sumber : Multitama Communications (Never Give Up, Keep Fight!)

Advertisement
Admin Syahida

Disqus Comments Loading...
Share
Kontributor:
Admin Syahida
Keyword: sukseskerja

Recent Posts

Perhatian Rasulullah SAW Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian ke-1)

Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…

4 tahun yang lalu

Perhatian Al-Quran Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat

Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…

4 tahun yang lalu

Sikap yang Baik dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…

4 tahun yang lalu

Pandemik, COVID-19, Babi, dan Akhir Zaman

Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…

4 tahun yang lalu

Antara Samiri dan COVID-19

Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…

4 tahun yang lalu

Antara Doa Nabi Ibrahim AS, Doa Nabi Muhammad SAW, Wabah COVID-19, dan Dajjal

Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…

4 tahun yang lalu
Advertisement

This website uses cookies.