Menghafal Al Qur’an Adalah Sebab Khusnul Khatimah

Syahida.com – Ketika engkau menghendaki hidup yang beruntung, maka hiduplah dengan Al Qur’an, Allah berfirman:

Ilustrasi. (Foto: hafalalquran.com)

Ilustrasi. (Foto: hafalalquran.com)

Katakanlah, “Dengan anugerah (karunia) Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” [Yunus: 58].

Sebagian ulama salaf mengatakan, “Anugerah Allah adalah Islam dan rahmat-Nya adalah Al Qur’an.” Sebagian lagi mengatakan, “Anugerah Allah adalah Al Qur’an dan rahmat-Nya adalah Allah menjadikan kita menjadi ahlinya.”

Maka, barangsiapa yang menemukan keutamaan dan rahmat Allah maka dia termasuk dari ahli Al Qur’an, dan barangsiapa yang termasuk dari ahli Al Qur’an, maka Allah akan memberikan kebahagiaan (kesejukan) di dalam hatinya dengan sebuah kebahagiaan yang hakiki yang tumbuh dari ketenangan dan ketenteraman hati, Allah berfirman, “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka yang tenteram sebab dengan mengingat Allah, ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati akan merasa tenteram.” (Ar-Ra’d: 28).

Ketika engkau berkeinginan mati dengan terpuji maka hiduplah dengan Al Qur’an dan ini adalah pandangan akhir dari kehidupan sebagian orang-orang yang hafal Al-Qur’an sebagaimana yang diungkapkan sejarah orang-orang Islam.

Abdullah bin Abbas

Abdullah bin Abbas adalah penerjemah Al Qur’an, beliau didoakan oleh Nabi, “Ya Allah, fahamkanlah Abdullah bin Abbas di dalam agama dan ajarkanlah ta’wil padanya.”

Beliau adalah orang yang mempergunakan hidupnya untuk mempelajari Al Qur’an dan tafsirnya serta beberapa hukum dan rahasia-rahasianya. Banyak sekali orang-orang generasi setelahnya berpegangan kepada tafsirnya. Ketika orang-orang datang untuk ikut menguburkannya, maka tiba-tiba masuklah ke dalam usungan (peti) mayitnya seekor burung yang belum pernah dilihat sebelumnya dan belum pernah diketahui para hadirin. Setelah terjadinya proses pemakaman, mereka mendengar suara dari arah kubur yang tidak diketahui siapa yang mengucapkan:



(hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah di dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku).

Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’ Al-Madani

Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’ Al-Madani, seorang ahli qira’ah sepuluh, hidupnya dipergunakan untuk mempelajari Al Qur’an dan menjaganya di dalam dadanya (menjaga hafalannya dengan sungguh-sungguh), ketika beliau meninggal, orang-orang memandikannya, kemudian mereka melihat sesuatu di antara bagian atas dada dan hatinya yakni di daerah dada seperti lembaran mushaf, kemudian Nafi’, seorang budak yang dimerdekakan Abdullah bin umar; dia adalah termasuk orang yang memandikan Abu Ja’far, berkata, “Maka tidak diragukan lagi tentang sesuatu yang ada pada Abu Yazid adalah cahaya Al Qur’an.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang mempergunakan hidupnya untuk berjihad di jalan Allah, berjuang dengan kalimat Allah dan dengan senjata, sehingga beliau dipenjarakan oleh para musuh-musuhnya di dalam akhir hayatnya, tetapi beliau masih konsisten menekuni tafsir Al Qur’an, mereka mengambil kertas-kertas yang ada padanya, sehingga beliau menulis di dinding, mereka pun menyita pena yang dimikinya tetapi beliau juga masih terus menekuni membaca Al Qur’an, sampai beberapa khataman, sehingga ayat terakhir yang beliau baca adalah,

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang disenangi.” (QS. Al Qamar: 54-55).

Jika ada yang mengatakan, “Ini adalah cerita ulama-ulama terdahulu dan yang telah lewat adapaun untuk masa sekarang, maka tidak ditemukan lagi orang seperti mereka.”

Kami jawab: “Tidak demikian, Allah selalu memperlihatkan khusnul khatimahnya seseorang yang berpegang teguh kepada kitab-Nya supaya Allah menunjukkanmu atas kebenaran kitab ini, barangsiapa yang berpegangan kepada kitab Allah, maka dia benar-benar akan selamat.”

Syaikh Amir Sayid Usman

Syaikh Amir Sayid Usman dalam konferensi Raja Fahd untuk mencetak mushaf di Madinah Al Munawwaroh, tujuh tahun sebelum beliau wafat beliau dicoba Allah dengan putusnya urat pita-suara beliau, sehingga beliau menjadi orang yang membaca Al Qur’an tanpa suara.

Apakah dia diam atau lambat atau tidak mampu membacanya? Tidak, bahkan beliau masih terus mengajar pada murid-muridnya dengan cara menggerakkan lidahnya dan beberapa isyarat serta dengan penarikan nafas, sehingga datanglah sakit (yang menyebabkan wafatnya), kemudian terbujur kaku memucat di rumah sakit, dan selang tiga hari sebelum wafatnya, pegawai rumah sakit mendengar beliau sedang membaca Al Qur’an dengan suara keras dan merdu serta muka yang riang selama tiga hari, sehingga beliau bisa mengkhatamkan Al Qur’an dalam waktu tersebut dari surat Al-Fatihah sampai An-Naas, kemudian beliau memenuhi panggilan Allah yang Maha Pencipta, maka Allah memberikan sebuah rahmat yang luas.

Syaikh Muhammad Bakar Ismail

Syaikh Muhammad Bakar Ismail pengarang Kitab Fiqih Al-Wadhih dan kitab-kitab yang lainnya. Laki-laki ini sudah hafal Al Qur’an ketika beliau berumur enam tahun, kemudian beliau buta, tetapi tidak putus semangat bahkan belajar qira’ah ‘asyroh. Beliau melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Mesir, dan sampai pada gelar magister dan doktor, sehingga beliau dilibatkan menjadi guru besar dalam ilmu tafsir dan ulumul Qur’an.

Selama hidupnya, beliau sibuk dengan belajar-mengajar serta mengarang beberapa kitab sehingga pada suatu malam sebelum beliau meninggal, beliau sempat menulis kitab tentang akhlak Islamiyah, dan akhir dari sesuatu yang ditulis dalam kitab tersebut adalah pasal tentang ikhlas kepada Allah dalam ucapan dan perbuatan.

Lalu malam berikutnya beliau shalat, pada saat raka’at ke dua beliau membaca ayat:

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah di dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al-Fajr: 27-30).

Kemudian beliau ruku, berdiri, turun untuk sujud. Maka malam itulah merupakan akhir sujud beliau dalam hidupnya. Orang itu akan dibangkitkan sama dengan keadaan ketika orang tersebut meninggal. [Syahida.com/ANW]

=====

Sumber: Kitab Kisahku dalam Menghafal Al Qur’an, Karya: Muna Said Ulaiwah, Penerjemah: Abdurrahman Kasdi Lc.Msi, Abdullah MAZPenerbit: Pustaka Al Kautsar

Share this post

PinIt
scroll to top