Advertisement

Ilustrasi. (daily-sun.com)

Syahida.com – Hal lain yang memperkuat keutamaan ilmu atas ibadah adalah kelompok orang yang mengonsentrasikan diri pada ibadah dan menolak mencari ilmu, mereka akan berhenti di tengah jalan dan tak bisa sampai puncak tujuan.

Sebuah riwayat menyebutkan bahwa seorang pria memanggil seorang abid dengan julukan Abul Walad. Si Abid tadi langsung menolak untuk dipangggil dengan julukan itu, sebab ia tak punya anak. Andai saja abid ini memperdalam ilmu tentu dia akan mengetahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam telah menjuluki Shuhaib radhiyallahu ‘anhu dengan julukan Abu Yahya dan menjuluki seorang bocah dengan Abu Umair dalam sabdanya, “Hai Abu Umair, apa yang terjadi dengan burungmu?”

Seorang sufi menuturkan: suatu hari seseorang menyuruhku meminum susu. Saya menolaknya dengan mengatakan, “Susu ini membahayakan kesehatanku.” Beberapa waktu kemudian saya berdiri di dekat Ka’bah selama beberapa saat dan bermunajat, “Ya Allah, engkau telah mengetahui bahwa aku tak pernah menyekutukan-Mu walau sekejap mata!” Tiba tiba sebuah suara tanpa rupa menyeruku, “Bagaimana dengan saat kamu menolak meminum susu?!”

Kisah ini, jika benar, bisa jadi merupakan peringatan untuknya, supaya ia tak bersandar pada perantara dengan melupakan sumber aslinya. Tapi sangat mungkin kisah tadi tak benar, sebab Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam telah bersabda, “Makanan Khaibar terus-menerus menggoda seleraku sampai hari ini hingga ia memotongkan aortaku,” dan “Tak ada harta yang bermanfaat untukku melebihi harta Abu Bakar.”

Sekelompok kaum sufi berpendapat, tawakal berarti menolak seluruh jenis usaha lahir tanpa terkecuali. Ini adalah ketidakpahaman tentang ilmu, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam telah masuk gua, berkonsultan pada tabib, mengenakan pakaian besi, menggali parit, masuk Mekah atas jaminan Muth’im bin Adi yang masih kafir, serta telah bersabda kepada Shaid, ‘Kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya raya adalah lebih baik bagimu daripada kamu meninggalkannya dalam keadaan miskin dan meminta-minta pada orang lain.”

Berpegang hanya pada usaha dengan melupakan penyebab utamanya adalah sebuah tindakan yang tak bisa dibenarkan. Namun, melakukan usaha yang disertai ketergantungan hati pada penyebab utama adalah sebuah tindakan yang di syariatkan.

Kegelapan-kegelapan di atas hanya bisa di enyahkan dengan cahaya ilmu, dan sungguh telah sesat orang yang berjalan dalam kegelapan kebodohan atau dalam lorong hawa nafsu.

Sumber : Kitab Shaid Al-Khatir Nasihat Bijak Penyegar Iman, Ibnu Al Jauzi



 

 

 

Advertisement
Admin Syahida

Disqus Comments Loading...
Share
Kontributor:
Admin Syahida
Keyword: ilmuibadah

Recent Posts

Perhatian Rasulullah SAW Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian ke-1)

Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…

4 tahun yang lalu

Perhatian Al-Quran Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat

Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…

4 tahun yang lalu

Sikap yang Baik dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…

4 tahun yang lalu

Pandemik, COVID-19, Babi, dan Akhir Zaman

Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…

4 tahun yang lalu

Antara Samiri dan COVID-19

Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…

4 tahun yang lalu

Antara Doa Nabi Ibrahim AS, Doa Nabi Muhammad SAW, Wabah COVID-19, dan Dajjal

Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…

4 tahun yang lalu
Advertisement

This website uses cookies.