Menggampangkan Janji (Bagian ke-1)

Ilustrasi. (inet)

Ilustrasi. (inet)

Syahida.com – Fenomena tidak menepati janji yang sudah diucapkan, atau menunda dalam menepatinya adalah hal yang menyedihkan sehingga lahirlah tulisan ini.

Landasan Hukum Komitmen Terhadap Janji

Pertama : Dari Al Qur’an

Seorang Muslim, sehari semalam selalu mengulang-ulang ibadah shalat sebanyak lima kali. Apabila ia dapat menunaikannya tepat pada waktunya sebagaimana  ditentukan, maka akan tertanamlah dalam dirinya kebiasaan menjaga waktu dan perhatian terhadapnya, selalu memperhatikan dalam setiap aktivitasnya pada waktu yang sesuai. Dalam waktu yang tidak lama perilakunya akan sesuai dengan kebiasaan tepat waktu dan tepat janji, lebih dari itu dia akan mampu melakukan aktivitas dengan profesional dan sempurna, akhirnya menjadi akhlak dan kebiasaan yang terpatri dalam kehidupannya.

Di samping shalat, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah menentukan dengan rinci waktu-waktu ibadah yang lain, seperti waktu untuk ibadah haji, zakat, puasa, zakat fitrah, korban, bepergian, tayammum, mengusap sepatu, susuan, perceraian, bertamu, aqiqah, dan lain-lain. Semua itu tidak lain adalah karena ada makna penting dibalik itu yang membawa manfaat dan maslahat.

Saat ini banyak kaum Muslimin sendiri yang lupa akan ajaran yang mulia dari ajaran syari’ah ini, kemudian mereka mengambil dan belajar tentang pentingnya waktu dan mengatur pekerjaan dengan rapi dari orang lain! Seakan-akan mereka tidak pernah belajar Islam, tidak pernah mendapat beban kewajiban dari Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa hukum-hukum syariat seperti shalat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji seorang nabi yang mulia karena itu jujur dan tepat janji serta komitmen dengannya. Allah Azza wa Jalla berfirman : “Dan ceritakanlah (kisah tentang) Ismail (yang terdapat) dalam Al Qur’an, sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya dan ia adalah rasul dan nabi.” (QS. Maryam : 54).

Imam Al Qurthubi Rahimahullah dalam mengomentari ayat ini berkata, “Shidqul wa’di” (benar janji) adalah akhlaq para nabi dan rasul; sedang kebalikannya-yaitu mengingkari janji-adalah akhlaq yang tercela dan termasuk akhlaqnya orang-orang fasiq dan munafiq. Allah SWT telah memuji Nabi-Nya Ismail Alaihis-Salam dan menyebutnya sebagai orang yang benar janjinya, karena Ismail berjanji pada dirinya untuk sabar menjalankan perintah Allah ketika akan disembelih. Ia sabar mentaati perintah itu yang akhirnya tidak jadi disembelih dan digantikan dengan binatang.”



Dikatakan dalam sebuah riwayat, bahwa Ismail pernah berjanji dengan seseorang bertemu di suatu tempat, maka datanglah Ismail di tempat itu dan menunggu selama sehari semalam. Pada hari berikutnya datanglah orang yang ditunggu, kemudian Ismail mengatakan, “Saya sejak kemarin menunggumu di tempat ini.” Dikatakan dalam riwayat lain, Ismail menunggu selama tiga hari.

Dikatakan, bahwa Ismail tidak berjanji kecuali pasti menepati janjinya, dan ini adalah perkataan yang benar sesuai dengan dhahir ayat di atas, Wallahu’alam.

_Bersambung....

(Sumber : Kitab “Menggampangkan Janji” Dr. Muhammad As-Syarif)
indojilbab-468-60

Share this post

PinIt
scroll to top