Kisah Orang Alim yang Murtad

Ilustrasi. (iwanttohappierever.blogspot.com )

Ilustrasi. (iwanttohappierever.blogspot.com )

Syahida.com – Wahai orang yang terhalang dari jalan suci! Rombongan orang-orang yang bertaubat telah lewat. Namun mengapa tak ada air mata dan sesal padamu? Aku melihatmu seperti orang yang tertinggal.

Uban di rambut telah mengingatkanmu, tapi engkau tetap lebih memilih bermalas-malasan dan lalai. Aku yakin, tak akan ada maaf bagimu di hari perhitungan amal kelak. Sambunglah tengah malammu dengan satu sujud, dan engkau akan selamat dari bermacam ketakutan.

Allah SWT berfirman, “Hanya kepada Allah-lah (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Ar-Ra’d: 15)

Berbahagialah mereka yang hatinya dipenuhi oleh zikir kepada Sang Kekasih. Tak ada tempat sedikitpun bagi selain Allah di hati mereka. Bila berkata, maka kata-kata mereka adalah zikir kepada-Nya. Jika mereka bergerak, itu semata karena perintah-Nya. Jika mereka bergembira, maka itu karena kedekatan dengan-Nya. Dan bila mereka mencari ketenangan, maka akan berada di depan pintu-Nya. Makanan mereka ialah berzikir kepada Sang Kekasih. Waktu-waktu mereka dihabiskan hanya dengan munajat kepada-Nya. Mereka tak tahan untuk berjauhan dengan-Nya walau sesaat. Mereka tiada berbicara di luar keridhaan-Nya, walau sepatah kata.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba mencapai usia empat puluh tahun, namun kebaikannya tidak mengalahkan keburukannya, maka setan menciumnya dianatara kedua matanya dan berkata: ‘Aku mendapatkan wajah yang tidak akan beruntung selamanya.’ Kemudian jika Allah memberinya anugerah dan ia bertaubat kepada-Nya, lalu menyelamatkannya dari kesesatan, mengeluarkannya dari kungkungan kebodohan, maka setan laknatullah berkata, ‘Sungguh celaka, ia telah menghabiskan umurnya dalam kesesatan, lalu membuatku senang dengan kemaksiatan itu, kemudian Allah mengeluarkannya dari kebodohan dengan bertobat dan kembali kepada Tuhannya.” (Disebut oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya’)

Ada seorang ahli Baghdad, yang ilmu dan kebaikannya yang cukup dikenal. Ia seorang syeikh yang banyak memiliki keutamaan. Ketika ia bermaksud pergi haji ke Baitullah yang suci dan berziarah ke makam Nabi SAW, ia mengumpulkan murid-muridnya. Mereka semua berjanji akan berangkat bersama ke Baitullah dengan bertawakal penuh dengan Allah SWT.

Di tengah perjalanan, ia menemukan sebuah tempat peribadatan seorang Nasrani. Sedang mereka saat itu dalam kondisi sangat letih dan haus karena panas yang terik. Lalu mereka mengusulkan, “Wahai syeikh, kita pergi ke kuil untuk berteduh sampai hari terasa dingin. Baru setelah itu kita melanjutkan perjalanan, Insya Allah.” Usulan itu pun diterima oleh guru mereka.

Mereka lalu berteduh di serambi kuil itu, dan karena rasa capai yang luar biasa, para murid itu pun tertidur. Sang Syeikh lalu pergi sendiri mencari air untuk berwudhu. Tapi, ketika sedang berjalan di sekitar kuil untuk mencari air, sang syeikh melihat seorang gadis yang masih muda, laksana matahari  yang bersinar. Dan begitu ia terpesona melihat si gadis, iblis pun langsung menguasai hatinya hingga syeikh itu lupa dengan wudhu dan air yang hendak dicarinya. Kini tak ada yang lebih diperhatikannya selain gadis cantik tersebut.



Ia lalu berjalan menuju pintu rumah si pendeta, dan mengetuk pintunya dengan keras. Si pendeta pun keluar, dan bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”

Syeikh itu menjawab, “Saya si Fulan, seorang alim dari negeri anu.” Ia memperkenalkan diri dan namanya.

Pendeta itu berkata, “Apa yang kamu inginkan wahai ahli fiqih kaum muslimin?”

Ia menjawab, “Wahai pendeta, apa hubunganmu dengan gadis cantik dan belia yang tampak dari atas kuil ini?”

Pendeta itu menjawab, “Dia itu anak gadisku. Mengapa kamu menanyakannya?”

Syeikh menjawab, “Aku ingin engkau kawinku aku dengannya.”

Pendeta itu pun pergi menemui anak gadisnya dan memberitahukan kepadanya kisah itu, dan Syeikh itu pun mendengar. Maka gadis itu berkata, “Wahai ayahku, bagaimana engkau akan mengawinkan aku dengannya, sedang aku seorang gadis Nasrani dan ia beragama Islam? Itu tidak mungkin terjadi kecuali jika ia masuk agama Nasrani.” Maka saat itu pendeta tersebut bertanya kepada anaknya, “Bagaimana pendapatmu, kalau sekiranya ia masuk agamamu, maukah kamu kawin dengannya?”

Gadis itu menjawab, “Ya!”

Mendengar percakapan ayah dan anak itu, sang syeikh yang alim itu semakin lemah agamanya, dan iblis kian memprosokkannya. Sementara para murid dan sahabatnya masih tertidur dan tidak mengetahui apa yang terjadi pada syeikh mereka. Dan syeikh itu pun datang menemui sang gadis dan berkata kepadanya, “Aku telah membuang agama Islam dan masuk ke dalam agamamu.”

Anak gadis itu lalu berkata kepadanya, “Perkawinan ini takdirku, tapi seorang istri harus mendapatkan hak dan mahar. Mana hak itu? Kelihatannya engkau seorang yang fakir. Namun aku akan menerima sebagai mahar darimu, yaitu dengan mengembala babi-babi ini selama satu tahun penuh. Dan itulah maharku.”

Syeikh itu menjawab, “Ya, baiklah, akan kujalani itu untukmu. Akan tetapi aku pun mensyaratkan terhadapmu agar kamu tidak menjauhkan wajahmu dari hadapanku, agar aku dapat melihatmu setiap pagi dan sore.”

Gadis itu menyetujui keinginan syeikh yang tengah mabuk asmara itu.

Syeikh tersebut lalu mengambil tongkatnya yang biasa ia pergunakan untuk bersandar ketika berkhutbah, lalu menemui babi-babi itu untuk mengembalanya. Semua ini terjadi ketika para muridnya masih tertidur. Dan ketika mereka bangun dari tidur, mereka lalu mencari syeikh mereka, namun tidak menemukannya. Mereka pun bertanya pada pendeta itu, yang kemudian menceritakan apa yang telah terjadi. Mendengar penuturan itu, ada beberapa murid sang syeikh yang langsung jatuh pingsan, ada yang menangis dan meratapinya, dan ada pula yang menyesalkan apa yang menimpa syeikh mereka. Kemudian mereka berkata kepada pendeta itu, “Dimana dia sekarang?”

Pendeta itu menjawab, “Ia sedang mengembala babi.”

Mereka pun pergi mencarinya dan mendapatkan syeikh mereka sedang bersandar pada tongkatnya yang biasa dipergunakan saat berkhutbah. Saat itu sang syeikh tengah mengembala kumpulan babi.

Murid-murid itu lalu bertanya, “Wahai pemimpin kami, bencana apakah yang terjadi terhadapmu ini?” mereka pun mengingatkannya tentang keutamaan Al Qur’an dan beberapa hadits Rasulullah SAW. Namun sang syeikh malah mengusir mereka dan berkata, “Menjauhlah kalian dariku. Aku tahu apa yang kalian ingatkan kepadaku itu. Akan tetapi bencana telah turun kepadaku dari sisi Tuhan rabbul ‘alamin.”

Para muridnya itu menuturkan, “Setiap kali kami mencoba membujuknya agar ikut melanjutkan perjalanan bersama kami ke Baitullah, kami selalu menemukan kegagalan. Lalu kami pun melanjutkan perjalanan ke Mekkah tanpa dia. Hati kami dipenuhi rasa sesal yang mendalam. Dan ketika selesai menunaikan ibadah haji, dan dalam perjalanan pulang ke Baghdad, kami berusaha menemui syeikh kami. Mudah-mudahan dia telah menyesal dan bertobat kepada Allah Azza wa Jalla, dan kembali kepada keadaan semula.

Lalu kami bertemu dengannya, dan kami mendapatkannya masih dalam keadaan seperti semula. Ia sedang mengembala babi. Kami coba mengucapkan salam kepadanya dan mengingatkan, serta membacakan ayat-ayat Al Qur’an kepadanya. Namun ia tidak menyahut pada kami sedikit pun. Kami pun pergi meninggalkannya, dengan membawa perasaan pilu dan sesal atas apa yang terjadi.

Dan ketika kami telah agak jauh dari kuil itu, tiba-tiba terlihat sosok bayangan hitam datang mengejar kami dari arah kuil dan berteriak kepada kami. Maka kami pun berhenti. Ternyata itu adalah syeikh kami yang sedang menyusul kami. Lalu di hadapan kami ia mengucapkan, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah. Aku telah bertobat kepada Allah dan kembali seperti semula. Ini tak lain akibat satu dosa yang aku lakukan pada Tuhanku, dan karenanya aku dihukum oleh-Nya hingga terjadilah bencana seperti yang telah kalian lihat.’

Kami tentu sangat gembira melihat perubahan ini, dan kembali ke Baghdad dengan perasaan lega. Syeikh kami itu pun kembali tenggelam dalam ibadah yang lebih sungguh-sungguh dibanding sebelumnya. Dan ketika kami sedang berada di rumah syeikh untuk belajar darinya, tiba-tiba seorang perempuan mengetuk pintu. Kami lalu keluar dan bertanya kepadanya, ‘Apa keperluanmu wahai perempuan?’

Ia menjawab, ‘Aku ingin bertemu dengan syeikh kalian. Dan katakan kepadanya bahwa si fulanah, anak si pendeta itu, telah datang untuk menyerahkan diri kepadamu, maka izinkan ia masuk.’ Anak perempuan pendeta yang pernah dikawininya itupun masuk, dan berkata, ‘Aku datang untuk masuk Islam melalui tanganmu.’

Syeikh itu bertanya, ‘Apa yang mendorongmu melakukan ini? Ceritakan kepada kami!”

Ia lalu menuturkan, ‘Ketika engkau telah berpaling dariku, aku tertidur karena sangat ngantuk. Lalu aku melihat di dalam mimpiku Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Tidak ada agama yang benar selain agama Muhammad SAW.” Ia mengatakannya tiga kali. Kemudian setelah itu ia berkata kepadaku, “Allah telah menguji denganmu salah seorang wali dari wali-Nya.” Jadi, kini aku datang kepadamu dan aku ada di hadapanmu, dan mengucapkan: Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.’

Syeikh itu pun amat bergembira melihatnya, karena Allah telah menganugerahkan kepada wanita itu agama Islam dengan sebab dirinya. Maka ia pun menikahkannya sesuai dengan perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

Setelah beberapa waktu, kami lalu bertanya kepada syeikh kami tentang dosa yang ia lakukan dulu, yang menyebabkan ia dihukum oleh Allah menjadi pemeluk Nasrani. Dan syeikh kami menceritakan, ‘Pada suatu hari aku berjalan ke gang, dan tiba-tiba seorang Nasrani menempel padaku, lalu aku berkata, “Menjauhlah dariku, wahai laknatullah.” Ia lalu berkata, “Mengapa?” Aku menjawab, “Aku lebih baik darimu.” Kemudian Nasrani itu berkata, “Bagaimana engkau tahu bahwa dirimu lebih baik dariku? Apakah kamu tahu apa yang ada di sisi Allah Ta’ala sehingga kamu mengucapkan perkataan ini?”

Setelah peristiwa itu aku mendapat kabar bahwa Nasrani itu telah masuk Islam dan baik Islamnya serta taat dalam beribadah. Sehingga Allah Ta’ala kemudian menghukumnya lantaran kejadian itu dengan hukuman seperti yang sudah kalian lihat. [Syahida.com]

Sumber : Kitab Ibnu Jauzi   

 

 

Share this post

PinIt
scroll to top