Kisah : Saat Lelaki Kaya Ini, Harus Memilih Diantara Dua Wanita

Ilustrasi. (lpmdinamika.co)

Ilustrasi. (lpmdinamika.co)

Syahida.com – Malik bin Dinar ra suatu hari berjalan di sebuah sudut kota Basrah (Irak). Tiba-tiba ia melihat salah seorang budak perempuan milik seorang anggota kerajaan yang sangat kaya sedang berada di atas kendaraannya dengan dikawal oleh para pengawal. Saat itu Malik mendengar suara gaduh di belakangnya. Ia lalu menoleh pada wanita yang ada di atas kendaraan itu. Malik kemudian melihat keanggunan budak itu, serta pelayanan yang diberikan kepadanya. Malik kemudian menegur dan bertanya, “Wahai fulanah, apakah tuanmu akan menjualmu?”

Mendengar perkataan itu, sang budak perempuan langsung menoleh kearah Malik. Dilihatnya seorang lelaki berumur dengan pakaian lusuh dan usang, namun tampak baik, tawadhu dengan wajah dihiasi rasa ketentraman karena Alla Azza wa Jalla.

Budak itu memerintahkan para pembantunya untuk menghentikan kendaraan yang ia naiki. Lalu ia berkata pada Malik bin Dinar, “Wahai syekh, ulangi apa yang tadi engkau katakan padaku.”

Malik mengulangi pertanyaannya, “Apakah tuanmu akan menjualmu?”

Budak perempuan yang cantik itu menjawab, “Oh! Orang sepertimu tidak akan sanggup membeliku jika pun aku dijual oleh tuanku!”

Kemudian para pengawal menangkap lelaki itu, tapi Malik meronta dan berkata, “Lepaskan aku, aku akan berjalan mengikuti kalian.” Malik pun berjalan bersama mereka hingga tiba di istana raja. Penjaga pintu gerbang istana lalu datang menjemput budak raja itu dan menurunkannya. Budak itu pun masuk ke dalam istana, sementara Malik tetap berada di pintu istana mewah itu hingga budak itu menjumpai tuannya, dan berkata mengadu, “Wahai tuanku, bolehkah aku menceritakan kepadamu cerita aneh?”

Tuannya berkata, “Apa itu, wahai wanita cantik?”

Ia lalu menuturkan, “Tadi aku berjumpa dengan seorang syeikh yang mengenakan jubah lusuh dan jelek. Ia kemudian melihat kecantikanku, kemegahanku, kesempurnaanku dan para pengawalku. Dan ia terkagum-kagum melihat keadaanku itu, lalu ia berkata, ‘Apakah tuanmu akan menjualmu?’



Tuan dari budak itu tertawa mendengar ceritanya, lalu berkata, “Dimana dia sekarang?”

Budak perempuan itu menjawab, “Aku telah membawanya kepadamu bersamaku. Dia ada di pintu istana.”

Malik pun masuk, dan orang itu ternyata tidak mengenalnya. Malik melihat isi rumah istana yang sangat mewah itu penuh dengan berbagai macam permadani dan sandaran-sandaran indah untuk duduk. Dan pemilik istana itu berkata, “Ada apa denganmu? Silahkan masuk wahai syeikh!”

Malik berkata, “Aku tidak akan masuk sampai permadani itu diangkat atau dijauhkan dariku, agar aku tidak melihatnya dan tidak menginjaknya sedikit pun.”

Allah melemparkan rasa segan dan tunduk  di dalam hati pemilik istana itu, maka ia memerintahkan para pembantunya untuk mengangkat permadani mewah tersebut hingga terlihat lantai marmernya. Lalu pemilik istana itu duduk di atas kursi dan berkata, “Duduklah wahai syekh seperti yang engkau sukai.”

Malik berkata, “Tidak. Demi Allah, aku tidak akan duduk sampai engkau turun dari kursi dan duduk di atas marmer ini juga.”

Lelaki kaya itu pun menurut dan duduk bersama Malik di atas marmer. Lalu bertanya, “Apa keperluanmu wahai syekh?”

Malik menjawab, “Apa engkau menjual budakmu yang tadi?”’

Pemilik istana itu berkata, “Apakah kamu sanggup membelinya dariku?”

Ia berkata, “Berapa harganya?”

Orang kaya itu berkata, “Dari keadaannya, nilainya dan kedudukannya serta hartanya maka harganya sekian seribu.”

Malik berkata, “Demi Allah, harganya menurutku tidak sebanding dengan dua uang receh cacat.”

Lelaki bangsawan itu dan budaknya  kontan tertawa mendengar kata-kata Malik. Begitu pula dengan semua budak dan pelayan yang berada di balik tabir.

Maka malik bertanya, “Mengapa kalian tertawa?”

Pemilik istana itu berkata, “Bagaimana bisa harganya serendah itu menurutmu?”

Ia menjawab, “Karena cacatnya terlau banyak.”

Orang itu bertanya, “Apa yang kamu ketahui mengenai cacatnya?”

Malik berkata, “Aku mengetahui cacatnya yang tidak engkau ketahui.”

Bangsawan kaya itu mendesak Malik, “Beritahu aku mengenai cacatnya itu dan yakinkan aku.”

Malik menjawab, “Kalau ia tidak memakai minyak wangi, baunya berubah. Kalau ia tidak gosok gigi, mulutnya akan bau. Kalau ia tidak mandi akan kotor. Kalau ia tidak bersisir, rambutnya akan kusut dan berkutu. Bila ada umur, sebentar lagi dia juga akan tua renta. Ia juga memiliki bau, ludah, darah haid, air kencing, buang air besar, dan kotoran lainnya. Ia juga punya kelemahan dan cacat lainnya. Ia mungkin pula mau padamu karena ia punya ambisi pribadi atau mencintaimu demi dorongan nafsu kesenangan belaka. Barangkali pula ia bukan orang yang suka menepati janji, atau ia tidak benar benar mencintaimu dan memegang janji padamu. Apabila posisimu sebagai pemiliknya ini digantikan oleh lelaki lain setelah engkau meninggal nanti, pasti ia akan melihat pemilik baru itu sama sepertimu.

Sementara aku akan mendapat seorang wanita yang tercipta dari bahan yang sangat harum. Jika ia meludah ke laut, maka rasa air laut yang asin itu akan berubah menjadi tawar. Jika ia memanggil orang yang telah meninggal, maka mayat itu akan menjawabnya dan kalau ia menampakkan tangannya di hadapan matahari, maka matahari itu akan menjadi gelap karenanya. Bila ia muncul di kegelapan malam, maka kilauan cahayanya akan menerangi. Kalau sekiranya ia menghadap ke seluruh penjuru bumi dengan mengenakan sutera dan perhiasan, maka semua akan tampak indah menawan. Bila ia menghembuskan cairan dari tubuhnya ke bumi, maka seluruh bumi menjadi harum. Aroma tubuhnya sangat wangi, tubuhnya sempurna, dan geraknya menggemaskan. Ia tumbuh berkembang di taman kasturi, yang penuh dengan air surgawi. Ia tidak pernah bohong, tidak dibuat-buat dan pantang mengkhianati janji. Cintanya abadi, tak berubah dan tidak ada tandingannya. Maka, manakah diantara kedua wanita itu yang lebih pantas dihargai, wahai orang yang terpedaya?”

Orang itu berkata, “Wanita yang engkau gambarkan itu berapa harganya? Semoga Allah merahmatimu.”

Malik bin Dinar menjawab, “Harganya amat murah! Engkau hanya cukup meluangkan sebagian waktumu di malam hari untuk shalat dua rakaat dengan ikhlas karena Allah semata. Dan jika engkau menghadapi makanan, teringatlah kepada orang yang kelaparan, lalu kalahkan keinginan nafsumu itu. Bila engkau berjalan, singkirkan batu dan duri yang mengganggu jalan. Gerakkan lidahmu dengan perkataan yang baik atau dengan berzikir kepada Yang Maha Pengasih. Jalani hari-harimu dengan sedikit makan, lepaskan keinginan syahwati dari dunia kelalaian, sehingga engkau hidup di dunia ini dengan sangat qana’ah (merasa cukup dengan diberikan Allah). Jika kau lakukan itu, maka engkau akan datang pada hari Kiamat nanti dengan aman, dan engau bakal tinggal di hadapan Raja yang paling agung kekal.”

Maka orang itu ia memanggil budaknya, “Wahai fulanah!”

Si budak menyahut, “Ya, tuanku.”

Ia bertanya, “Apakah kamu mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki tua itu?”

Budak itu menjawab, “Ya.”

Ia bertanya lagi, “Dia benar atau dusta?”

“Bahkan dia itu benar, demi Allah,” jawab budak itu.

Lelaki kaya itu lalu berkata, “Kalau begitu engkau merdeka karena Allah Ta’ala, dan tanah seluas ini dan itu saya berikan kepadamu sebagai sedekah. Juga kalian para budak semua, kalian sekarang telah merdeka, dan kalian memperoleh tanah seluas begini dan begitu sebagai sedekah. Rumah ini juga aku sedekahkan berikut semua perkakasnya dan harta benda yang ada padanya untuk fakir miskin.” Ia kemudian menjulurkan tangannya ke gorden yang ada di sebagian pintunya dan menutup diri dengannya. Lalu ia melemparkan semua pakaian dan perhiasan yang dipakainya.

Budak perempuan itu pun berkata, “Wahai tuanku, hidupku tidak berguna tanpamu.”  Ia lalu melemparkan pakaian mewahnya dan memakai pakaian yang jelek dan kumal, lalu keluar bersama bekas tuannya tersebut. Malik bin Dinar kemudian mengucapkan selamat tinggal kepada keduanya guna melepas kepergian mereka. Lalu mereka menempuh satu jalan, dan Malik pun menempuh jalan lain.”

Sang penutur cerita ini menjelaskan, “Kedua orang itu kemudian hidup dalam ketekunan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, hingga keduanya meninggal dunia.” Semoga Allah memberi mereka kasih sayang. [Syahida.com]

Sumber : Kitab IBNUL  JAUZI

Share this post

PinIt
scroll to top