Inilah Pencuri Kekhusyuan Shalat

Ilustrasi. (Foto : pengkajianpelitahati.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto : pengkajianpelitahati.wordpress.com)

Syahida.com – Tahukah Anda apa yang di katakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bagi orang yang mendirikan shalat 5 waktu dengan baik? Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan perumpamaan bagi orang yang mendirikan shalat 5 waktu dengan baik, bagaikan seorang yang di depan pintu rumahnya ada sungai, lalu dia mandi di dalamnya sehari semalam sebanyak 5 kali sepanjang hidupnya. Dengan demikian apakah akan ada daki di badannya yang tersisa? Perumpamaan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan Bukhari ini, menunjukan bahwa sholat yang baik dan khusyu ini dapat menghapus dosa-dosa manusia. Kekhusyukansholat seperti apa yang dimaksud? Apakah kekhsuyukan itu jika dapat terganggu oleh gangguan orang lain atau dari diri sendiri dapat membatalkan sholat?

Terkadang masih sering kita temui orang yang shalat sambil melakukan aktivitas lain, misalnya sambil menggendong bayi, memindahkan anak dari satu tempat ke ke tempat lain, agar tidak mengganggu jamaah sholat lain. Bukankah yang demikian ini mengganggu kekhusyuan sholat? Jika demikian bagaimana dengan sholatnya? Apakah tetap sah?

Shalat Sambil Beraktifitas, Apa Hukumnya?

Para ulama membagi bentuk aktivitas dalam sholat seseorang dalam 2 bentuk:

Pertama, apabila aktivitas atau gerakan tersebut semisal dengan gerakan yang dianjurkan dalam shalat seperti rukuk dan sujud, akan tetapi dia melakukannya pada tempat yang tidak dianjurkan dan dengan kesengajaan, misalnya melakukan rukuk 2 kali atau menambah sujud menjadi 3 kali, maka sholatnya menjadi tidak sah. Sebab dengan itu ada kesengajaan dan unsur mempermainkan tata cara sholat. Namun jika hal itu dilakukan tanpa sengaja, semata-mata karena lupa, seperti menambah jumlah rakaat maka shalatnya tetap sah. Akan tetapi, dia harus melakukan sujud syahwi sebagai penebusnya, yaitu sujud sebelum salam.

Dalam riwayat Bukhari Muslim, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendirikan shalat dzuhur 5 rakaat, kemudian setelahnya beliau melakukan sujud syahwi, tanpa mengulangi shalat dzuhur dari awal.

Bentuk kedua, jika jenis aktivitas gerakan dalam sholat, diluar jenis gerakan yang diperintahkan dalam sholat, misalnya memukul dan berjalan, maka ulama fiqih membagi hukumnya sebagai berikut: apabila gerakannya terhitung banyak, tanpa alasan yang mendesak maka gerakan semacam ini bisa membatalkan shalat. Adapun jika gerakan yang terhitung banyak itu dilakukan dengan alasan yang terpaksa atau mendesak atau karena kebutuhan penting, seperti melangkahkan kaki karena ada binatang yang berbisa di tempat sholatnya atau karena dia sholat di kendaraan, sehingga membutuhkan gerakan tangan untuk mengendalikan, maka aktivitas gerakan semacam ini meskipun gerakan dalam hitungan banyak, tidak membatalkan sholat dan sholatnya tetap sah.

Dalam riwayat Bukhari: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mendirikan shalat sambil menggendong cucunya, Umamah, maka ketika hendak sujud, beliau meletakkannya, dan ketika hendak berdiri, beliau mengambilnya kembali.” (HR. Bukhari)



Juga dalam riwayat Abu Daud: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar membunuh al-Aswadain atau ular dan kalengking (walaupun) di dalam shalat.” (HR. Abu Dawud)

Bahkan Imam Abu Dawud meriwayatkan, “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melepas kedua sandalnya dalam keadaan sholat.”

Bagaimana jika orang shalat melakukan gerakan melebihi tiga kali gerakan, seperti menggaruk-garuk bagian tubuh, melipat lengan baju atau membetulkan sajadah. Apakah bisa membatalkan sholatnya?

Bergerak Dalam Shalat Lebih Tiga Kali, Batalkah?

Masalah ini memang sering disalah mengerti oleh sebagian masyarakat. Mereka berkeyakinan jika melakukan gerakan 3 kali, dapat membatalkan sholat. Padahal baik Al-Qur’an dan hadits, tidak ada yang menyebutkan demikian, bahkan tidak ada aturan itu. Hanya saja memang ulama banyak menyinggung banyak gerakan dalam shalat. Banyak di sini maksudnya, berapa? Berkenaan dengan hal ini Imam as-Suyuthi, seorang ulama bermadzhab syafi’i, menyebutkan satu kaidah: “Setiap perkara yang didatangkan oleh syariat secara mutlak tanpa batasan, maka ketentuannya dikembalikan kepada Urf atau norma yang berlaku di masyarakat.”

Imam An-Nawawi bahkan menyebutkan lebih gamblang. Jumlah banyaknya gerakan yang mengganggu sholat tergantung pemahaman atau norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian seandainya gerakan yang melebihi 3 kali bagi suatu masyarakat dianggap banyak, seorang yang bergerak lebih dari 3 kali, tanpa ada keperluan kepentingan penting, maka sholatnya kurang sempurna atau bahkan bisa menjadi tidak sah.

Dari paparan ini, kita dapat mengetahui bahwa aktivitas dalam sholat seperti menggaruk, melipat lengan baju, atau merapikan sajadah, tidak membatalkan sholat walaupun terhitung banyak. Dengan catatan, selama gerakan tersebut memang ia lakukan karena kebutuhan bukan sekedar iseng ataupun usil.

Melangkah Mengisi Shaf Kosong Saat Shalat

Lalu bagaimana dengan bergerak mengisi shaf kosong di depan saat shalat berlangsung, ia melangkah lebih dari 3 kali atau bergeser untuk merapatkan shaf, apakah tidak mengganggu keabsahan shalat? Merapatkan shaf dalam shalat berjamaah adalah suatu kewajiban, hal ini banyak dilalaikan kaum muslimin. Padahal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengancam siapa saja yang tidak merapatkan dan meluruskan shaf nya. Dalam sabdanya :

Luruskanlah shaf-shaf kalian, atau (jika tidak) maka Allah akan mempertentangkan antara wajah-wajah kalian.” (HR. Bukhari-Muslim)

Yang dimaksud dengan mempertentangkan antara wajah-wajah kalian adalah bahwa Allah akan menjadikan perselisihan dan permusuhan diantara hati kalian, karena tidak meluruskan shaf. Sebab ketidakkompakan bentuk lahiriah dalam berjamaah dapat memberikan efek tersendiri ke dalam masing-masing batin manusia. Jika demikian, maka melangkah guna mengisi shaf yang kosong di depan adalah hal yang dianjurkan. Adapun gerakan langkah yang lebih dari 3 kali tersebut, tidak dipandang sebagai pencendera kesempurnaan shalat. Demikian juga dengan gerakan bergeser dengan tujuan merapatkan shaf yang masih renggang, sama sekali tidak menjadikan shalat menjadi makruh, tidak pula membatalkan shalat karena semua gerakan tersebut dilakukan karena kebutuhan bahkan memenuhi kewajiban merapatkan shaf.

Sedang Shalat HP Berdering, Bagaimana?

Karena sudah menjadi kebutuhan primer sebagian kalangan, maka kerap kali handphone selalu dibawa penggunanya bahkan ke tempat sholat. Jika berdering bahkan sangat mengganggu jamaah lain, apakah yang harus dilakukan dalam keadaan seperti ini. Bolehkah ia harus mematikan handphonenya? Ataukah ia harus membatalkan sholat dahulu lalu mematikannya kemudian memulai shalat dari awal lagi? Semua hal yang berpotensi mengganggu kekhusyukan sholat pada dasarnya mesti dijauhi, termasuk salah satunya membiarkan handphone dalam keadaan on. Terlebih jika yang terkena dampaknya adalah orang banyak. Islam mengajarkan budi pekerti sangat tinggi, yaitu tidak dibenarkan membuat orang lain tidak nyaman apapun bentuknya, baik kepada diri sendiri  atau atas orang lain. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Laa dhororo walaa dhiroor.”

Semua bentuk kemudharatan ditiadakan dan semua bentuk usaha pemudharatan ditiadakan.” (HR. Malik dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, jika shalat berlangsung dan tiba-tiba handphone kita berdering dengan nada yang mengganggu maka harus mematikan langsung handphone tanpa harus membatalkan sholatnya terlebih dahulu. Gerakan yang dilakukannya saat mematikan handphone, tidak membatalkan sholat. Sebab gerkan tersebut ia  lakukan karena kebutuhan mendesak.

Imam Lupa Jumlah Rakaat, Bagaimana Makmum?

Mungkin karena kurang khusyuk atau karena terlalu khusyuk seorang imam sholat, lupa dengan rakaat shalatnya. Dalam kondisi demikian apa yang harus dilakukan makmum? Bolehkah ia mengingatkan imam? Jika boleh bagaimana cara mengingatkan imam?

Imam yang lupa dengan jumlah rakaatnya itu wajar, karena memang setan selalu mengganggu kekhusyukan shalat seseorang. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam riwayat Bukhari Muslim bersabda:

Setan datang kembali, sehingga ia membisikkan antara seseorang dengan jiwanya, dia berkata: ‘Ingatlah ini, Ingatlah ini!’ urusan yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga akhirnya orang tersebut menjadi tidak tahu berapa rakaatkah dia shalat.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam kondisi ini, seorang makmum boleh menegurnya atau mengingatkannya. Bagaimana caranya? Jika makmumnya laki-laki, caranya dengan mengucapkan tasbih ‘Subhanallah’. Makmum perempuan juga boleh menegur Imam, namun tidak boleh dengan ucapan, tapi boleh dengan tepukan tangan. Tata cara inilah yang di ajarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sabdanya:

Membaca tasbih untuk makmum laki-laki dan tasfir atau menepuk tangan untuk kaum wanita.”

Akan tetapi jika Imam tidak menghiraukan teguran makmum karena berkeyakinan dirinya tidak lupa, maka ulama fiqh memberi 2 pilihan yang boleh dilakukan oleh makmum, antara menunggu atau ikut bersama imam. Makmum boleh menunggu, dalam artian makmum tetap duduk dalam rakaat terakhir dan membiarkan imam melanjutkan satu rakaat yang lebih tersebut, kemudian ikut salam bersama dengan imam. Atau boleh juga makmum mengikuti imam dalam satu rakaat yang lebih tersebut namun harus disertai keyakinan bahwa satu rakaat tersebut adalah bagian yang lebih  dari imam dan selanjutnya nanti ia melakukan salam bersama dengan imam.

Dua pilihan tersebut boleh sama-sama dilakukan oleh makmum tapi yang lebih baik makmum hendaknya tetap mengikuti imam dalam rakaat lebih tersebut. Seperti inilah yang dilakukan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta sahabatnya, seperti dalam riwayat Al-Bukhari, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dzuhur 5 rakaat. Para sahabat ketika itu mengikuti nabi dan mereka tidak diperintahkan agar menunggu duduk. Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya seorang imam (shalat) ditunjuk agar dia diikuti, bila imam bertakbir, maka bertakbirlah kalian, dan jika imam rukuk, maka rukuklah kalian, dan jika imam sujud, sujudlah, dan jika imam shalat berdiri maka berdirilah kalian.” (HR. Bukhari – Muslim)

 

Shalat Sendiri Lupa Jumlah Rakaat, Bagaimana?

Jika lupa rakaat terjadi pada shalat sendirian seperti shalat dzuhur dan ashar, misalnya ia ragu apakah sudah masuk rakaat ketiga atau sudah keempat? Maka apakah yang harus dilakukan? Ketika orang shalat dzuhur ragu dengan jumlah rakaatnya, apakah ia masuk ke rakaat ketiga atau keempat? Maka yang harus ia lakukan adalah membuang rasa ragunya lalu mengambil keputusan apa yang diyakininya benar. Jika ia yakin baru tiga rakaat maka ia harus menambah satu rakaat lagi. Tapi jika ia sudah yakin empat rakaat, maka ia harus mengambil keputusan duduk tasyahud akhir. Nanti sebelum salam ia melakukan sujud syahwi.

Dalam riwayat muslim Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

Apabila kalian ragu di dalam shalatnya, sehingga tidak mengetahui berapa (rakaatkah) dia telah shalat, apakah tiga ataukah empat, maka (hendaknyalah) dia membuang keraguannya, dan hendaklah dia mengambil keputusan atas apa yang dia yakini, lalu kemudian nanti dia sujud dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka kami genapkan shalat itu baginya, dan jika ternyata dia shalat empat (rakaat), maka kedua sujud tersebut sebagai hinaan untuk setan.” (HR. Muslim)

Dari hadits inilah kemudian para ulama menyarikan sebuah kaidah hukum, ‘Sesuatu yang telah dia yakini, tidak bisa dihapuskan dengan sekedar rasa ragu-ragu.’

Sedang Shalat Tamu Ucapkan Salam, Bagaimana?

Seorang muslim wajib menjawab salam dari saudaranya, masalahnya jika seseorang sedang shalat lalu ada tamu yang datang sambil mengucapkan salam, haruskah ia menjawab salam tamunya? Ataukah ia membatalkan sholatnya kemudian menjawab salam dari tamunya.

Dalam kondisi ini tidak perlu membatalkan sholat, lalu menjawab salam. Yang perlu dilakukan adalah tetap melanjutkan shalatnya tanpa menjawabnya. Nanti jika selesai shalat, sementara tamunya masih berada di depan rumah, maka ia baru menjawabnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bahkan mengajarkan dengan isyarat gerakan jari tangan sekalipun tamunya tidak melihat.

Beberapa riwayat hadits menerangkan keadaan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diantaranya adalah hadits riwayat Abu Dawud. Dari Suhaib ra, ia berkata:

Suatu ketika aku melewati Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang shalat, lalu aku ucapkan salam kepadanya, beliau hanya menjawab salamku dengan isyarat, dengan jari-jari beliau.” (HR. Abu Dawud)

Lalu bagaimanakah dengan hukumnya orang yang mengucapkan salam padahal ia tahu yang diberi salam itu sedang shalat?

Dalam banyak riwayat sebuah hadits disebutkan beberapa orang sahabat nabi pernah mengucapkan salam kepada beliau ketika dalam shalat. Sehingga para ulama menyimpulkan bahwa boleh mengucapkan salam kepada orang yang shalat. Namun sangat penting untuk diingat apabila dengan ucapan salam itu membuat orang yang sedang sehalat menjadi terganggu kekhusyuannya, maka lebih baik menunda mengucapkan salam kepadanya sampai shalatnya selesai.

Shalat Khusuk

Khusuk di dalam shalat adalah amalan yang terpuji bahkan kekhusukan dalam shalat merupakan ciri orang yang beriman. Allah berfirman:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS: Al-Mukminun: 1-2)

Khusyu’ maknanya bersikap tenang tanpa gerakan, baik itu gerakan tubuh atau gerakan hati. Khusyu’nya hati maksudnya ialah konsentrasi dan terfokusnya sebuah fikiran dan angan-angan hanya kepada Allah, sembari mengingat keburukan dan dosa-dosa yang telah memenuhi diri kita. Ketika hati telah khusyu’ maka anggota tubuh yang lainnya pun mudah mengikuti. Sebab hati adalah raja kebaikan dan keburukan berpijar darinya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Di dalam tubuh ada sebuah organ, jika organ ini baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika organ tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Organ itu adalah hati.” (HR. Bukhari Muslim)

Tokoh besar di zaman tabiin, melihat seorang melihat seorang dalam keadaan tidak tenang, banyak melakukan gerakan-gerakan yang bukan bagian dari shalat. Beliau pun berkata: “Seandainya hati orang ini khusyu’ niscaya anggota badannya pun akan menjadi khusyu’. [Syahida.com]

Sumber : Khazanah Islam

 

Share this post

PinIt
scroll to top