Ciri Keluarga Sakinah Penuh Berkah (Bagian ke-21) : Rezekinya Halal

Ilustrasi. (Foto : enemyofdebt.com)

Ilustrasi. (Foto : enemyofdebt.com)

Syahida.com – Dari ‘Abdullah  bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha mulia telah membagi perilaku kamu sebagaimana Dia telah membagi rezeki diantara kamu. Sesungguhnya Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia memberikan dunia ini kepada yang Dia cintai dan kepada orang yang tidak Dia cintai, tetapi tidak memberikan agama, kecuali hanya kepada orang yang Dia cintai. Barang siapa yang diberi-Nya agama, berarti dia sungguh-sungguh dicintai-Nya. Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, seseorang tidak menjadi Islam sebelum hati dan lidahnya menjadi Islam. Seseorang tidak beriman sebelum tetangganya selamat dari gangguan-gangguannya.’ Saya bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah gangguan-gangguannya itu?’ Beliau bersabda: ‘Yaitu perbuatannya yang menyakiti/merugikan (tetangga), dan kedhalimannya (aniayanya). (Seseorang) tidak (beriman) bila ia mendapatkan harta dari yang haram, lalu ia belanjakan (untuk keluarganya), maka hal itu tidak membawa berkah; dan bila ia sedekahkan, (sedekahnya) tidak akan (diterima) oleh Allah; dan jika ia tinggalkan untuk ahli warisnya, hal itu hanya menambah siksa neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus yang buruk dengan yang buruk, tetapi menghapus yang buruk dengan yang baik dan perbuatan buruk tidak dapat menghapus keburukan (dosa),’” (HR. Ahmad no.3490 CD)

Penjelasan:

Hadits diatas menjelaskan bahwa harta yang didapat secara haram tidak akan memberi kebaikan bagi yang bersangkutan. Bila harta itu digunakan untuk biaya makan anak dan istri, harta tersebut tidak akan memberikan kebahagiaan lahir batin kepada mereka. Begitu pula bila harta tersebut digunakan untuk bersedekah, Allah tidak akan menjadikan yang memberi dan yang diberi memperoleh kebaikan.

Kehidupan yang sakinah lagi penuh berkah akan senantiasa didapat oleh rumah tangga yang dihidupi dari rezeki yang halal. Halal tidaknya suatu rezeki dapat dilihat dari 2 hal, yaitu:

  1. Rezeki tersebut merupakan barang-barang yang halal, dan
  2. Rezeki tersebut didapat dengan cara-cara yang halal.

Keluarga yang dibelanjai denga harta yang haram tidak akan tenteram dan bahagia. Harta yang didapat dengan cara yang haram, sepereti korupsi, suatu saat akan menjerumuskan mereka kepadanya. Begitu pula penghasilan haram dari usaha-usaha, seperti berjual beli daging babi, minuman keras, atau hasil berjudi, tidak akan memberi ketenangan dan ketentraman bagi dirinya. Hal ini karena usaha-usaha tersebut hanya akan menumbuhkan rasa was-was dan sifat rakus, serta menjadikan yang bersangkutan tidak dapat berpikir jernih.

Untuk menghindari kecemasan, kekhawatiran, dan keserakahan itu, rumah tangga yang ingin hidup dalam suasana tenteram dan bahagia wajib melakukan usaha yang halal untuk membelanjai kepentingan rumah tangganya. Dengan mengusahakan harta secara halal, mereka tidak pernah dihantui oleh perasaan takut akan dituntut oleh seseorang atau digunjing orang sehingga dapat mengganggu ketentraman dan ketenangan hidupnya. Lebih dari itu, rezeki halal yang mereka usahakan justru akan menumbuhkan rasa tenteram, sifat qana’ah, dan pikiran yang jernih pada diri sendiri dan seisi rumahnya. Inilah sakinah yang didapat oleh mereka yang senantiasa menjaga dirinya dari rezeki yang haram.

Orang-orang yang tidak pernah mempedulikan halal dan haram tidak pernah merasa puas dengan harta kekayaan yang didapat. Mereka bahkan selalu merasa kurang, sehingga dirinya tidak pernah tenteram. Berapapun harta yang didapat tidak pernah dapat memuaskan keinginan mereka. Semakin banyak kekayaan yang didapat menjadikan mereka semakin merasa kekurangan. Karena yang dimasukkan ke dalam perutnya adalah barang yang haram, mereka tidak peduli terhadap ancaman Allah.

Dari Qasim bin Mukhaimarah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Barangsiapa memperoleh hartanya dari barang/cara terlarang, lalu ia gunakan untuk menjalin tali silaturahmi atau ia sedekahkan atau ia belanjakan di jalan Allah, maka semua itu kelak akan dikumpulkan lalu dilemparkan harta tersebut ke neraka Jahannam.’” (HR. Abu Dawud, Hadits lemah)



Walaupun hadits ini lemah, tetapi maksud yang terkandung di dalamnya sama dengan Hadits shahih di atas.

Sebaliknya, orang yang rezekinya halal senantiasa merasa cukup dengan apa yang telah Allah karuniakan ke mulutnya dan ke mulut keluarganya dan setiap lembar pakaian  yang dipakainya, dari hal-hal yang haram, tidak akan merasa kekurangan walaupun yang mereka suapkan hanya satu dua buah korma dan yang mereka pakai adalah pakaian yang bertambal disana-sini. Berapa pun rezeki yang mereka peroleh, betapa-pun sedikitnya, selalu mereka syukuri sebagai karunia Allah yang sangat besar. Inilah berkah yang di dapat oleh mereka yang senantiasa mencari rezeki yang halal.

Penghasilan yang diperoleh secara halal justru akan menjadikan diri seseorang selalu ingat kepada Allah tentang tanggung jawabnya atas harta yang dikaruniakan kepadanya. Ia tidak berani menggunakan harta itu pada jalan yang diharamkan oleh Allah dan selalu berusaha membelanjakannya pada jalan yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Dengan demikian, hartanya dapat memberikan berkah kepada orang lain yang memerlukan bantuannya juga menikmati kelebihan harta yang dimiliki itu.

Harta yang halal akan memberikan keuntungan psikologis dan materiil kepada pelakunya, keluarga-nya dan masyarakat disekitarnya. Seseorang yang rezekinya halal akan memperoleh ketenangan dan ketentraman serta memberikan kebahagiaan kepada seisi rumahnya dan memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitarnya. [Syahida.com]

—–

Bersambung….

Sumber : 25 Ciri Keluarga Sakinah Penuh Berkah dan Langkah Mewujudkannya, Drs. Muhammad Thalib

Share this post

PinIt
scroll to top