Si Buyung & Acara TV Tengah Malam

Ilustrasi. (Foto : parentdish.co.uk)

Ilustrasi. (Foto : parentdish.co.uk)

Syahida.com – Acara itu bernama “Wisata Malam”, ditayangkan stasiun Trans 7 tengah malam. Pada 5 februari lalu, acara ini menampilkan dua perempuan muda berbaju tanktop pendek dan celana pendek ketat yang mencuci mobil di malam hari. Mereka ditampilkan sangat sensual dengan cara antara lain melirikkan mata, meliukkan tubuh menggoyang-goyangkan kepala, dan memainkan bibir. Kamera sering meyorot close up paha, perut, dan bokong mereka. Tubuh mereka basah. Wajah basah mereka menampilkan ekspresi yang sangat sensual saat di-close-up.

Tayangan tersebut jelas mengeksplorasi perempuan, menjadikan tubuh perempuan sebagai objek seks, inilah contoh tayangan sampah (junk TV), jauh dari muatan TV yang sehat.

Acara yang juga senang menampilkan eksplorasi tubuh perempuan adalah “Mata Lelaki” (juga di  Trans 7) dan “Soccer Fever” (Trans TV). Sama seperti “Wisata Malam”, acara-acara demikian gemar menampilkan perempuan berpenampilan sensual dan dengan kamera yang tampak lahap menyorot bagian-bagian tubuh tertentu perempuan itu.

Memang tayangan-tayangan bermuatan materi seks ini berklarifikasi D (Dewasa), umumnya disiarkan tengah malam atau sedikit lewat tengah malam, namun kata siapa penontonnya hanya orang dewasa? Ternyata, sejumlah remaja laki-laki –bahkan ABG- juga menontonnya!

Hal itu saya ketahui dari anak-anak SMP Peserta diskusi tentang literasi media (melek media). Di dalam forum itu, beberapa anak laki-laki yang sambil tertawa-tawa menyebutkan “Mata Lelaki”, “Soccer Fever”, dan “Wisata Malam” sebagai acara TV yang bermuatan dewasa. Tentu saya terkejut mereka tahu acara-acara itu. Lebih terkejut lagi, saat saya tahu dari mana, jawab mereka sambil tertawa, “Kan, nonton Bu…”

Ketika berbincang degan mereka usai diskusi, mereka menyatakan suka menonton acara TV tengah malam secara sembunyi. Orangtua mereka tidak tahu karena sudah tidur. Ada pula yang menonton dari YouTube. Mereka tahu acara TV dewasa tersebut dari cerita satu-dua teman yang menonton. Yang tentu saja, semuanya tanpa diketahui orangtua.

Dalam kesempatan lain, saya juga mengetahui para remaja tahu acara-cara TV seperti “Kakek-Kakek Narsis” atau “Sexophone” yang juga ditayangkan Trans TV. Kedua acara itu kini sudah tidak disiarkan. Beberapa remaja yang dirumahnya melanggan TV berbayar ada juga yang menonton Fashion TV, saluran TV yang gemar mengeksploitasi tubuh perempuan.

Gejala ini tentu sangat mengkhawatirkan. Pada sisi lainnya, kita semua patut mengetahuinya untuk kita jadikan pelajaran bersama.



Ajak berdialog

Stasiun-stasiun TV tersebut pastilah merasa tidak bersalah untuk menjual seks, karena berkilah mereka sudah mengklasifikasi “D” pada acara mereka. Apalagi acara itu ditampilkan tengah malam, sementara syarat “D” menurut aturan yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah mulai pukul 22.00 hingga pukul 3 dini hari.

Mana mau mereka peduli memikirkan acara tengah malam mereka juga mungkin ditonton remaja. Bagi mereka, karena bertujuan menarik penonton laki-laki dewasa sebanyak-banyaknya, mereka enggan bersusah-susah membuat acara yang aman untuk semua kelompok usia.

“Mata Lelaki”, “Soccer Fever”, dan “Wisata Malam” (atau dulu “Kakek-kakek Narsis” dan “Sexophone”) mendapat sanksi dari KPI karena tampilan yang mengeksploitasi tubuh permpuan atau menampilkan percakapan dewasa yang tidak pantas alias mesum. Tetapi dari  pengalaman dan pengamatan, kesalahan mereka berulang, sehingga sanksi dari KPI harus berulang kali pula diberikan.

Apa boleh buat, orangtua yang memiliki anak-anak menjelang remaja atau sudah remaja harus mencermati hal ini. Atau, guru yang mengajar di kelas-kelas SMP atau SMA harus membuka telinga lebar-lebar menangkap percakapan anak didik mereka soal tayangan lelaki dewasa di TV atau internet.

Anak-anak mengkonsumsi materi dewasa di TV umumnya terjadi karena ketidak tahuan (atau kelalaian) orangtua. Lemahnya pengawasan menyebabkan anak-anak bebas menonton tayangan tidak pantas tersebut melalui TV atau internet. Namun, orang tua juga tidak akan dapat melakukan semacam “Pengawasan melekat” (waskat) terus menerus. Karena itu, berbicara kepada anak-anak tentang tayangan jenis apa yang boleh mereka nikmati sesuai umur mereka dan apa alasannya, menjadi hal yang sangat penting.

Percayalah, anak kita dapat diajak berdialog tentang hal ini, dengan syarat orangtua membicarakan secara bersahaja dan menyenangkan. Jangan sampai membicarakan hal ini dengan cara otoriter. Kalau secara doktriner anak dijejali pesan-pesan orangtua tentang larangan menonton ini-itu atau mengakses ini-itu, maka besar kemungkinan yang terjadi adalah efek bumerang: anak mungkin tergugah melihat apa yang dilarang dengan keras orangtuanya.

Dalam industri hiburan memang berlaku prinsip “sexs sells”. Seks itu menjual. Media berisi muatan seks umumnya mudah menarik perhatian orang. Ditambah lagi, tidak diperlukan kecerdasan dan kreativitas tinggi untuk membuat materi-materi demikian di media. Jadi, sudah membuatnya mudah laku pula…

Di sisi lain, ada si buyung yang baru tumbuh besar, yang punya keinginan besar tentang banyak hal, termasuk seks, yang potensial menjadi korban tayangan yang menjual seks tersebut. Anak laki-laki kita memang perlu punya pengetahuan tentang masalah seks, tetapi tidak dari tayangan audiovisual yang hanya mengeksploitasi tubuh perempuan sebagai objek seks.

Nina Mutmainnah Armando

Dosen Ilmu Komunikasi UI, aktivis Yayasan Pengembangan Media Anak.

[Syahida.com]

Sumber: Ummi No.7/ XXVI/ Juli 2014/ 1435 H

Share this post

PinIt
scroll to top