Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’an) : Surat An-Nuur Ayat 61

quran18Syahida.com – Asababun Nuzul surat An-Nuur ayat 61:

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri. Makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki-laki, dirumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu memiliki kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini), hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam kepada) dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya bagimu agar kamu memahaminya. (QS: 24 An-Nuur: 61)

Dalam suatu riwayat dikemukakan, pada waktu itu orang-orang biasa berkunjung bersama-sama orang buta, orang pincang, atau orang sakit ke rumah bapaknya, ke rumah saudaranya, ke rumah saudarinya, ke rumah bibinya (dari pihak bapak), ke rumah bibinya (dari pihak ibu). Orang-orang yang diajak itu merasa keberatan dengan berkata: “Mereka membawa kita ke rumah orang lain.” Maka turunlah ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 61) sebagai kelonggaran bagi mereka. (bagi orang pincang, buta, atau sakit) untuk makan dirumah orang lain. [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq dari Ma’mar, dari Ibnu Abi Najih, yang bersumber dari Mujahid]

Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika turun ayat, Ya ayyuhal ladzina amanu la ta’kulu amwalakum bainakum bil bathil…(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…), sampai akhir ayat (QS: 4 An-Nisa’: 29), kaum Muslimin menghentikan makan di tempat orang lain, padahal mereka beranggapan bahwa menjamu makan itu adalah pemanfaatan harta yang paling utama. Maka turunlah ayat tersebut (QS: 24 An-Nuur: 61) memberikan kelonggaran makan untuk makan yang disediakan untuk mereka. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas]

Dalam riwayat lain dikemukakan, sejak sebelum Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus sebagai rasul, orang-orang Madinah tidak suka makan bersama-sama orang buta, orang sakit, atau orang pincang, karena orang buta tidak bisa melihat makanan yang enak, makanan orang sakit tidak cocok untuk makanan orang sehat, dan orang pincang tidak dapat berebut makanan. Ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 61) turun untuk mengubah kebiasaan mereka. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Adl-Dlahhak]

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang Madinah tidak suka makan bersama-sama dengan orang buta atau orang pincang. Ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 61) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut untuk mengubah kebiasaan mereka. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari muqsim]

Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika Al-Harits pergi mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berjihad, ia meminta Khalid bin Zaid untuk menjaga keluarganya, akan tetapi Khalid merasa keberatan untuk makan di rumah Al-Harits, karena ia sangat berhati-hati (takut melanggar hukum). Maka turunlah ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 61) yang membenarkan memakan makanan yang disuguhkan kepadanya. [Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi di dalam Tafsirnya yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas].

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa apabila kaum Muslimin berangkat mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  berjihad mereka suka menyerahkan kunci-kunci rumahnya kepada orang-orang invalid (lemah atau cacat anggota badan), serta menghalalkan orang-orang tersebut untuk makan apa yang mereka inginkan. Mereka berkata: “Sebenarnya tidak halal bagi kita memakan makanan mereka, karena mereka memberikan izin tidak dengan kerelaan hati.” Maka Allah menurunkan Ayat tersebut diatas (QS: 24 An-Nuur: 61) yang memberikan kelonggaran kepada mereka untuk makan dirumah orang yang mengizinkannya dengan menyerahkan kunci-kunci rumahnya. [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari ‘Aisyah].



Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Az-Zuhri pernah ditanya tentang maksud kata-kata orang buta, orang pincang, dan orang sakit yang tersebut dalam ayat, Laisa ‘alal a’ma haraj…(tidak ada halangan bagi orang buta…) (QS: 24 An-Nuur: 61). Ia menjawab: “Aku telah menerima Hadits dari ‘Abdulullah bin ‘Abdillah yang mengatakan bahwa apabila kaum muslimn berangkat berjihad, mereka suka menyerahkan kunci-kunci rumahnya kepada orang-orang yang invalid untuk menjaga rumah-rumah mereka dan menghalalkan makan apa saja yang ada di rumah mereka. Akan tetapi, yang dititipi kunci merasa enggan, sekalipun hanya untuk masuk ke rumah itu.” (QS: 24 An-Nuur: 61) menegaskan bahwa mereka dibolehkan masuk ke dalam rumah itu dan makan setelah mengucapkan salam. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Az-Zuhri]

Dalam Riwayat lain dikemukakan bahwa ayat, …Laisa ‘alaikum junahun an ta’kulu jami’an au asytata… (…tidak ada halangan bagi kamu makan bersama mereka atau sendirian…) (QS: 24 An-Nuur: 61) turun berkenaan dengan segolongan bangsa Arab yang tisak dapat makan sendirian. Kadang-kadang mereka membawa-bawa makanan sampai mendapatkan orang yang mau menemaninya makan. Ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 61) membenarkan mereka makan bersama-sama ataupun sendirian. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah].

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa apabila ada tamu yang datang ke rumah kaum Ansar, mereka tidak mau makan, kecuali bersama tamunya. Ayat ini (QS: 24 An-Nuur: 61) turun sebagai kelonggaran bagi mereka untuk makan bersama ataupun sendiri-sendiri. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan Abu Shalih]. [Syahida.com]

Sumber : Kitab Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’an), K.HQ Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk

Share this post

PinIt
scroll to top