Kenali & Waspadai, Perilaku Seksual Menyimpang di Sekitar Kita

Ilustrasi. (Foto : islamiwiki.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto : islamiwiki.blogspot.com)

Syahida.com – “Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak akhir-akhir ini membuka mata kita bahwa penyimpangan seksual yang tidak ditangani dengan baik bisa berbahaya dan merusak banyak orang.

Dalam ranah psikologi, perilaku seksual yang menyimpang tergolong parafilia, yaitu gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak biasa atau aktivitas seksual yang tidak biasa. Indah Damayanti, M.Psi, psikolog di RS Awal Bros, Pekanbaru, Riau, menyebutkan beberapa perilaku seksual yang termasuk parafilia, antara lain; kepuasan seks yang didapat melalui kontak fisik dan seksual dengan anak pra-pubertas (pedofilia), kepuasan seks yang didapat dengan mempertontonkan alat kelaminnya pada orang yang tidak dikenalnya (eksibisionisme), mendapat kepuasan seks dengan mengintip orang lain dalam keadaan tanpa busana atau tengah melakukan hubungan intim (voyerisme), kepuasan seks dengan kekerasan (sadisme dan masokisme)  dengan lelaki (gay) dan perempuan dengan perempuan (lesbian), ternyata tak lagi digolongkan sebagai penyimpangan seksual. Dalam acuan terbaru di bidang psikologi dan psikiatri yang dibuat di Amerika Serikat, homoseksial ‘hanya’ dimasukkan  sebagai preferensi seksu  sekadar pilihan dalam  melakukan hubungan seksua. “Namun, dalam pandangan Islam, jelas homoseksual merupakan penyimpangan,” tegas Indah sembari mengingatkan kisah kaum Luth yang diazab Allah karena perilaku menyimpang ini.

Sangat mungkin bila seseorang tak hanya mengidap satu jenis parafilia. Seorang pedofil, misalnya, juga bisa memiliki kecenderungan homoseksual. Tak heran bila korban pedofil adalah anak laki-laki.

Penyebab

Dalam pandangan psikodinamik, para pengidap prafilia memiliki ketakutan pada hubungan heteroseksual (antara lakil-laki dan perempuan) yang konvensional, bahkan untuk hubungan yang tidak berkaitan dengan seks, “Orang ini mengalami hambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan perkembangan seksualnya,” tambah pengasuh  www.psikologikita.com ini.

Sementara dalam pandangan cognitivebehavioral, parafilia disebabkan adanya pembelajaran dan pembiasaan. Maksudnya, bila seseorang merangsang dirinya dengan cara tertentu, yang ternyata tak wajar, lalu ia mendapat kepuasan, maka perilaku ini akan diulanginya terus. Dalam masa kanak-kanak pengidap parafilia sering didapati  adanya penyiksaan fisik dan seksual. Terdapat pula kekacauan kognitif sehingga hal yang wajar.

Para pengidap parafilia umumnya punya latar belakang keluarga dengan hubungan emosional berjarak atau tidak dekat secara emosi, nilai-nilai dalam keluarga yang tidak jelas, ekspresi emosi yang tidak wajar (rasa sayang berlebihan, marah berlebihan), dan adanya hubungan emosi double bind (orangtua posesif, tapi menelantarkan pada saat bersamaan).” Jadi, dalam keluarga itu sendiri sudah terdapat patologis,” ujar Indah yang menyelesaikan program masternya di Universitas Indonesia ini.

Berdasarkan temuan dan penelitian, orang yang mengalami gangguan seksual biasanya memiliki pengalaman seks menyimpang di awal perkembangan hidupnya. Para gay atau lesbi, berdasarkan temuan, punya pengalaman seksual pertama dengan sesama jenis. Seorang pedofil pun sewaktu kecil atau sebelum pubertas pernah dilecehkan secara seksual.



Pergaulan juga memberi pengaruh besar. Seseorang heteroseksual bisa berubah menjadi homoseksual. “Namun sifatnya bukan kepastian, tapi probabilitas. Orang yang berteman dengan homoseks, kemungkinan ia menjadi homoseks semakin tinggi,” sambungnya.

Penanganan

Penyimpangan seksual ini memang belum dapat dikenali sejak dini. Apalagi pada umumnya keluarga pengidap parafilia juga bermasalah, hingga abai pada gejala penyimpangan pada anak.

Semestinya sejak awal orangtua sudah mengarahkan anak tentang pemahaman peran gender antara laki-laki dan perempuan. Bila terlihat sejak awal ketidaksesuaian peran gender pada anak, misalnya anak lelaki yang feminim, bisa segera diluruskan dengan melibatkan peran ayah yang lebih besar.

Bila parafilia cepat ditangani psikolog atau psikiater, perubahan perilaku ke arah normal akan semakin besar peluangnya. “Terapi yang efektif biasanya melibatkan berbagai bentuk terapi, baik kognitif maupun behavioral, disertai pelatihan peningkatan keterampilan sosial,” jelas indah yang rajin menulis artikel psikologi di media massa ini. Kadang diperlukan juga obat-obatan untuk terapi ini, karenanya psikolog harus bekerja sama dengan psikiater. Namun terapi ini butuh waktu panjang dan hingga kini belum ada penelitian yang membuktikan parafilia bisa sembuh total.

Pada akhirnya, mencegah seseorang tak telanjur mengidap parafilia adalah hal utama untuk dilakukan. Di sinilah peran penting keluarga dan kasih sayang di antara mereka.

Cegah Anak Berperilaku Seksual Menyimpang  

Keluarga adalah gerbang awal untuk mengantisipasi berbagai penyimpangan dalam perilaku anak.

  • Ciptakan kedekatan emosional dalam keluarga, misalnya lewat komunikasi yang penuh kasih sayang, terbuka dan saling pengertian.
  • Berikan waktu untuk keluarga, temani anak bermain dan menonton. Arahkan percakapan untuk memberi pemahaman yang benar tentang hal-hal baru yang anak temui.
  • Terapkan nilai-nilai yang jelas dan konsisten dalam keluarga.
  • Lakukan kegiatan ibadah dan rekreasi bersama untuk memperkuat keimanan dan kedekatan antaraaggota keluarga.
  • Menerima anak apa adanya dan tidak gampang melontarkan kritik sheingga tercipta rasa percaya diri anak. Anak pun tidak mudah terpengaruh pergaulan di luar sana. [Syahida.com]

Sumber: Majalah Ummi No. 6 | XXVI

Share this post

PinIt
scroll to top