Kisah Anak Durhaka, Tak Pernah Berpamitan Pada Ayah Ibu Saat Akan Bepergian

Ilustrasi. (Foto : occupiedpalestine.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto : occupiedpalestine.wordpress.com)

Syahida.com – Ilustri Pertama: Penuturan Seorang Ayah

Aku tidak habis pikir dengan perilaku beberapa anak muda yang mengaku diri mereka sebagai orang-orang yang teguh melaksankan ajaran agama, tetapi mereka datang dan pergi dari rumah tanpa memberi tahu ayah atau ibunya, atau sekadar memberi tahu ke mana mereka pergi, atau mengabarkan saat mereka datang.

Contohnya adalah anakku. Ia berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah dan tinggal di masjidil Haram Mekkah pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, sedang aku tidak mengetahui keberadaannya selain dari salah seorang tetangga yang memberitahuku. Di mana letak ketaatan kalian pada Allah? Apa saja yang selama ini aku pahami adalah bahwa seseorang tidak diperbolehkan berjihad di medan perang, melainkan setelah mendapat restu kedua orangtua. Apa bedanya antara jihad, haji, dan umrah? Adakah perbedaan di antara ketiganya? Masing-masing adalah perjalanan untuk melaksanakan ibadah. Mengapa ia tidak terlebih dahulu meminta izin kepadaku? Bukankah aku tidak pernah melarang anakku beribadah? Semoga Allah memberi petunjuk kepada anakku!

Ilustrasi kedua: Penderitaan Seorang Ibu

Seorang ibu menyampaikan nasihat kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku, aku memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala sebab Dia telah memberi rezeki kepadaku berupa lima orang anak, sementara ada wanita lain yang tidak dikaruniakan rezeki seperti aku. Wahai anak-anakku, aku telah merasa lelah mendidik dan membesarkanmu, sampai kalian berlima menjadi orang-orang dewasa. Sejauh ini, ibu memperhatikan ada beberapa perilaku kalian yang ibu tidak mengerti bagaimana menafsirkannya.”

“Engkau (wahai Fulan) berpergian bersama istri dan anak-anakmu ke Jeddah saat liburan musim semi dan ibu tidak mengetahui ihwal kepergianmu kecuali dari tetangga. Engkau tidak meminta saran atau berpamitan pada ibumu atau sekedar berbasa-basi mengajak ibumu turut serta. Walaupun sebenarnya aku tidak akan pergi kalau engkau mengajakku, tetapi itu cukup membuat ibumu senang. Atau barangkali engkau merasa repot jika mengajak ibumu yang tua renta ini? Atau karena engkau beranggapan bahwa orang setua ibu ini tidak lagi membutuhkan kesenangan?”

“Adapun engkau (wahai Fulan), engkau berpergian bersama saudara-saudara iparmu ke wilayah Timur tanpa sepengetahuan ibu.”

“Aku tidak merasa bahwa salah seorang dari kalian pernah memberi santunan kepada ibu walau sepeser. Apakah kalian mengira bahwa kami yang tua renta ini tidak lagi membutuhkan uang? Sungguh kami membutuhkannya untuk bersedekah, untuk memenuhi kewajiban atas diri ibu yang tidak kalian ketahui, atau untuk menyenangkan hati anak-anak..” (Persis seperti penuturan yang bersangkutan). [Syahida.com]



Sumber: Musa bin Muhammad Hajjad az Zahrani (Keramat Hidup: Orang Tua)

Share this post

PinIt
scroll to top