Kisah Nabi Luth (Bagian Ke-3) : Malaikat Mendatangi Nabi Luth dengan Wajah Rupawan

Ilustrasi. (Foto : Azab Homoseksual di Pompeii, Italia)

Ilustrasi. (Foto : Azab Homoseksual di Pompeii, Italia)

Syahida.com – Allah SWT berfirman, “Dan ketika para utusan Kami (para malaikat) itu datang kepada Luth, dia merasa curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Luth) berkata, ‘Ini hari yang sangat sulit’.” (Hud: 77). Para mufassir menjelaskan, setelah para malaikat pergi meninggalkan Ibrahim, mereka adalah Jibril, Mikail dan Israfil, mereka terus berlalu hingga tiba di bumi Sodom dalam wujud pemuda-pemuda tampan sebagai ujian dari Allah untuk kaum Luth, juga untuk menegakkan hujah bagi mereka. Mereka bertamu ke kediaman Luth saat matahari terbenam. Luth merasa khawatir jika tidak mempersilahkan mereka datang bertamu, akan dijamu oleh orang lain.

“Dia merasa curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Luth) berkata, ‘Ini hari yang sangat sulit ‘.” Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah dan Muhammad bin Ishaq menafsirkan; amat keras siksanya. Karena pada malam ini Luth melindungi tamu-tamu itu dari gangguan kaumnya, seperti yang ia lakukan pada tamu-tamu lain saat berkunjung ke kediaman Luth. Sebelumnya, kaum Luth telah melarangnya untuk  tidak menerima tamu lelaki. Namun, Luth melihat sesuatu yang sudah tidak mungkin lagi bisa dihindari.

Qatadah menyebutkan, para malaikat mendatangi Luth disebuah sawah ladang miliknya, ia tengah bekerja di sana saat itu. mereka meminta untuk dijamu, namun Luth merasa malu pada mereka. Luth  berlalu di depan mereka dan menyampaikan sesuatu dengan bahasa kiasan, maksudnya agar mereka segera meninggalkan perkampungan ini dan singgah di perkampungan lain. Luth berkata kepada mereka, “Demi Allah! Wahai,  kalian yang datang! Aku tidak mengetahui penduduk  perkampungan ini.’  Setelah itu Luth berjalan sesaat, lalu mengulangi lagi kata-katanya hingga empat kali. Para malaikat sudah diperintahkan untuk tidak membinasakan penduduk Sodom sebelum nabi mereka memberikan kesaksian akan kejahatan dan keburukan mereka’.”[1]

As-Suddi menuturkan, “Para malaikat pergi meninggalkan Ibrahim menuju perkampungan Luth. Mereka datang di perkampungan itu pada tengah hari. Begitu tiba di sungai Sodom, mereka berpasangan dengan putri Nabi Luth yang tengah mengambil air untuk keperluan keluarga. Luth memiliki dua putri, yang sulung bernama Ritsa dan yang bungsu bernama Zagharta. Para malaikat bertanya padanya, ‘Adakah rumah yang bisa kami singgahi?’ ‘Ada. Tapi tunggu dulu, jangan masuk perkampungan ini terlebih dulu sampai aku menemui kalian lagi,’ jawabnya. Hal ini ia lakukan karena merasa iba terhadap para tamu itu, jika nanti diperlakukan kaumnya secara tidak senonoh.

Ia pun menyampaikannya kepada ayahnya setelah pulang, ‘Ayah! Ada sejumlah pemuda ingin menemuinya di dekat pintu gerbang kota. Belum pernah aku melihat suatu kaum pun wajahnya lebih tampan dari mereka. Jangan sampai kaummu menjamu mereka karena pasti akan mencemarkan (nama baik kita) di hadapan mereka.’ Kaum Luth sudah melarangnya untuk tidak menjamu tamu lelaki. Mereka berkata, ‘Biarkan kami saja yang menjamu para tamu lelaki.’[2]

Luth kemudian membawa mereka ke rumah tanpa diketahui seorang pun selain keluarganya. Istrinya kemudian keluar dan memberitahukan kaumnya, ia berkata, ‘Di rumah Luth ada beberapa lelaki. Belum pernah aku melihat orang setampan mereka.’ Akhirnya kaum Luth segera berdatangan.

Firman-Nya, “Sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan keji.” (Hud: 78). Yaitu, disamping perbuatan keji yang mereka lakukan, banyak lagi dosa-dosa besar yang dulu mereka lakukan. “Luth berkata, ‘Wahai kaumku! Inilah putri-putri (negeri)ku mereka lebih suci bagimu’.” (Hud: 78). Luth menasihati mereka untuk menggauli istri-istri mereka, yang mana mereka adalah putri-putri Luth secara syar’i, karena seorang nabi adalah ayah bagi umatnya, seperti yang disebutkan dalam hadist, juga firman Allah, “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (Al-Ahzab: 6). Disebutkan dalam perkataan sebagian sahabat dan salaf, “Dia adalah ayah bagi mereka.” Ini senada dengan kata-kata Luth, “Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki diantara manusia (berbuat homoseks), dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu (memang) orang-orang yang melampaui batas.” (Asy-Syu’ara: 165-166).

Demikian yang dinyatakan Mujahid, Sa’id bin Jubair, Rabi’ bin Anas, Qatadah, As-Suddi, dan Muhammad bin Ishaq, dan pernyataan ini adalah benar.



Pendapat lainnya bersumber dari Ahli Kitab. Pendapat ini keliru. Ahli kitab keliru dalam hal ini, karena mereka menyatakan bahwa malaikat yang datang berjumlah dua orang dan mereka sempat makan malam di tempat Ibrahim. Dalam kisah ini, Ahli Kitab rancu sekali.

Firman-Nya melaui lisan Luth, “Maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang pandai?” (Hud: 78). Luth melarang mereka melakukan kekejian yang tidak patut. Pernyataan ini sekaligus merupakan kesaksian Luth terhadap mereka bahwa tak seorang pun di antara mereka yang punya sisi kebaikan, semuanya bodoh, keji meski kuat, semuanya kafir dan tolol. Inilah salah satu kesaksian yang ingin didengar para malaikat dari Luth, sebelum mereka tanyakan.

Setelah mendengar perintah untuk melakukan tindakan benar, kaumnya, semoga laknat Allah Yang Maha Terpuji lagi Agung menimpa mereka, memberi tanggapan, “Sesungguhnya, engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat terhadap putri-purimu; dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki.” (Hud: 78). Mereka berkata pada Luth, “Kau tahu. Wahai Luth, kami tidak punya hasrat terhadap putri-putrimu dan kau pun tahu apa yang kami inginkan.”

Mereka hadapi rasul mulia itu dengan kata-kata keji tanpa sedikit pun takut akan hukuman dan siksaan Pemilik azab pedih. Karena itu, Luth pun mengatakan, “Sekiranya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (Hud: 79). Luth berharap andai saja ia memiliki kekuatan untuk menolak mereka, andai saja Luth memiliki kabilah yang bisa membelanya melawan mereka, agar mereka menerima siksaan sepatutnya atas kata-kata yang mereka sampaikan itu.

Zuhri meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyib dan Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu’, “Kami lebih patut untuk ragu melebihi Luth, ia berlindungan pada tiang yang kuat. Andai aku berada di dalam penjara seperti (lamanya) Yusuf dipenjara, tentu aku (segera) menerima seruan penyeru (untuk segera keluar dari penjara).” Hadist ini juga diriwayatkan Abu Zanad dari Al A’raj dari Abu Hurairah.[3]

Muhammad bin Amr bin Alqamah meriwayatkan dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati Luth, ia berlindung kepada tiang yang kuat, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla. Tidaklah Allah mengutus seorang nabi pun sesudahnya , melainkan berasal dari kaumnya yang paling tinggi  nasabnya.”[4]

Allah SWT berfirman, “Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena kedatangan tamu itu). dia (Luth) berkata, ‘Sesungguhnya, mereka adalah tamuku; maka jangan kamu mempermalukan aku, Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.’ (Mereka) berkata, ‘Bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?’ Dia (Luth) berkata, ‘Mereka itulah putri-putri (negeri)ku (nikahlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat’,” (Al-Hijr: 67-71). Luth memerintahkan mereka untuk menggauli istri-istri mereka untuk terus melakukan keburukan.

Seperti itulah, mereka tidak mau berhenti ataupun mengerti. Setiap kali dilarang, mereka malah mengganggu tamu-tamu itu. Mereka tidak mengetahui putusan takdir apa yang akan menimpa mereka, dan akan menjadi apa pada pagi harinya.

Karena itulah, Allah SWT berfirman seraya bersumpah dengan menyebut kehidupan Nabi Muhammad SAW, “Demi umurmu (Muhammad), sungguh, mereka terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).” (Al-Hijr: 72). Allah SWT berfirman, “Dan sungguh, dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan hukuman Kami, tetapi mereka mendustakan peringatan-Ku. Dan sungguh, mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan peringatan-Ku! Dan sungguh, pada esok harinya mereka benar-benar ditimpa azab yang tetap.” (Al-Qamar: 36-38).

  1. Tarikh Ath-Thabarani (l/210)
  2. Ibid (l/210)
  3. Bukhari dalam kitab Shahih-nya, kitab: para nabi, bab firman Allah SWT, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” (Al-Baqarah: 260).
  4. Ahmad dalam Musnad-nya (ll/332).

===========

Bersambung……

Sumber : Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq 

Share this post

PinIt
scroll to top