Fokus pada Kekuatan dan Peluang, Harus Lebih Mendominasi Dalam Pikiran Kita

Ilustrasi. (Foto : yurizaagumilang.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto : yurizaagumilang.blogspot.com)

Syahida.com –  “Jika kamu sudah mengazamkan suatu urusan maka bertawakallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 159)

Manusia diberikan kebebasan memilih dalam hidup. Allah telah mengaruniakan perangkat tersebut ke dalam diri manusia. Pikiran dan jiwa, hawa nafsu hingga hati dan panca indra merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang digunakan manusia untuk merenungkan dan berpikiran terhadap kehidupan dan alam semesta ini.

Dalam kebebasan untuk memilih terdapat anugerah Allah yang menjadikan kita sebagai manusia yang unik. Selain pikiran sadar, manusia juga memiliki daya khayal yang membuatnya keluar dari kondisi realita yang sekarang. Kita memiliki hati yang dapat memilih baik dan buruknya suatu tindakan, seperti disebutkan dalam hadist, “…bahwa ada segumpulan daging dalam tubuh manusia apabila ia rusak maka rusaklah manusia dan apabila ia baik baiklah manusia, itulah kalbu (hati).”

Hati membuat manusia memiliki prinsip mengetahui kebaikan dan keburukan. Di atas prinsip inilah, pikiran kita diselaraskan menghasilkan perilaku dan perbuatan yang akhirnya menjadi kebiasaan dari kebiasaan berujung pada tabiat atau karakter yang akhirnya akan menentukan siapakah kita.

Dalam buku Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, Steven R Covey menjelaskan pada dasarnya manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih tindakan yang menjadi kebiasaan manusia hingga menjadikan karakter di dalam dirinya, kehendak bebas memilih fokus yang menghabiskan sebagian besar waktu dan energi kita yaitu menjadi manusia relatif ataupun menjadi manusia yang proaktif.

Menjadi manusia reaktif adalah tipe manusia yang memfokuskan diirnya pada lingkungan kekhawatiran atau dengan kata lain lebih banyak memfokuskan pada kelemahan diri dan orang lain, masalah dalam lingkungan, dan keadaan yang atasnya mereka tidak memiliki kendali. Energi negatif yang dihasilkan pada fokus ini adalah sikap menyalahkan dan menuduh, bahasa yang reaktif, dan meningkatknya perasaan menjadi korban.

Sedangkan tipe manusia yang kedua adalah proaktif, manusia tipe ini memfokuskan upaya mereka pada lingkungan pengaruh. Mereka mengajarkan yang terhadapnya mereka dapat berbuat sesuatu, sifat dan energi mereka positif meluaskan dan memperbesar menyebabkan lingkaran pengaruh mereka meningkat. Artinya mereka cenderung memperbaiki diri sendiri dan bukannya malah khawatir soal keadaan, justru merekalah yang mampu mempengaruhi keadaan tersebut.

Dalam mengerjakan kesuksesan, kita harus benar-benar fokus pada peluang yang diberikan Allah kepada kita. Kita harus dapat meraih peluang-peluang kesuksesan sebelum peluang tersebut hilang dan diambil orang lain.



Fokus menjadi suatu hal yang sangat penting dalam segala aktivitas baik itu bisnis, studi, impian dan harapan. Karena ketika kita fokus pada satu peluang maka kita akan dapat optimal untuk mengejar dan mendapatkan peluang tersebut sehingga kita dapat mempersiapkan dengan optimal apa-apa saja yang dibutuhkan untuk mendapat peluang. Kita juga akan lebih mudah untuk berkonsentrasi di dalam mengerjar peluang tersebut.

Fokus menjadi suatu hal yang sangat penting dalam segala aktivitas baik itu bisnis, karir, studi, impian dan harapan. Karena ketika kita fokus pada satu peluang maka kita akan dapat optimasi untuk mengejar dan mendapatkan peluang tersebut sehingga kita memiliki harapan. Dengan harapan manusia memiliki semangat hidup dan berusaha untuk mengendalikan kehidupannya. Kita dapat mempersiapkan dengan optimal apa-apa saja yang dibutuhkan untuk mendapatkan peluang. Kita juga akan lebih mudah untuk berkonsentrasi di dalam mengerjar peluang tersebut.

Jangan kacaukan pikiran dan konsentrasi kita dalam mengejar dan mendapatkan peluang dengan tidak fokusnya kita, sampai bisa dipastikan bahwa kita sudah tidak ada jalan lagi atau tidak berhasil dalam mengejarnya.

Karena ketika kita fokus maka peluang untuk medapatkan apa yang kita inginkan akan jauh lebih besar dibandingkan ketika kita harus mengejar beberapa peluang.

Kebanyakan kita sering kali juga terjebak pada fokus kelemahan diri dan ancaman dari pesaing hingga menyebabkan kita memiliki sikap pesimistis yang berkepanjangan, tidak PD (percaya diri) dan menimbulkan dampak kegelisahan yang tidak berkesudahan. Sebenarnya ada baiknya kita melihat kelemahan diri dan ancaman dari pesaing, namun itu semua dalam rangka mengevaluasi agar kita dapat tumbuh dan memperbaiki diri dalam membuat strategi untuk melangkah ke depan.

Kalau kita mau belajar dari perang Arab-Israel tahun 1967, bagaimana kekuatan fokus yang dilakukan oleh pasukan Israel dalam merebut Gunung Sinai menjadi sebuah pelajaran yang pahit bagi kaum muslimin. Betapa tidak pasukan Mesir yang pada saat itu dalam posisi berjaga dengan kondisi tubuh yang fit, persenjataan lengkap dan perbekalan yang memadai dapat dikalahkan oleh pasukan Israel yang dalam kondisi lemah!

Fokus pada kekuatan dan peluang harus lebih mendominasi dalam benak pikiran kita dibandingkan fokus pada kelemahan diri dan ancaman dari pesaing atau musuh, hal ini menyebabkan kita selalu diliputi rasa optimis dalam memenangkan pertempuran karena keyakinan diri yang bermuara dari rasa optimis akan membangkitkan energi dahsyat yang berada di bawah alam sadar kita.

Pasukan Israel pada saat itu harus melakukan perjalanan jauh melewati gurun pasir yang panas membara di siang hari, menempuh perjalanan berhari-hari ditambah suhu gurun yang menggigit di malam hari hingga minus beberapa derajat celcius membuat kondisi fisik tentara Israel drop belum lagi badai gurun pasir yang panas menambah serangkaian penderitaan.

Mereka terus saja menempuh perjalanan, diputuskan meninggalkan beban berat yang dibawa pasukannya. Mereka harus membuat prioritas untuk memilih mana yang utama untuk dibawa, beberapa amunisi ditinggal, perbekalan makan dan minum hanya untuk menempuh beberapa hari lagi saja ke depan selebihnya ditinggal, pakaian pun hanya untuk melekat di badan.

Mereka begitu fokus pada keyakinan sebagai Bangsa Pilihan Tuhan yang berhak atas Tanah yang Dijanjikan, fokus atas kekuatan sebagai bangsa yang berhak dan peluang untuk memenangi pertempuran begitu dakam jiwa-jiwa tentara Israel.

Sampai akhirnya saat yang tepat begitu memasuki gunung Sinai dengan penuh semangat mereka memulai pertempuran mendadak di saat pasukan Mesir lengah dan tidak mengira akan adanya serbuan tersebut. Kondisi yang tidak seimbang dari segi persenjataan, fisik dan perbekalan tidak membuat mereka surut ke belakang, fokus akan kekuatan dan peluang mampu mengatasi kelemahan dan keterbatasan yang ada.

Hanya dalam tempo beberapa hari saja pasukan Mesir di Gunung Sinai dipukul mundur hingga pasukan Israel menguasai Gunung Sinai dengan kemenangan telak!

Harganya yang harus dibayar mahal oleh kaum muslimin atas penyerbuan tersebut dan menjadi pelajaran pahit untuk diambil hikmahnya mengenai kekuatan fokus ini, walaupun akhirnya Gunung Sinai bisa direbut kembali setelah gabungan bangsa arab (lebih dari sepuluh negara arab) menyeru kembali Gunung Sinai.

Fokus pada kekuatan dan peluang, harus lebih mendominasi dalam benak pikiran kita dibandingkan fokus pada kelemahan diri dan ancaman dari pesaing atau musuh, hal ini menyebabkan kita selalu diliputi rasa optimis dalam memenangkan pertempuran karena keyakinan diri yang bermuara dari rasa optimis akan membangkitkan energi dahsyat yang berada di bawah alam sadar kita! The man behind the gun adalah faktor penentu kemenangan agar kita keluar dari segala keterbatasan diri bukankah kita hanya dibatasi oleh langit yang sangat tinggi di dunia ini oleh Allah? [Syahida.com]

Sumber : Buku Never Give Up, Keep Fight!, Multitama communication 

Share this post

PinIt
scroll to top