Panduan Memilih Istri : Jauhilah Olehmu Si Cantik yang Beracun!

Ilustrasi. (Foto : theguardian.com)

Ilustrasi. (Foto : theguardian.com)

Syahida.com – Istri merupakan tempat penenang bagi suaminya. Juga tempat menyemaikan benihnya, tempat hidupnya, pengatur rumah tangganya, ibu dari anak-anaknya, tambatan hatinya, tempat menumpahkan rahasia dan mengadukan nasibnya.  Ia merupakan tiang rumah tangga yang paling tinggi. Karena ia tempat belajar bagi anak-anaknya, tempat mereka mandapatkan berbagai bimbingan dan sifat-sifat, tempat anak-anak membentuk emosinya, tempat memperoleh banyak adat dan tradisinya, mengenal agamanya, dan tempat memperoleh latihan bermasyarakat.

Oleh karena itu, Islam menganjurkan agar memilih istri yang salehah dan menyatakannya sebagai perhiasan terbaik yang sepatutnya dicari dan diusahakan untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh.

Maksud dari salehah di sini, yaitu memahami agama dengan baik, bersikap luhur, memperhatikan hak-hak suaminya, dan memelihara anak-anaknya dengan baik. Sifat-sifat isteri seperti inilah yang sepatutnya diperhatikan oleh laki-laki. Adapun sifat-sifat duniawi yang tidak mempunyai nilai baik, luhur dan utama, Islam memperingatkannya dan menyuruh menjauhinya.

Memang kebanyakan laki-laki menyenangi perempuan yang berharta, cantik menarik, berkedudukan, bernasab tinggi atau nenek moyangnya adalah keturunan terpandang, tanpa memperhatikan lagi keluhuran akhlaknya dan baik buruknya pendidikannya. Sehingga pernikahannya hanya menghasilkan kepahitan dan berakhir dengan malapetaka dan kerugian. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, memperingatkan orang-orang yang akan menikah,

“Jauhilah olehmu si cantik yang beracun!” Lalu seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah si cantik yang beracun itu?” Beliau menjawab, “Perempuan yang cantik, tetapi dalam lingkungan yang jahat.”

Beliau juga bersabda,

“Janganlah kamu mengawini perempuan karena kecantikannya karena barangkali kecantikannya itu akan membinasakannya. Dan, janganlah kamu menikah dengan perempuan karena hartanya, barangkali kekayaannya itu akan menyebabkannnya durhaka. Akan tetapi, menikahlah kamu dengan perempuan karena agamanya. Sesungguhnya, perempuan yang tidak berhidung lagi tuli, tetapi beragama, adalah lebih baik baginya (daripada yang lain.)” 1

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahukan bahwa jika ada orang yang menikah, tetapi bukan untuk membentuk rumah tangga dan mengurus keperluan-keperluannya, berarti ia melakukan hal yang berlawanan dengan maksud pernikahan. Beliau bersabda,



Barangsiapa yang menikah dengan perempuan karena hartanya maka Allah akan menjadikannya fakir. Barangsiapa yang menikah dengan perempuan karena keturunannya maka Allah akan menghinakannya. Akan tetapi, barangsiapa yang menikah dengan perempuan agar lebih dapat menundukkan pandangannya, membentengi nafsunya, atau untuk menyambung tali persaudaraan, maka Allah tentu memberikan berkah kepadanya dengan perempuan itu dan kepada perempuannya diberikan berkah karenanya.” (HR. Ibnu Hibban dalam Kumpulan Hadits-Hadits Dhaif).

Tujuan dari peringatan ini adalah agar dalam pernikahan itu, tujuan utamanya janganlah hanya mencari kepentingan-kepentingan duniawi yang tidak dapat berbuah kebaikan dan berguna bagi pelakunya. Akan tetapi, yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah persyaratan keagamaannya karena dengan agama itulah akal dan jiwa akan dapat terpimpin. Sesudah itu, barulah dibenarkan untuk memperhatikan sifat-sifat yang memang secara fitrah disenangi dan disukai oleh manusia.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Perempuan itu dinikahi karena empat hal; karena kecantikannya, karena keturunannya, karena hartanya, atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah yang beragama agar kamu selamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah pun menggariskan bahwa perempuan yang salehah itu adalah cantik, patuh, baik, dan amanah. Beliau bersabda,

Perempuan yang terbaik ialah jika engkau melihatnya, ia menyenangkan, jika engkau perintah, ia mematuhimu. Jika engkau memberi janji, diterimanya dengan baik. Dan, jika engkau pergi, diri dan hartamu dijaganya dengan baik.” (HR. Nasa’i dan lain-lain, sahih)

Perempuan yang akan dipinang itu sepatutnyalah memenuhi syarat-syarat dari lingkungan terhormat dan baik keturunannya, tenang, selamat dari gangguan-gangguan kejiwaan. Karena, perempuan yang demikian lebih dapat menyayangi anak-anaknya dan mengurus kepentingan suaminya dengan baik. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah meminang Ummu Hani, tetapi ia keberatan karena anaknya banyak. Lalu beliau bersabda,

“Wanita yang terbaik ialah mereka yang pandai mengendarai onta. Perempuan Quraisy yang baik ialah yang pandai menyayangi anak semasa kecil dan pandai mengurus harta suaminya.”

Pokok yang baik biasanya akan menumbuhkan cabang yang baik pula.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‘Manusia itu ibarat barang tambang, ada yang emas dan ada yang perak. Mereka yang terbaik di zaman jahiliah tetap terbaik pula dalam islam, asalkan mereka paham akan agamanya.”

Dalam sebuah syair dikatakan,

“Adakah daerah Khathi memproduksi selain panah, dan tanahnya tidaklah ditanami kecuali dengan pohon kurma.”2

Seorang laki-laki penah meminang seorang perempuan yang jauh lebih tinggi kelas sosialnya, lalu ia bersyair,

“Bangsawan yang tinggi itu menangis

dengan air mata berderai, karena

datangnya si hina kumpul bersamanya.”

Di antara tujuan pernikahan, terutama adalah untuk memuliakan anak-anak sehingga dengan demikian sepatutnya istri juga adalah orang yang baik. Hal ini dapat diketahui dari badannya yang sehat dan memperhatikan keadaan saudara-saudara perempuannya, bibinya dari pihak ibu dan ayah sebagai cerminan perbandingan.

Pernah seorang sahabat meminang seorang perempuan mandul, lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, aku telah meminang seorang perempuan yang bangsawan dan cantik, tetapi ia mandul.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mencegahnya, seraya bersabda,

“Menikahlah kalian dengan perempuan pecinta lagi bisa beranak banyak, supaya aku dapat membanggakan jumlah kalian yang banyak itu di hadapan umat-umat yang lain pada hari Kiamat nanti!”

Perempuan pecinta berarti perempuan yang cinta dan senang kepada suaminya, dan mau bekerja keras demi keridhaan hati suaminya. Secara alami, manusia menyukai dan menyenangi hal yang indah-indah; jika ia tidak berhasil memperoleh yang bagus/cantik maka ia akan merasa ada sesuatu yang hilang.

Akan tetapi, jika ia berhasil mendapatkan dan menguasai yang bagus/cantik, jiwanya menjadi tenteram, puas, dan bahagia. Oleh karena itu, Islam tidak mengabaikan faktor kecantikan/keindahan dalam memilih istri.

Dalam sebuah hadits sahih disebutkan,

“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”

Mughirah pernah meminang seorang perempuan, lalu ia kabarkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda kepadanya,

“Pergilah engkau melihatnya agar kalian berdua bisa lebih mencintai dan bergaul dengan lebih langgeng.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menasihati seorang sahabat yang meminang seorang Anshar dengan bersabda,

Lihatlah dulu dia. Karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu cacatnya.”

Jabir bin Abdillah pernah merahasiakan niatnya dari perempuan yang hendak dipinangnya karena ia ingin mengamati perempuan itu dengan bebas dan melihat hal-hal yang menyebabkan ia tertarik untuk memperistrinya.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa mengutus seorang perempuan untuk memeriksa sesuatu aib yang tersembunyi (pada perempuan yang akan dinikahkan). Maka sabda beliau kepada perempuan tersebut, ‘Ciumlah bau mulut dan bau ketiaknya, juga perhatikanlah kakinya.”

Disunnahkan agar istri yang dinikahi itu masih gadis. Karena umumnya, gadis itu masih segar dan belum pernah mengikat cinta dengan laki-laki lain, sehingga kalau beristri dengan mereka akan lebih kokoh tali pernikahannya dan cintanya kepada suami lebih mendalam, sebab biasanya cinta itu membekas pada kekasih pertama.

Tatkala Jabir bin Abdillah menikah dengan seorang janda, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya,

Alangkah baiknya dengan seorang gadis saja. Engkau dapat bergurau dengannya dan ia pun dapat bergurau denganmu.”

Lalu ia menceritakan alasannya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa karena ayahnya telah wafat, sedangkan adik-adik perempuannya banyak dan masih kecil-kecil. Sehingga ia memerlukan seorang perempuan yang mampu mengatur rumah tangga dan mengurus kepentingan mereka dengan baik. Dalam hal ini seorang janda akan lebih mampu mengerjakanya daripada seorang gadis yang belum berpengalaman dalam urusan rumah tangga.

Beberapa hal yang juga patut diperhatikan adalah tentang perbedaan umur, kedudukan sosial, pendidikan, dan keadaan ekonomi antara suami dan sistri. Jika perbedaan dalam masalah-masalah ini relatif kecil, maka hal ini akan bisa menolong kelanggengan hidup berumah tangga dan keabadiannya dalam ikatan kasih yang agung.

Abu Bakar dan Umar pernah meminang Fatimah putri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi oleh beliau dijawab, “Ia masih kecil.” Akan tetapi, saat Ali bin Abu Thalib yang memintanya, beliau mengabulkan dan mengawinkan Fatimah kepada sepupunya itu.

Inilah sebagian norma yang diajarkan oleh Islam dalam masalah memilih istri agar dijadikan pedoman oleh mereka yang mau menikah.

Jika norma-norma tersebut kita perhatikan dengan sungguh-sungguh di saat kita mau memilih istri, niscaya kita akan lebih mampu menjadikan rumah tangga sebagai sebuah taman surga yang dapat dinikmati oleh anak-anak, tempat bersenang-senang bagi suami, dan tempat latihan bagi anak-anak untuk menjadi orang yang baik, sehingga dapat hidup dengan baik dan terhormat di tengah-tengah masyarakat. [Syahida.com]

=====

1 Hadits riwayat Abd bin Hamid. Dalam sanadnya ada Abdur Rahman bin Ziyad al-Afriqi, seorang perawi yang lemah.

2 Khathi, sebuah daerah di Bahrain yang terkenal dengan produksi panahnya dan kormanya yang bagus pada zaman dahulu.

=====

Sumber : Kitab Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerbit Pena

Share this post

PinIt
scroll to top