Saat Seseorang Sedang Tidur, Rohnya Pergi Kemana?

Ilustrasi. (Foto : budianto88.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto : budianto88.wordpress.com)

Syahida.com – Pada awal pembahasan ini saya ingin menyampaikan apa yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya tentang firman Allah SWT yang berbunyi,

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az Zumar : 42)

Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa roh berkumpul di tempat Dia yang Maha Tinggi. Hal ini juga dijelaskan dalam hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dan lainnya, demikian juga disebutkan dalam kitab, shahih Al Bukhari-Muslim yang diriwayatkan oleh Ubaidullah bin Umar dari Sa’id bin Ubai dari bapaknya, dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Jika kalian hendak beranjak ke tempat tidur, maka kibas-kibaskanlah sarung kalian (seprey), sebab kita tidak tahu ada apa di dalam lipatannya, kemudia hendaknya ia mengatakan, ‘bismika rabbi wadha’tu janbii wabika arfa’uhu, in amsakta nafsi farhamhaa, wa’in arsaltahaa fahfadhhaa bimaa tahfadhu bihi ‘ibaadukashshaalihiin’ (Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, sesungguhnya saya meletakkan kedua sisiku dan dengan nama-Mu pula saya mengangkatnya, jika engkau mengenggam jiwa saya, maka berikanlah rahmatmu, dan jika Engkau ingin mengutusnya, maka jagalah ia seperti –dengan hal itu- engkau menjaga orang-orang shalih.” (Al Bukhari, jld 8/87 dan Muslim, jild 8/77)

Sebagian ulama berpendapat bahwa arwah orang yang meninggal dunia dan orang yang sedang dalam keadaan tidur berada di tangan Allah, hingga mereka saling berkenalan satu sama lain, sebagaimana dalam firman Allah, “Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya.” Hal ini menunjukkan bahwa arwah yang dimaksud dalam ayat ini adalah arwah orang yang telah meninggal dunia.

Kemudian Allah melepaskan arwah yang lain hingga pada waktu yang ditentukan. As- Sadi berkata, “Allah melepaskan arwah hingga sisa waktu.” Adapun Ibnu Abbas berkata bahwa Allah memegang jiwa orang yang telah meninggal dunia dan melepaskan jiwa orang yang masih hidup dan tidak ada kesalahan.

Maha suci Allah, Dia sendiri dan atas segala sesuatu Dia Maha Mampu. Tentu saja dari penjelasan ini kami dapat mengatakan bahwa pertemuan antara seseorang dengan orang lain yang sama-sama telah meninggal dunia atau pertemuan secara roh. Hal ini juga memberi makna bahwa manusia ketika tidur, maka rohnya berada di suatu tempat yang khusus di tempati oleh roh. Satu sama lain saling bertemu dan berkenalan. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah SAW,



Arwah adalah suatu kumpulan yang terkumpul dan mempunyai berbagai macam bentuk, maka siapa yang berkenalan dari bagian tersebut, maka ia akan rusak, dan barangsiapa yang mengingkari darinya, maka akan berselisih.”

Hadits ini terdapat dalam kitab Shahih Al Bukhari, dan makna dari hadits ini adalah ketika arwah itu berkumpul di alam arwah, baik itu arwah orang yang telah meninggal dunia atau yang masih hidup yang terjadi adalah perbedaan-perbedaan dan bisa terjadi pertentangan.

Oleh karena itu, bagi arwah yang baik, maka ia berkumpul dengan yang baik, dan tidaklah yang buruk berkumpul dengan yang baik.

Kesimpulan

Ketika seseorang berada dalam keadaan tidur, roh manusia naik ke tempat berkumpulnya para roh, dan di sana ia dapat melihat pancaran sinar terang dari Allah SWT.

Namun apakah sebenarnya hakikat keanehan yang kerap terjadi di alam mimpi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka marilah kita coba untuk membaca sabda Nabi dan menengok beberapa penafsiran hal itu.

Muhammad bin Umar Al Maliki pernah menceritakan kepada kami, Abdul Wahab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami dari Ayub As-Sakhtiyani, dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Jika di akhir zaman telah dekat, maka mimpi seorang mukmin tidak menipu, namun mimpi kalian yang paling benar adalah yang paling jujur menceritakan mimpinya. Mimpi seorang mukmin adalah bagian dari empat puluh lima mimpi sebagai tanda kenabian. Mimpi ada tiga; Mimpi yang baik adalah kabar gembira dari Allah, mimpi menyedihkan datang dari syetan dan mimpi yang terjadi pada di seseorang. Jika salah satu di antara kalian bermimpi sesuatu yang kalian benci, maka bangun dan shalatlah, lalu jangan menceritakan kepada manusia.” 1

Imam An-Nawawi berkata dalam menfsirkan hadits ini, “Imam Al Maziri berkata, ‘Aliran ahlus-sunah berkeyakinan bahwa Allah menciptakan satu keyakinan di hati orang yang sedang dalam keadaan tidur, sebagaimana Dia menciptakan hal tersebut dalam hati mereka yang tidak tidur. Dia Maha Suci yang telah mengerjakan segala sesuatu sesuai yang Dia kehendaki, Dia tidak tercegah karena adanya manusia yang tidur atau yang bangun.

Jika Allah benar-benar menciptakan keyakinan pada orang yang sedang tidur, maka Dia juga berarti menciptakan ilmu atau isyarat untuk selain alam manusia, sebagaimana Allah menciptakan mendung sebagai sebuah ilmu atau isyarat bahwa hujan akan segera turun.

Semua diciptakan oleh-Nya yang Maha Satu, semua tercipta melalui kata yang diucapkan Allah; “kun” maka terciptalah. Mimpi dan keyakinan yang diciptakan oleh Allah adalah sebagai ilmu atau isyarat terhadap hal-hal yang tersembunyi tanpa harus mendatangkan syetan, kemudian Ia menciptakan ilmu yang membahayakan dengan kehadiran syetan lalu Ia menisbatkan hanya kepada syetan saja, maka ia pun akan hadir di sisinya walaupun pada hakikatnya ia tidak melakukan apa-apa. Inilah makna dari sabda Rasulullah SAW,

Mimpi baik dari Allah dan mimpi buruk dari syetan.” Hal ini bukan berarti karena syetan mengerjakan sesuatu.

Adapun ulama lain yang berpendapat sebagai tambahan dan apa yang disampaikan oleh Al Maziri bahwa mimpi yang disenangi itu dari Allah sebagai bentuk penghormatan dan mimpi yang tidak baik datang dari syetan, walaupun semua itu adalah ciptaan Allah dan semua melewati aturan serta kehendak-Nya. Maka pada semua itu tidak ada yang bisa dikerjakan oleh syetan, namun ia datang kepada hal-hal yang tidak baik kemudian mengajak kepadanya.

Dari pembahasan, kita dapat mengambil tiga kesimpulan :

1. Ketika seseorang dalam keadaan tidur, ia berada di alam arwah dan mimpi baik hanya datang dari Allah.

2. Mimpi yang bersifat rohani berada di alam arwah, sebab di sana semua saling bertemu dan yang tidak cocok akan saling bertentangan. Roh-roh yang selamat saling bertemu dan roh yang celaka tidak akan dapat bertemu dengan yang bahagia.

3. Jika kebaikan itu terpenuhi di saat tidur, maka pemenuhan itu terjadi pada hati bukan pada roh, demikian halnya jika terpenuhinya keburukan itu terjadi pada hati dan bukan pada roh, maka keburukan akan selalu menjadi pekerjaan syetan, ia selalu memenuhi hati dengan kebingungan hingga orang lain menjadi ragu kepada kita.

=================

1 HR. Muslim dalam pembahasan tentang mimpi, bab “Mimpi Yang Datang dari Allah” 7/208, hadits no. 5796; Diriwayatkan pula oleh Abu Daud dalam pembahasan tentang adab (5019) bab “Tentang Mimpi” ; 4/304-305; Diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi dalam pembahasan tentang mimpi (2270) bab “Mimpi Seorang Muslim adalah Bagian Dari Empat Puluh Enam Mimpi Sebagai Tanda Kenabian”, 4: 532.

 ==================

Sumber :  Buku Menghadirkan Roh, Muhammad Abduh Maghwiri, Penerbit Cendekia

Share this post

PinIt
scroll to top