Al-Quran

Jangan Bicara Tanpa Ilmu karena Pendengaran, Penglihatan dan Hati, Akan Diminta Pertanggungjawaban

Advertisement

Ilustrasi. (Foto: jiggwidaw.wordpress.com)

Syahida.com – Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabannya.” (QS. Al Isra: 36).

‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas r.a mengatakan bahwa yang dimaksud “Laa taqfu” di atas ialah: “Janganlah kamu mengatakan.”

Sementara al-‘Aufi berkata, “Dan janganlah kamu menuduh seseorang yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”

Muhammad Ibnul Hanafiyah berkata, “Maksudnya adalah larangan memberikan kesaksian palsu.”

Qatadah berkata, “Janganlah kamu mengatakan aku melihat, padahal kamu tidak melihat, aku mendengar padahal kamu tidak mendengar, aku tahu padahal kamu tidak tahu. Karena sesungguhnya Allah akan menanyakan semua itu kepadamu.”

Isi dari apa yang mereka sebutkan di atas bahwa, sesungguhnya Allah melarang mengatakan sesuatu hanya berdasarkan prasangka, perkiraan atau ilusi dan khayalan, seperti firman Allah SWT, “Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al Hujurat: 12).

Dan disebutkan dalam sebuah hadits,

Jauhilah prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah pembicaraan yang paling bohong.”



Sementara itu, disebutkan pula dalam Sunan Abi Dawud:

Kendaraan seseorang yang paling jelek adalah apa yang mereka sangka.” Pada hadits lain disebutkan,

Sesungguhnya perbuatan mengada-ada yang paling dusta, ialah ketika seseorang mengaku melihat sesuatu dengan kedua matanya, padahal ia tidak melihatnya.”

Begitu pula, disebutkan dalam Shahiih al-Bukhari,

Barangsiapa yang mengaku bermimpi, padahal ia tidak bermimpi, maka pada hari Kiamat ia disuruh untuk mengikat satu biji gandum dengan satu biji gandum (yang lain), dan dia tidak dapat melakukannya.” (HR. Al-Bukhari).

Firman Allah SWT, “Semuanya itu,“ yakni pendengaran, penglihatan dan hati, “Akan diminta pertanggungjawabannya.” Maksudnya adalah setiap hamba akan ditanya pada hari Kiamat tentang tiga nikmat itu, untuk apa semuanya dipergunakan. [Syahida.com/ANW]

==

Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 5, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Advertisement
Admin Syahida

Disqus Comments Loading...
Share
Kontributor:
Admin Syahida

Recent Posts

Perhatian Rasulullah SAW Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian ke-1)

Tanda-tanda hari Kiamat termasuk salah satu topik yang mendapat perhatian besar dari Rasulullah SAW dalam…

4 tahun yang lalu

Perhatian Al-Quran Terhadap Tanda-Tanda Hari Kiamat

Adapun tanda-tanda peristiwa yang membicarakan dekatnya hari Kiamat, maka ayat-ayat tersebut terkesan membicarakan secara sekilas.…

4 tahun yang lalu

Sikap yang Baik dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

“Ilusi adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah pertama untuk penyembuhan”.…

4 tahun yang lalu

Pandemik, COVID-19, Babi, dan Akhir Zaman

Mengapa Nabi Isa - sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad - malah justru membunuh babi…

4 tahun yang lalu

Antara Samiri dan COVID-19

Sejak mewabahnya COVID-19, kini hampir sebagian besar penduduk bumi dilarang untuk saling bersentuhan, harus menjaga…

4 tahun yang lalu

Antara Doa Nabi Ibrahim AS, Doa Nabi Muhammad SAW, Wabah COVID-19, dan Dajjal

Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia dilanda wabah penyakit COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2…

4 tahun yang lalu
Advertisement

This website uses cookies.