Hai Orang-Orang yang Beriman, Janganlah Kamu Mengambil Orang-Orang Yahudi dan Nasrani Menjadi Pemimpin-Pemimpinmu

Ilustrasi. (Foto: blog.umy.ac.id)

Ilustrasi. (Foto: blog.umy.ac.id)

Syahida.com

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘبَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿٥١﴾ فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَىٰ أَن تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ ۚ فَعَسَى اللَّـهُ أَن يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنفُسِهِمْ نَادِمِينَ ﴿٥٢﴾ وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَـٰؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّـهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ ۙ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ ۚ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ ﴿٥٣

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.(QS. Al-Maa-idah: 51-53)

Allah melarang para hamba-Nya yang beriman menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat. Kemudian Allah mengabarkan bahwa sebagian dari mereka adalah teman bagi sebagian yang lainnya.

Kemudian Dia mengancam siapa yang menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat, lewat firman-Nya, “Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi teman, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa ‘Umar memerintahkan Abu Musa al-Asy’ari agar melaporkan kepadanya apa yang ia ambil dan yang ia berikan dalam satu lembaran kulit yang disamak. Sementara Abu Musa mempunyai sekretaris beragama Nasrani, dan ia pun melaporkan hal itu kepadanya. ‘Umar pun kagum (atas isi laporan itu) seraya mengatakan, “Sesungguhnya isi lembaran itu benar-benar rapi.”

[Pada kesempatan yang lain, ‘Umar berkata kepada sekretaris Abu Musa itu], “Apakah engkau bisa membaca surat yang datang dari Syam untuk kami di masjid?” Abu Musa menjawab, “Ia tidak bisa (masuk masjid).” ‘Umar bertanya, “Apakah ia sedang junub?” Abu Musa menjawab, “Tidak, tetapi ia Nasrani.”

Abu Musa mengatakan, “Mengetahui hal itu, beliau menghardikku dan memukul pahaku. Kemudian beliau mengatakan, ‘Usirlah ia.’ Kemudian beliau membaca,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi teman dekatmu.’”



Kemudian ia meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Utbah, ia mengatakan, “Hendaklah salah seorang dari kalian takut bila menjadi Yahudi atau Nasrani sedangkan ia tidak menyadari.” Ia (Ibnu Abi Hatim) mengatakan: “Aku menyangka bahwa yang ia maksudkan adalah isi ayat ini, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi teman dekatmu.’

Firman-Nya, “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya,” yakni keraguan dan kemunafikan, “bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani),” yakni bersegera mengasihi mereka dan menjadikan mereka sebagai teman dekat, baik secara zhahir maupun batin. “Seraya berkata, ‘Kami takut akan mendapat bencana.” Mereka mengemukakan alasan kenapa mencintai dan mengasihi kaum Yahudi dan Nasrani, yakni karena mereka khawatir suatu hal akan terjadi. Mereka khawatir kaum kafir berhasil mengalahkan kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka ingin mendapatkan bantuan dari Yahudi dan Nasrani, dan hal itu dinilai menguntungkan bagi mereka.

Ketika itulah, Allah berfirman, “Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya).” Kata as-Suddi, kemenangan yang dimaksud adalah penaklukan kota Makkah. “Atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya.” Kata as-Suddi, yakni pewajiban membayar jizyah atas orang Yahudi dan Nasrani. “Maka karena itu, mereka,” yakni orang-orang munafik yang menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat, “Terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka,” yaitu perbuatan menjadikan mereka sebagai teman dekat, “Menjadi menyesal.”

Mereka menyesal atas apa yang mereka lakukan. Padahal sebenarnya orang-orang kafir itu tidak bisa mendatangkan manfaat sedikit pun dan tidak pula bisa menolak suatu mudharat. Bahkan hal itu pada hakekatnya adalah suatu mafsadah (kerugian), karena aib mereka terbuka dan Allah menampakkan perihal mereka di dunia kepada para hamba-Nya yang beriman, setelah sebelumnya aib mereka tertutup, tidak diketahui bagaimana keadaan mereka.

Ketika aib mereka terbuka, maka perkara mereka menjadi jelas di mata para hamba Allah yang beriman. Kaum mukminin tercengang, bisa-bisanya mereka menampakkan diri sebagai orang-orang yang beriman dan bersumpah atas keimanannya itu, padahal kini jelaslah kedustaan mereka. Keheranan kaum mukminin ini diterangkan dalam firman Allah,

Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan, ‘Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar berserta kamu.’ Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.” [Syahida.com/ANW]

==

Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

 

Share this post

PinIt
scroll to top