Kisah Nabi Luth (Bagian Ke-4) : Kisah Pembinasaan Kaum Nabi Luth

Ilustrasi. (Foto : syamsudinmachfoedz.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto : syamsudinmachfoedz.wordpress.com)

Syahida.com –  Para malaikat menghampiri Luth lalu memerintahkannya untuk pergi bersama keluarganya pada akhir malam. “Dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang” (Hud: 81). Yaitu saat mendengar suara azab menimpa kaumnya. Para malaikat memerintahkan Luth agar berjalan di belakang keluarganya layaknya menggiring mereka.

Firman-Nya, “Kecuali istrimu,” dengan dibaca nashab,[1] kemungkinan kata ini pengecualian dari firman, “Sebab itu pergilah beserta keluargamu,” seakan-akan Allah berfirman, “Kecuali istrimu, jangan kau ajak dia.” Kemungkinan juga pengecualian dari kata, “Dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu,” yaitu ia pasti menoleh lalu tertimpa seperti yang menimpa mereka. Kemungkinan ini diperkuat qiraah rafa’. Hanya saja kemungkinan pertama lebih kuat dari sisi makna. Wallahu a’lam.

As-Suhaili menyebutkan, “Nama istri Luth adalah Walahah, sementara istri Nuh adalah Walaghah..”

Para malaikat berkata kepada Luth seraya menyampaikan berita gembira akan kebinasaan orang-orang lalim, semena-mena, terlaknat, dan mereka yang serupa, yang dijadikan Allah sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap pengkhianat lagi peragu, “Sesungguhnya, saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (Hud: 81).

Setelah Luth beserta keluarganya keluar dari negeri Sodom dan matahari terbit, saat itulah putusan Allah yang tidak dapat terelakkan dan siksa keras yang tidak dapat ditolak menimpa mereka.

Kisah Pembinasaan Kaum Nabi Luth

Versi Ahli Kitab, para malaikat memerintahkan Luth untuk naik ke puncak gunung di sana, namun Luth merasa kejauhan dan meminta untuk pergi ke perkampungan terdekat. Para malaikat kemudian berkata, “Silakan kau pergi, kami menunggumu, setelah kau berada disana, kami akan menimpakan azab pada mereka.” Mereka menyebutkan, Luth pergi ke kampung Shau’ar yang oleh banyak orang disebut Ghaur Zaghar. Saat matahari terbit, siksaan itu pun menimpa mereka.

Allah SWT berfirman, “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar, yang diberi tanda oleh Rabbmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.” (Hud: 82-83).



Ahli kitab menyebutkan, Jibril mencabut negeri mereka dengan ujung sayapnya, semuanya terdiri dari tujuh kota, termasuk semua orang yang ada di atasnya. Ahli kitab menyebut, mereka berjumlah 400 jiwa. Yang lain menyebut 400 jiwa, termasuk hewan-hewan, juga kawasan dan sejumlah  tempat lainnya. Jibril mengangkat negeri itu hingga mencapai awan, kemudian setelah para malaikat mendengar kokok ayam dan lolongan anjing, Jibril membalik negeri tersebut, bagian atas dijadikan bawah. Mujahid menyatakan, bagian yang berjatuhan adalah tanah-tanah tinggi negeri tersebut.

Dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar,” sijjil adalah bahasa Persia yang diarabisasi, yang artinya kuat. Mandhud artinya bertubi-tubi menurun menimpa mereka dari langit. “Yang diberi tanda,” yaitu diberi tanda, di setiap batu sudah tertulis nama orang yang akan ditimpa hingga kepalanya pecah, seperti disampaikan Allah dalam ayat berbeda, “Yang ditandai dari Rabbmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas.” (Adz-Dzariyat: 34). “Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (Asy-Syu’ara: 173). “Dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah. Lalu Allah menimpakan atas negeri itu azab besar yang menimpanya. Maka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu?” (An-Najm: 53-55). Yaitu Allah membalikkan negeri mereka, bagian atas dijadikan bawah, lalu ditimpa hujan bebatuan yang amat kuat  secara bertubi-tubi, semuanya sudah diberi tanda, setiap batu sudah ada nama orang yang akan ditimpa, baik yang ada di negeri tersebut maupun yang tidak ada disana yang tengah bepergian dan merantau.

Menurut salah satu sumber, istri Luth tinggal bersama kaumnya. Sumber lain menyebutkan, ia ikut keluar bersama suami dan kedua putrinya. Namun saat melihat suara menggelegar dan jatuhnya negeri tersebut, ia menoleh ke arah kaumnya, melanggar perintah Allah sejak dulu hingga saat itu. Ia mengucapkan, “Duhai kaumku!” Akhirnya, ia tertimpa batu hingga kepalanya pecah, dan menyusul kaumnya, karena memeluk agama kaumnya. Selain itu, ia juga berperan sebagai mata-mata yang menginformasikan adanya tamu di kediaman Luth.

Seperti yang Allah firmankan, “Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kam: lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), ‘Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)’.” (At-Tahrim: 10). Yaitu keduanya berkhianat kepada suami, dan tidak mengikuti agama suami. Maksudnya bukan berkhianat dengan berselingkuh, bukan seperti itu, karena Allah tidak menakdirkan seorang Nabi pun memiliki istri yang berselingkuh. Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Abbas dan Imam Salaf serta khalaf lainnya, “Tidak ada seorang istri nabi pun yang berselingkuh.” Salah besar bagi yang menyatakan tidak demikian.

Allah SWT berfirman terkait berita dusta kala menurunkan pembebasan Ummul Mukminin binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, istri Rasulullah SAW, di kala para pembohong menyebarkan berita dusta. Allah menegur keras, menasihati dan mengingatkan kaum mukminin melalui firman-Nya, “(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar. Dan mengapa kamu tidak berkata ketika mendengarnya, ‘Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau, ini adalah kebohongan yang besar’.” (An-Nur: 15-16). Yaitu, Mahasuci Engkau jika istri nabi-Mu seperti itu.

  1. Qirah adalah qiraah Nafi’, Ashim, Ibnu Umar, Hamzah dan Al-Kasa’i. Sementara qiraah rafa’ adalah qiraah Ibnu Katsir dan Abu Umar, Baca: As-Sa’bah, Ibnu Mujahid, hal: 338.

===========

Bersambung……

Sumber : Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq 

Share this post

PinIt
scroll to top