Kapan Seseorang Boleh Mempertontonkan Amalnya?

Syahida.com – Dalam kondisi tertentu terkadang seseorang terpaksa harus mempertontonkan perkataannya, namun pada waktu itu hendaknya dia hanya mempertontonkan perkataan (atau perbuatannya) sebatas yang diperlukan saja. Ketika itu dia juga harus tetap bersikap tadharru’ (merendah) kepada Allah. Dengan demikian dia tetap bisa selamat dari sesuatu yang dipertontonkan kepada orang lain. Dia tetap akan dianggap seperti orang yang tidak suka popularitas. Dia akan mendapatkan pahala seseorang yang tidak suka pamer dan juga memperoleh pahala ibadah yang tidak dipertontonkan. Demikianlah cara agar selamat dari fitnah (gila popularitas). Tentu saja semua ini dengan pertolongan dan perlindungan Allah.

Ilustrasi. (Foto: telegraph.co.uk)

Ilustrasi. (Foto: telegraph.co.uk)

Di antara mereka ada yang bertingkah secara konsisten, bersih nuraninya dan selalu berusaha menjauhi perbuatan dosa dan senda gurau yang tiada guna. Dia terus berusaha membersihkan diri dari hal-hal buruk, menghindarkan organ tubuhnya dari perbuatan-perbuatan hina, tidak menerjang hal-hal yang haram maupun yang syubhat, tidak menggunjingkan orang lain dan meminimalisir dorongan syahwat. Agamanya berkualitas karena hatinya selalu sering merenungkan kebesaran Allah. Yang selalu diperhatikan adalah kebahagiaan dan kesengsaraannya di dunia dan di akhirat kelak. Oleh karena itulah dia tidak sempat lagi bersenang-senang dengan kenikmatan duniawi. Dia tahan terhadap segala bentuk kepahitan dan teguh melawan musuh-musuhnya (baik hawa nafsu atau syetan) dengan tulus ikhlas karena Allah.

Matanya tidak pernah menoleh kepada perbuatan maksiat dan tidak pernah membiarkan dirinya dalam kesalahan walau sekejap. Dia senantiasa beristighfar atas dosa yang tidak dia sadari dan tidak pernah membiarkan jiwanya lalai untuk menggapai ridha Ilahi. Dengan ilmu yang diperoleh derajatnya di sisi Allah semakin meningkat. Dia juga yakin terhadap ancaman adzab yang berasal dari Allah. Oleh karena itulah dia selalu lari dari hal-hal yang dimurkai Allah. Tingkah lakunya selalu khusyu’ dan khawatir terhadap murka-Nya. Itulah sebabnya dia mengamalkan hal-hal yang bisa mendatangkan janji Allah, sebab dia yakin bahwa janji Allah berupa ganjaran itu pasti ada.

Dia yakin akan selalu mendapatkan rezeki dari Allah. Hatinya sangat yakin, mantap dan bertawakkal. Maka ketika dia mendapatkan takdir yang tidak begitu menyenangkan, dia pun menerimanya dengan penuh ridha dan sabar. Dia sadar bahwa musibah itu pada hakikatnya adalah perhatian Allah terhadap dirinya, dan hal itu adalah pilihan Allah yang terbaik untuknya.

Dia mengamalkan ibadah yang dicintai oleh Allah. Dia bersikap  zuhud di dunia, tetap senang ketika menerima musibah, dan sadar ketika sedang lalai (sehingga segera mengakhiri kelalaian tersebut). Ucapan yang dikeluarkan oleh lisannya adalah dzikir, aktifitas akalnya adalah berpikir (tentang kebesaran Allah), dan pandangan matanya selalu memetik pelajaran positif. Dia sangat paham mana yang disuka dan yang dibenci oleh Allah. Dia juga sangat paham tentang keutamaan khumul (tidak gila pupularitas) dan juga tidak memamerkan amal perbuatan. Ia tahu bahwa hamba Allah sangat mendesak untuk mengetahui batasan-batasan agama. Oleh karena itu dia menularkan ilmu pengetahuannya secara proporsional. Sehingga dia tidak sampai terjebak dari ancaman menyembunyikan ilmu.

Dia sangat ingin untuk membagikan ilmu kepada sesama manusia dengan sabar dan tulus ikhlas. Kami pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepada Nabi Daud, “Jika sampai ada salah seorang hamba-Ku yang menjadi baik berkat nasihatmu, maka aku akan menulismu sebagai seorang mujahid di sisiKu. Barangsiapa yang telah Aku tetapkan sebagai mujahid, maka dia tidak perlu lagi merasa khawatir dan cemas. Wahai Daud, janganlah kamu menolak seorang hamba yang menghendaki petunjuk kepada-Ku, karena hal itu akan lebih Aku sukai daripada kamu menjumpaiKu dengan membawa (pahala) ibadah tujuh puluh orang shiddiq.”

Orang yang memiliki hati yang yakin pasti akan senang untuk memberikan ajaran tentang Tuhannya. Dia akan berkonsentrasi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. Dengan ilmu yang bermanfaat maka dia telah melaksanakan perintah Allah yang harus dia tunaikan kepada manusia, bersifat wara’ dan juga jujur. Dia sabar untuk menerima musibah, mampu menahan amarah dan membalas kejahatan orang lain dengan perlakuan yang lebih baik. Dia bersifat dermawan, tawadhu’, lemah lembut dalam bergaul dan bersahabat dalam memberikan arahan. Dia akan senantiasa mengingatkan hamba untuk mengingat karunia dan kebaikan-kebaikan Allah. Dia akan menyadarkan manusia bahwa Allah telah memberikan begitu banyak nikmat, hanya saja sayangnya sedikit sekali yang telah disyukuri.

Dia akan memberitahukan bahwa Allah Maha Dermawan, menganjurkan orang-orang untuk senantiasa mencintai Allah dan terus menerus menanamkan rasa kasih sayang itu kepada semua makhluk. Dia mengajak makhluk untuk mencintai Khaliknya. Dia mencintai orang-orang karena Allah dan membenci mereka juga karena Allah. Semua tindak tanduknya didasarkan pada ma’rifat kepada Allah dan meneladani sikap Nabinya Muhammad, karena memang beliau adalah sentral suri tauladan dan orang yang perkataannya selalu sesuai dengan perbuatannya. Banyak sekali dalil yang menjelaskan sifat baik beliau.



Kami telah mendengar ada beberapa qari’ yang membaca ayat Al Qur’an sebagai berikut, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushshilaat (41): 33). Lantas qari’ itu berkata, “Inilah yang dimaksud dengan kekasih Allah. Di dunia mereka telah memenuhi dakwah Allah dan mengajak manusia untuk ikut memenuhi dakwah-Nya. Dia beramal shalih dan berkata, “Sesungguhnya aku tergolong kaum muslimin.” Inilah dia khalifah Allah (di muka bumi).”

Wahai saudara-saudaraku, demikianlah sifat para rasul dan para khalifah yang telah mendapatkan petunjuk. Sifat itu sangat layak untuk mereka dan sama sekali tidak pantas disandang oleh orang-orang seperti kita. Janganlah pernah kalian tidak tahu kondisi diri sendiri! Ingatlah kalian atas perbuatan buruk yang telah kalian perbuat, dan segera sadarlah dari kelalaian yang selama ini telah memerangkap kalian! Coba bayangkan jika Allah mencabut ruh kalian ketika kalian sedang dalam keadaan lalai!

Terimalah nasehat seorang yang benar-benar menyayangi kalian dengan tulus. Janganlah kalian suka memamerkan amal perbuatan baik! Berusahalah sekuat tenaga untuk menyembunyikannya dan tidak memiliki keinginan untuk populer, karena kaum salafush-shalih hanya mencari keselamatan semata. Lalu bagaimana dengan kalian semua yang berada di tengah pertempuran memperebutkan materi dunia.

Seandainya kaum salaf itu masih hidup di masa kalian sekarang ini, pasti mereka berjuang lebih keras untuk meninggalkan apa yang sedang kalian perbuat. Telah diriwayatkan ada salah seorang ulama berkata, “Seandainya ada salah seorang kaum salafush-shalih digali liang kuburnya, lantas dia melihat tingkah para ulama kalian, pasti dia tidak akan mengajak mereka bicara. Dia pasti akan berkata kepada semua orang, “Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman kepada hari perhitungan amal.” Telah diriwayatkan juga dari salah seorang ulama, “Tidak ada kebaikan pada lafazh dzikir yang dibaca secara keras.”

Wahai sekalian manusia, berantusiaslah kalian untuk menghilangkan keinginan menjadi orang yang populer. Jangan pernah memalingkan diri dari jalur keselamatan. Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kami dan kalian semua di dalam setiap keadaan. Amin ya Raabal ‘Alamin. [Syahida.com/ANW]

==

Sumber: Kitab Renungan Suci Bekal Menuju Taqwa, Karya: Al-Muhasibi, Penerjemah: Wawan Djunaedi Soffandi, S.Ag, Penerbit: Pustaka Azzam

Share this post

PinIt
scroll to top