Shalat Sunnah Fajar

Ilustrasi. (Foto : yufidia.com)

Ilustrasi. (Foto : yufidia.com)

Syahida.com – Shalat sunnah Fajar adalah shalat sunnah yang paling muakkad, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat menyukainya melebihi yang lainnya. Beliau menganjurkannya dengan sangat melebihi anjuran beliau untuk lainnya. Beliau juga melarang menyia-nyiakannya dengan bersabda, ‘Janganlah kalian meninggalkan dua rakaat (sunnah) Fajar, walaupun kalian dikejar pasukan kuda (musuh).”[1]

Ketika Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ditanya tentang shalat (sunnah) yang paling disukai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan selalu beliau kerjakan, dia menjawab, “Beliau mengerjakan shalat sebelum Dzuhur empat rakaat. Beliau berdiri lama di dalamnya. Belia rukuk dan sujud dengan baik di dalamnya. Sedangkan yang tidak pernah beliau tinggalkan, baik saat sehat, sakit, berpergian ataupun di saat mukim adalah dua rakaat sebelum (shalat) Fajar.”[2]

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah mengabarkan kedudukan dua rakaat ini. Beliau bersabda, “Sungguh, keduanya lebih aku sukai daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya.”[3]

Beliau juga bersabda, “Dua rakaat (sunnah) Fajar lebih baik daripada dunia dan apa yang ada didalamnya.”[4]

Imam Al-Bukhari dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum shalat dzuhur dan dua rakaat sebelum shalat Subuh dalam segala situasi.[5]

Imam Al-Bukahri juga meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, katanya, “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat Isya’, kemudian mengerjakan delapan rakaat, lalu dua rakaat sambil duduk, dan dua rakaat antara dua seruan. Beliau tidak pernah meninggalkannya selamanya.”[6]

Inilah dalil yang dipakai oleh para ulama yang menyatakan kewajiban shalat dua rakaat sebelum shalat Subuh. Pendapat inilah yang diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri sebagaimana dikutip oleh Ibnu Abu Syaibah. Katanya, “Al-Hasan berpandangan dua rakaat sebelum Fajar wajib hukumnya.” Di dalam Syarh Shahih Muslim, “Hadits ini adalah keterangan tentang agungnya keutamaan dua rakaat itu, dan bahwa hukum keduanya sunnah, bukan wajib. Inilah pendapat jumhur ulama.”

Di dalam Zad Al-Ma’ad, Ibnul Qayyim menulis, “Konstitensi Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan penjagaan beliau terhadap shalat sunnah Fajar melabihi shalat-shalat sunnah sunnah lainnya. Beliau tak pernah meninggalkannya dan witir. Dalam perjalanan beliau senantiasa melaksankan sunnah Fajar dan witir melebihi shalat-shalat sunnah lainnya. Tidak ada kabar yang menyebutkan bahwa beliau melaksanakan shalat sunnah sekalian keduanya.”[7]



Ibnul Qayyim juga menulis, “Para fuqaha berbeda pendapat tentang mana yang lebih muakkad, sunnah Fajar ataukah witir. Ada dua pendapat disini, namun tak mungkin ditarjih dengan adanya perbedaan pendapat dianatara fuqaha tentang wajibnya witir. Mereka telah berbeda pendapat diantara fuqaha tentang wajibnya witir, mereka telah berbeda pendapat tentang sunnah fajar, saya dengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ‘Sunnah Fajar berkedudukan pembuka amal, sedangkan witir adalah penutupnya, karena itulah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat sunnah Fajar dan Witir dengan dua surat al-Ikhlash (Al-Ikhlas dan Al-Kafirun). Kemudian menuat tauhid dan amal, tauhid ma’rifah dan iradah, tauhid i’tiqad dan qashd.”[8]

Setelah kita mengkaji keutamaan dua rakaat sunnah Fajar dan kedudukannya yang tinggi diantara shalat-shalat sunnah lainnya, kita pun mengerti kenapa shalat lebih baik daripada tidur? Begitu pula setelah kita mengkaji urgensi dan kedudukan shalat subuh diantara shalat-shalat lainnya. Berapa banyak kerugian yang diderita oleh orang-orang yang tidur darinya dan lalai dari melaksanakannya. Betapa kelak dia akan merugi dan menyesal.

Marilah kita memohon kepada Allah supaya tidak menjadikan agama sebagai musibah kepada kita dan tidak menjadikan dunia sebagai harapan terbesar kita serta keseluruhan ilmu kita. Amin.

Panjang Dua Rakaat Sunnah Fajar

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Asiyah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa shalat malam 13 rakaat; kemudian jika mendengar seruan beliau mengerjakan shalat dua rakaat yang pendek.[9]

Masih dari Aisyah ra, katanya, “Nabi saw meringankan dua rakaat sebelum shalat subuh, sampai aku bertanya-tanya apakah beliau membaca Ummul Kitab (Al-Fatihah).”[10]

Imam Muslim meriwayatkan dari Hafsah radhiyallahu ‘anhu, katanya, “Jika terbit Fajar, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengerjakan shalat (sunnah) selain dua rakaat yang pendek.”[11]

Imam Muslim juga meriwayatkan  dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, katanya, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan dua rakaat sebelum shalat subuh. Beliau meringankannya sampai saya bertanya-tanya apakah beliau membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah).”[12]

Sedangakan di dalam Al-Muwatha’ dan Al-Musnad disebutkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anhu  berkata, “Sampai-sampai aku ragu apakah beliau membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah) atau tidak dalam keduanya.”

Dari hadits-hadits ini jelaslah bagi kita bahwa meringankan atau memendekkan dua rakaat Fajar adalah sunnah. Ibilah pendapat jumhur ulama. Bahkan karena keraguan ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anhu, apakah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca Al-Fatihah atau tidak, Imam Malik berkata, “Adapaun saya hanya membaca Al-Fatihah.”

Hikmah meringankan dua rakaat ini diperselisihkan. Ada yang mengatakan, supaya segera bisa melaksanakan shalat subuh diawal waktunya. Inilah yang dipegang oleh Al-Qurthubi. Ada juga yang mengatakan, supaya shalat siang sama dengan shalat malam; sama-sama dimulai dengan dua rakaat pendek. Supaya yang fardhu dapat ditunaikan dengan giat dan kesiapan yang sempurna.[13]

Tentang bacaan didalamnya ada hadits yang menerangkannya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca surat al-Kafirun  dan Al-Ikhlas di dalam (Shalat Sunnah) dua rakaat fajar.[14]

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca, “Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami.’” (Al-Baqarah 2: 136) dan “Kemarilah kepada kalimat yang sama antara kami dan kalian!” (Ali-Imran: 3: 64) di dalam (shalat sunnah) dua rakaat Fajar.[15]

Shalat Sunnah Fajar Saat Berpergian

Shalat sunnah Fajar berbeda dengan shalat-shalat sunnah lainnya. Seseorang yang berpergian tidak dianjurkan mengerjakan shalat sunnah rawatib kecuali shalat sunnah Fajar dan shalat witir. Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian meninggalkan dua rakaat (sunnah) fajar, walaupun kalian dikejar pasukan kuda (musuh).”[16]

Al-Allamah Al-Manawi di dalam Faidh Al-Qadir menulis, “Maksudnya, ‘Janganlah kalian meninggalkan shalat sunnah dua rakaat Fajar walaupun kalian dikejar oleh pasukan kuda musuh’ adalah kerjakanlah ia dengan berkendaraan, berjalan, dan dengan isyarat; walaupun tidak menghadap kiblat. Ini adalah perhatian yang besar untuk shalat sunnah dua rakaat Fajar. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menyempat-nyempatkannya di saat mukim dan berpergian, serta dalam keadaan aman dan takut.”

Makanya, jika seseorang berlari dari musuh dan musuh mengerjarnya dengan cepat di belakangnya untuk menangkapnya, hendaknya orang yang dikejar itu tidak meninggalkan dua rakaat fajar dalam keadaan demikian.

Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan dua rakaat (sunnah) Fajar saat berpergian, mukim, sehat maupun sakit.”[17] [Syihada.com]

 

Sumber: Sulitkah Shalat Subuh Tepat Waktu? oleh Samir Al-Qarny bin Muhammad Riziq

 

[1] Ahmad di dalam Al-Fatih Ar-Rabbani Syath Al-Musnad 4/221. Al-Iraqi berkata “Hadits Shahih.”

[2] Ahmad dalam Al-Fath, Ar-Rabbani syarh Al-Musnad 4/ 199.

[3] Muslim 1/102.

[4] Muslim 1/501. Shahih Sunan At-Tirmidzi hadits no. 417, dan Shaih sunan An-Nasa’i hadits no. 1659.

[5] Al-Bukhari hadits no. 1142. Shahih sunan An-Nasa’i hadits no. 1658. Al-Fath Ar-Rabbani 4/202.

[6] Al-Bukhari hadits no. 1139.

[7] Zad Al-Ma’ad 1/315.

[8] Zad Al-Ma’ad 1/316.

[9] Al-Bukhari hadits no.1170.

[10] Al-Bukhari hadits no.1171.

[11] Muslim 1/500.

[12] Muslim 1/501 dan Al-Musnad 4/224.

[13] Nail Al-Authar dan Al-Musnad 4/224.

[14] Muslim hadits no. 726.

[15] Muslim hadits no. 726.

[16] Ahmad di dalam Al-Fath Ar-Rabbani Syarh Al-Musnad 4/221. Al-‘Iraqi berkata, “Hadits Shalih.” Hadits ini juga dijadikan dasar oleh sebagian ulama mengenai wajibnya dua rakaat sebelum Subuh. Nail Al-Authar 3/19.

[17] Di dalam sanadnya ada Suwaid bin Abdul ‘Aziz As-Salimi yang didhaifkan oleh Al-Bukhari, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dan selain mereka. Di dalam At-Taqrib disebutkan, “Haditsnya Nayyin”

Share this post

PinIt
scroll to top