Kisah Nabi Ibrahim (Bagian ke-18): Pernikahan Isma’il dan Peletakan Batu Pertama Ka’bah

Ilustrasi. (Foto : kabahinfo.net)

Ilustrasi. (Foto : kabahinfo.net)

Syahida.com – Isma’il pun tumbuh remaja dan belajar bahasa Arab dari mereka. Mereka kagum pada Isma’il setelah tumbuh besar. Setelah dewasa mereka menikahkan Isma’il dengan salah seorang wanita di antara mereka.

Ibu Isma’il meninggal dunia, kemudian Ibrahim datang setelah Isma’il menikah. Ibrahim melihat-lihat barang peninggalannya tapi ia tidak melihat Isma’il. Ibrahim bertanya kepada istri Isma’il, ia menjawab, ‘Ia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.’ Setelah itu Ibrahim menanyakan tentang kehidupan dan kondisi mereka. Istri Isma’il menjawab, ‘Kami ini manusia biasa, kami menghadapi kesempitan dan kesulitan,’ ia mengeluh di hadapan Ibrahim. Ibrahim kemudian mengatakan, ‘Setelah suamimu pulang nanti, sampaikan salamku padanya, dan katakan padanya agar mengubah ambang pintu rumah.’

Setelah Isma’il pulang, ia sepertinya melihat sesuatu hal bertanya, ‘Apa tadi ada tamu yang datang?” istrinya menjawa, “Ya. Tadi ada orang tua datang kemari, cirinya begini dan begitu. Ia menanyakanmu padaku, aku pun memberitahukan padanya. Setelah itu ia bertanya kepadaku tentang kehidupan kami. Aku berkata padanya bahwa aku berada dalam kesulitan.’ Isma’il bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan suatu pesan padamu?’ Istrinya berkata, ‘Ya, ia memintaku untuk menyampaikan salam padamu dan menyuruhmu untuk mengubah ambang pintu rumah.’ Isma’il kemudian berkata, ‘Dia itu ayahku, dan beliau menyuruhku untuk menceraikanmu. Pulanglah ke keluargamu.’ Isma’il menceraikan istrinya itu lalu menikah dengan wanita lain.

Selang berapa waktu, Ibrahim tidak kunjung datang. Namun saat datang, Ibrahim tidak bertemu Isma’il. Ibrahim masuk menemui istri Isma’il lalu menanyakan Isma’il padanya. Istrinya menjawab, ‘Ia sedang mencari nafkah untuk kami.’ Setelah itu Ibrahim bertanya, ‘Bagaimana kondisi kalian?’ maksudnya tentang kehidupan dan kondisi mereka. Istrinya menjawab, ‘Kami baik-baik saja dan kehidupan kami lapang,’ ia memuji Allah ‘Azza wa Jalla. Ibrahim bertanya, ‘Apa makanan kalian?’ ‘Daging,’ jawab istri Isma’il. ‘Apa minuman kalian?’ tanya Ibrahim. ‘Air,’ jawabnya. Ibrahim kemudian berdoa, ‘Ya Allah! Berkahilah daging dan air mereka.’

Nabi SAW menuturkan, ‘Mereka saat itu belum memiliki biji-bijian, andai mereka punya tentu didoakan Ibrahim.’ Beliau juga menuturkan, ‘Tak seorang pun di luar Mekkah yang tidak memakan daging dan air pada saat itu, melainkan pasti sakit perut.’

Ibrahim kemudian berkata, ‘Setelah suamimu pulang nanti, sampaikan salam padanya, dan perintahkan dia agar memperkuat ambang pintu rumah.’ Setelah Isma’il pulang, ia bertanya, ‘Apa tadi ada tamu yang datang?’ Istrinya menjawab, ‘Ya. Tadi ada orang tua datang, penampilannya bagus,’ istrinya memuji Ibrahim. ‘Ia menanyakanmu padaku, aku pun memberitahukan padanya. Setelah itu ia bertanya kepadaku tentang kehidupan kami. Aku sampaikan kepadanya bahwa kami baik-baik saja.’ Isma’il bertanya, ‘Apa dia meninggalkan pesan padamu?’ istrinya berkata, ‘Ya, ia memintaku untuk menyampaikan salam padamu dan menyuruhmu untuk memperkuat ambang pintu rumah.’ Isma’il kemudian berkata, ‘Dia itu ayahku dan yang dimaksud ambang pintu adalah kamu. Beliau menyuruku untuk mempertahankanmu (sebagai istri).’

Selang berapa lama Ibrahim tidak kunjung datang. Setelah itu Ibrahim datang saat Isma’il tengah membetulkan anak panah miliknya di bawah sebuah pohon besar di dekat Zamzam. Saat melihat Ibrahim, Isma’il langsung menghampirinya, keduanya melakukan sesuatu seperti yang dilakukan seorang ayah kepada anak, dan yang dilakukan seorang anak kepada ayah. Setelah itu Ibrahim berkata, ‘Hai Isma’il, Allah memerintahkan sesuatu padaku.’ Ismail membalas, ‘Silakan ayah laksanakan perintah Rabb.’ Ibrahim bertanya, ‘Kau mau membantuku?’ ‘Pasti,’ jawabnya. Ibrahim menjelaskan, ‘Sungguh, Allah memerintahkanku untuk membangun sebuah rumah disini.’ Ibrahim kemudian menjelaskan akan membangun sebuah pohon tinggi melebihi yang ada disekitarnya.

Saat itu, Ibrahim dan Isma’il meninggikan pondasi-pondasi Baitullah. Isma’il yang menggotong batu, sementara Ibrahim yang membangun. Setelah bangunannya tinggi, Ibrahim membawa batu tersebut lalu ia letakkan. Ibrahim berdiri di atas batu itu saat ia tengah membangun, sementara Isma’il terus menyerahkan batu-batuan padanya, keduanya mengucapkan doa dalam kondisi seperti itu, ‘Ya Rabb kami! Terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 127).



Selanjutnya Imam Bukhari menuturkan, “Abdullah bin Muhammad bercerita kepada kami, Abu Amir Abdul Malik bin Amr bercerita kepada kami, dari Katsir dan Katsir, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia menuturkan, ‘Saat terjadi kecemburuan antara Ibrahim dengan Sarah, Ibrahim pergi membawa Isma’il dan ibunya, Hajar, dengan membawa geriba berisi air,’ Ibnu Abbas menyebutkan kisah selanjutnya hampir sama seperti kisah di atas.

Kisah yang dituturkan Ibnu Abbas ini sebagiannya mengindikasikan marfu’, namun sebagian yang lainnya gharib, mungkin didapatkan Ibnu Abbas dari kisah-kisah israiliyyat. Dalam kisah ini disebutkan, bahwa Isma’il saat itu masih disusui. [Syahida.com]

— Bersambung..

Sumber: Kitab Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Kisah 31 Nabi dari Adam Hingga Isa, Versi Tahqiq

Share this post

PinIt
scroll to top