Ciri Keluarga Sakinah Penuh Berkah (Bagian ke-22) : Membelanjakan Uang Dengan Benar

Ilustrasi. (Foto : crecenegocios.com)

Ilustrasi. (Foto : crecenegocios.com)

Syahida.com – “Perumpamaan orang yang membelanjakan hartanya di jalan yang diridhai Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 2: 261)

Penjelasan:

Yang dimaksud membelanjakan uang dengan benar yaitu membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhannya yang halal dan dengan cara-cara yang halal sesuai dengan ketentuan syari’at Allah.

Ayat diatas menerangkan bahwa orang yang membelanjakan harta pada jalan yang diridhai Allah, seperti menafkahi keluarga, membantu perjuangan fii sabilillaah, dan membantu orang-orang yang terlantar dan kerabatnya yang memerlukan, Allah jamin akan mendapat pahala berlipat ganda.

Keluarga yang membelanjakan uangnya dengan benar, kehidupannya akan senantiasa diliputi oleh suasana sakinah penuh berkah. Benar tidaknya membelanjakan hartanya dapat dilihat dari 3 hal, yaitu:

  1. Mereka berlaku benar dalam urutan penerima.

Setelah berumah tangga, kepala keluarga wajib menyantuni orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Siapa sajakah yang berada dalam tanggungannyadan diurutan ke berapakah masing-masing? Dalam hadits berikut disebutkan:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu hari bersabda kepada shahabat-shahabatnya: “Bersedekahlah kalian!” seorang lelaki pun berkata: “Ya Rasulullah, saya punya satu dinar.” Beliau bersabda: “Belanjakanlah untuk dirimu!” ia berkata: “Saya punya satu dinar lagi.” beliau bersabda: “Belanjakanlah untuk istrimu!” ia berkata: “Saya punya satu dinar lagi”. Beliau bersabda: “Belanjakanlah untuk anakmu!” ia berkata: “Saya masih punya satu dinar lagi.” Beliau bersabda: “Belanjakanlah untuk pelayanmu!” ia berkata: “Saya masih punya satu dinar lagi.” beliau bersabda: “Engkau lebih tahu untuk siapa selanjutnya.” (HR. Ibnu Hibban)

Dalam Hadits diatas disebutkan dengan jelas bahwa orang-orang yang lebih dahulu wajib diberi belanja, yang oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam disebut dengan istilah shadaqah, adalah:



  1. Diri sendiri
  2. Istri
  3. Anak
  4. Pelayan (kalau punya)

Setelah keperluan pokok orang-orang yang menjadi tanggungannya dalam keluarga terpenuhi, barulah ia menunaikan kewajiban terhadap orang-orang terdekatnya, yaitu:

  1. Ibu-bapak
  2. Saudara sekandung
  3. Saudara seayah
  4. Saudara seibu
  5. Paman atau bibi
  6. Keponakan
  7. Saudara sepupu; dst…

Bila bersamaan kepentingan dasar antara anak dan ibu atau bapaknya, yang didahulukan adalah membiayai kepentingan anak. Misalnya, anak dan ibunya pada saat bersamaan sakit yang perlu perawatan dokter, sedangkan uang yang tersedia hanya cukup untuk satu orang, maka yang harus didahulukan adalah pengobatan anak.

  1. Mereka berlaku benar dalam urutan kepentingan.

Seseorang harus memahami urutan kepentingan dalam membelanjakan hartanya agar ia benar dalam mengeluarkannya, yaitu mendahulukan yang lebih penting. Urutan kepentingan tersebut adalah:

  1. Kepentingan melindungi keselamatan agama
  2. Kepentingan melindungi keselamatan jiwa
  3. Kepentingan melindungi keselamatan akal
  4. Kepentingan melindungi kebersihan keturunan
  5. Kepentingan melindungi keselamatan harta

Bila terdapat dua kepentingan tetapi berbeda urutannya yang harus didahulukan adalah kepentingan yang paling mendesak. Misalnya, seseorang ingin membeli sepeda motor dan pada saat yang sama ibu atau bapaknya sakit yang membutuhkan perawatan dokter segera. Dalam hal ini yang harus didahulukan adalah kepentingan ibu atau bapaknya, karena menyelamatkan nyawa harus lebih didahulukan dari kepentingan harta.

  1. Mereka benar dalam mengeluarkan besarnya belanja (hemat). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat dan hadits dibawah ini.

“Mereka apabila menafkahkan (membelanjakan) hartanya tidak melampaui batas dan tidak pula kikir, tetapi mengambil jalan diantara keduanya.” (QS: Al-Furqan: 25: 67)

Dari ‘Abdullah bin Sarjis radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Perangai yang baik, kehatian-hatian, dan hemat adalah sebagian dari 24 bagian kenabian.” (HR. Tirmidzi No.1933 CD)

Hadits diatas menerangkan bahwa hemat dalam urusan apapun, termasuk dalam membelanjakan harta, akan membawa kebaikan bagi yang bersangkutan.

Ayat dan hadits diatas menjelaskan bahwa hemat dalam makan dan minum atau membelanjakan harta akan memberikan kebaikan kepada kehidupan individu dan rumah tangga. Keluarga yang selalu hemat dalam membelanjakan penghasilannya kemungkinan besar dapat menabung. Bila suatu saat ada keperluan mendesak, tabungan tersebut dapat digunakan untuk menutupi keperluannya. Begitu pula dalam makan dan minum, ia dapat memenuhi tuntutan gizi dan kesehatan, sehingga kondisi kesehatannya terjaga dengan baik.

Sebaliknya, membelanjakan harta secara berlebihan akan merugikan diri sendiri. Mungkin dia akan mengeluarkan belanja yang tidak perlu sehingga tidak bermanfaat. Karena berlebihan dalam membelanjakan harta, mungkin juga ia akan kehabisan uang belanja sebelum waktunya.

Hemat dalam berbelanja akan memberikan keuntungan psikologis dan materiil kepada pelakunya.

Seseorang yang membelanjakan hartanya secara hemat akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman serta memberikan kebahagiaan kepada seisi rumah. Harta yang didapat dari penghematan dapat dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhannya pada masa-masa sempit atau untuk membantu orang lain yang sangat memerlukannya. Dengan demikian, rumah tangga dengan sikap seperti itu telah membina kebaikan untuk diri sendiri dan memberi kebaikan kepada orang lain. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, telah bersabda:

“Tidak akan kekerungan orang yang berhemat.” (HR. Ahmad No. 4048 CD)

Keluarga yang pandai membelanjakan uang dengan benar dijamin hidup dalam suasana tenang, tenteram, dan bahagia. Dengan membelanjakan uang secara benar, kebutuhan-kebutuhannya tercukupi secara wajar dan tidak dibebani oleh biaya hidup si luar kemampuannya. Oleh karena itu, seseorang yang menginginkan suasana sakinah penuh berkah dalam kehidupan keluarganya wajib membelanjakan harta-nya dengan benar. [Syahida.com]

—–

Bersambung….

Sumber : 25 Ciri Keluarga Sakinah Penuh Berkah dan Langkah Mewujudkannya, Drs. Muhammad Thalib

Share this post

PinIt
scroll to top