Jangan Gampang Bilang Cerai

Ilustrasi. (Foto : ibrahimradio.com)

Ilustrasi. (Foto : ibrahimradio.com)

Syahida.com – “Kita cerai saja kalau begini terus!” Pernah mendengar kalimat tersebut? Semoga tidak pernah, apalagi mengucapkannya. Namun, pada kenyataannya kalimat itu sering kali menjadi pamungkas pertengkaran yang berulang. Pasangan yang kerap cekcok, merasa tak memperoleh apa yang diidealkan, akhirnya kalap dan ingin secepatnya mengakhiri pernikahan dengan kata ‘cerai’.

Tahun-tahun awal pernikahan memang lebih berat  dibanding tahun sesudahnya. Menurut catatan Kanwil Kewenag Jawa Barat, dari 40 ribu perceraian Menurut catatan Kanwil Kewenag Jawa Barat, dari 40 ribu perceraian yang terjadi setahun belakang  ini, sebagaian besar terjadi pada usia pernikahan di bawah lima tahun. Sangat mungkin ini juga terjadi di banyak tempat.

Memang ada orang yang mudah mengatakan cerai walau masalahnya sepele, ada pula yang spontan mengucapkannya ketika sangat marah. Mengapa kata cerai begitu mudah terucap, seolah menjadi solusi? Bukankah perpisahan ini dibenci Allah, dan merupakan peluang presentasi tertinggi bagi setan dalam menggoda manusia?

Kenyataannya, perceraian kerap menjadi pintu terbuka bagi masalah baru, karena ia bukan berangkat dari proses amar ma’ruf nahi munkar, di mana salah satu ingin meluruskan pasangannya dari pelanggaran syariat. Coba telisik lagi penyebab perselisihan yang ada, karena ego merasa tak dihargai atau karena tak ridha ada nilai-nilai Allah yang dilecehkan?

Bukankah kurangnya sikap mengasihi, menghargai dan menjaga perasaan, bisa dikomunikasikan? Atau jika nafkah suami belum cukup, Allah alirkan rezeki lebih banyak lagi melalui usaha istri yang ikhlas? Bertaburan nilai ibadah dalam rumah tangga yang ganjarannya adalah surga dan rugilah bila dilepas tanpa alasan yang prinsipal. Karenanya, kuatkanlah mental berkali lipat untuk tidak mudah tersinggung dan marah pada pasangan hanya karena masalah sepele.

Mari hindari obral kata cerai ketika sedang tak selaras dengan pasangan, karena aku jatuh hukumnya walau hati tak bermaksud demikian. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tiga perkara yang serius dan bercandanya juga dianggap serius adalah: nikah, talak dan rujuk”. Tepat sekali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kita diam ketika sedang marah. Sebab, biasanya dalam pertengkaran yang tak terkendali bukan hanya kata cerai yang terucap, tapi terhambur pula kata-kata saling menyakiti yang lukanya akan terus berdarah jika diingat.

Sadarilah bahwa luka itu juga akan terus menganga di hati putih anak-anak yang orangtuanya bertengkar. Mereka bisa rusak ‘luar dalam’, tak terpercaya diri di tengah pergaulan, tak fokus menimba ilmu dan trauma berumah tangga ketika dewasa. Jika sudah tak terlalu kompak dalam mengasuh anak, jangan ditambah lahi dengan mempertontonkan pertengkaran yang meremukkan hati mereka. Yakinlah kita pasti kuat karena Allah tak mungkin memberi beban rumah tangga yang tak sanggup kita pikul. Resepnya, mari dekat selalu dengan Sang Pemberi Kekuatan itu. [Syahida.com]

Sumber: Majalah Ummi No. 11 |XXIV



Share this post

PinIt
scroll to top