Kisah Hikmah : Nyaris Saja Bunuh Diri!

Ilustrasi. (Foto : vosizneias.com)

Ilustrasi. (Foto : vosizneias.com)

Syahida.com – Jeff, masuk menemui rektor universitas tempat dimana ia belajar. Rektor sengaja memanggilnya untuk memberikan ucapan selamat atas keberhasilannya mencapai gelar magister dengan nilai summa cumlaude. Bukan hanya karena itu, tetapi ucapan selamat itu diberikan kepadanya karena ia menjadi mahasiswa paling muda di seluruh wilayah Amerika Serikat yang berhail meraih gelar magister untuk bidang spesialisasi tersebut. Ini jelas sebuah pencapaian yang belum pernah dicapai sebelumnya oleh univesitas tersebut. Karenanya mereka sangat bangga dengan apa yang dicapai Jeff.

Setelah selesai pertemuan itu dengan membawa janji dari rektor untuk merayakan keberhasilannya dalam wisuda akhir tahun akademik, Jeff melangkah keluar dari kantor rektor yang sedari tadi memperhatikan kegalauan di wajahnya.

Pak rektor benar-benar heran, namun ia juga tidak menanyakan atau berusaha mencari tahu apa yang bergejolak dalam hati Jeff.

Dan pada waktu yang telah ditentukan, acara wisuda itupun dilaksanakan. Jeff hafidr dengan semua stribut dan seragam wisudanya. Berulang kali ia mendengarkan namanya disebut melalui pengeras suara dengan segala pujian dan sanjungan atas apa yang telah ia capai. Kemudian ia diundang untuk naik ke panggung utama untuk menerima ijazahnya di tengah gemuruh tepuk tangan keluarga dan kawan-kawannya.

Tapi begitu ia menerima ijazah tersebut, tiba-tiba saja ia menangis. Melihat itu, Pak Rektor dengan niat bercanda mengatakan: “Engkau menangis karena begitu gembira dengan penghargaan ini?”

“Tidak, aku menangis karena nasibku yang begitu malang ini,” jawabnya.

“Mengapa anakku?” tanya Pak Rektor penuh keheranan. Bukankah seharusnya engkau gembira hari ini, khususnya detik ini?”

“Dulu aku mengira bahwa aku akan bahagia dengan keberhasilan ini. Tapi aku merasa belum pernah melakukan apapun demi membahagiakan diriku sendiri. Aku merasa begitu galau. Bukan ijazah dan gelar akademik atau perayaan ini yang membuatku bahagia…,”ujarnya.



Jeff kemudian mengambil ijazahnya lalu meninggalkan tempat itu di tengah kebingungan hadirin. Ia tidak tinggal hingga acara itu selesai. Ia tidak menunggu hingga satu per satu kawan dan kerabatnya mengucapkan selamat untuknya.

Jeff pulang ke rumahnya. Ia memegang dan membolak-balikkan ijazah yang baru saja ia terima. Ia mulai berbicara dengannya: “Apa yang harus aku lakukan denganmu? Engkau telah membuatku menjadi catatan sejarah di kampusku. Posisi penting pasti banyak yang menugguku. Media dan pandangan orang-orang akan selalu memandangku dengan penuh kekaguman. Tapi engkau tidak memberiku kebahagiaan yang kuimpikan. Aku ingin merasakan kebahagiaan dari dalam diriku, bukan dari semua yang ada di dunia ini; ijazah, kedudukan, harta, dan popularitas. Ada hal lain yang pasti dapat membuat kita merasa bahagia. Aku sudah bosan dengan wanita, alkohol, dan pesta-pesta itu. Aku menginginkan sesuatu yang lain yang dapat membuat jiwa dan hatiku bahagia. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?”

Hari-hari berlalu. Jeff semakin bertambah galau dan gelisah. Ia akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya saja. Ia berpikir dan terus berpikir hingga akhirnya ia menemukan cara yang menurutnya paling baik untuk mengakhiri hidupnya, yaitu dengan menjatuhkan dirinya dari atas jembatan besar yang dikenal dengan nama Golden Gate, yang menjadi satu simbol peradaban Amerika.

Jeff mengayunkan langkahnya menuju jembatan besar itu. Dan sebelum ia sampai disana, Allah menakdirkan beberapa orang muslim yang sedang belajar di negeri itu untuk menyampaikan dakwah Islam kepadanya. Pemuda-pemuda muslim itu kebetulan tinggal di dekat jalan masuk jembatan Golden Gate itu. Coba bayangkan betapa terbatasnya mereka sehingga mereka tidak menemukan tempat tinggal kecuali sebuah kamar dengan beberapa perabotnya di bawah kapel gereja.

Tapi obsesi dakwah mereka sungguh luar biasa. Obsesi untuk menjadi sebab orang-orang masuk ke dalam agama Allah. Obsesi untuk menyelamatkan kemanusiaan dan mengeluarkan dari kegelapan menuju cahaya. Obsesi mereka adalah berdakwah ke jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik. Mereka berusaha menjadi contoh yang baik untuk sosok muslim yang sejati. Mereka studi sambil tetap berdakwah ke jalan Allah dan tinggal di bawah gereja itu.

Inilah yang mereka temukan dan mungkin itu lebih baik bagi mereka. Pada hari itu, mereka keluar untuk berkeliling mendakwahi orang-orang masuk ke dalam Islam. Mereka mengenakan pakaian khas muslim. Wajah-wajah mereka bercahaya dengan cahaya iman. Di tengah perjalanan mereka pagi itu dan tidak jauh dari pintu masuk Golden Gate, bertemulah mereka dengan sang pemuda Amerika yang galau itu.

Dialah Jeff yang cemerlang itu. Ketika ia melihat rombongan pemuda Muslim itu entah mengapa merasa takjub dan sedikit terkejut. Ia belum pernah melihat sepanjang hidupnya manusia dengan model seperti ini; penampilan dan begitu pula cahaya yang berseri-seri serta daya tarik yang memikat itu. Maka ia pun mendekati mereka untuk berbicara dengan mereka.

“Apakah boleh aku bertanya kepada kalian?” tanyanya.

“Oh iya, silakan .” jawab salah satu dari mereka.

“Siapakah gerangan Anda sekalian ini? Dan mengapa kalian mengenakan seperti ini?”

Seorang dari rombongan itu menjawab, “Kami adalah kaum muslimin. Allah mengutus Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kami untuk mengeluarkan kami dan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya, untuk memberikan kebahagiaannya di dunia dan Akhirat…”

Begitu ia mendengar kalimat “Kebahagiaan,” ia sedikit berteriak:

“Kebahagiaan?! Oh, aku sedang mencari kebahagiaan, apakah kalian mempunyainya?”

“Agama kami yang lurus ini adalah agama kebiasaan. Agama yang semua ajarannya adalah kebaikan. Semoga Allah memberimu petunjuk dan merasakan manisnya rasa bahagia…” ujar satu dari mereka.

Ia berkata pada mereka lagi: “Aku akan pergi bersama kalian untuk mengetahui jika benar kalian memiliki kebahagiaan yang kuinginkan, kebahagiaan yang hakiki. Tadi sebenarnya aku sudah berniat bunuh diri. Aku hampir saja menjatuhkan diriku dari atas jembatan ini dan menuntaskan hidupku karena aku belum mendapatkan kebahagiaan itu baik pada harta, nafsu syahwat, maupun ijazah yang telah kuperoleh.

Mereka mengatakan padanya: “Kalau begitu ikutlah bersama kami agar kami dapat mengajarimu agama Allah, mudah-mudahan Allah melemparkan keimanan dalam hatimu, serta merasakan kelezatan ibadah agar dapat mengenali kebahagiaan itu. Karena sesungguhnya Allah itu Mahakuasa atas segala sesuatu.

Jeff pun beranjak bersama kumpulan pemuda muslim yang berdakwah itu. Mereka pun tiba di kamar di mana mereka tinggal, yang telah diubah menjadi sebuah mushalla. Mereka pun mulai menawarkan Islam kepada Jeff; hakikat dan keistimewaanya.

“Kalau begitu ini adalah agama yang baik. Demi Allah, aku tidak akan menunda lagi untuk masuk ke dalam agama kalian,” ujarnya.

Jeff mengumumkan keislamannya. Para pemuda muslim itupun segera saja mengajarkannya tentang Islam lebih jauh. Dia sendiri kemudian mulai mengerjakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim, ia juga mengenakan pakaian khas muslim. Kini ia merasa telah menemukan apa yang ia cari selama ini. Ia telah menemukan kebahagiaan yang dicarinya di dalam Islam, dalam kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Yang lebih membuatnya bahagia lagi adalah kini ia telah menjadi seorang da’i pula yang berdakwah di jalan Allah di Amerika. Ia mengganti namanya menjadi Ja’far; seperti yang kita ketahui dalam kitab-kitab sejarah Islam, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menjanjikan saudara sepupunya, Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa kelak ia akan mempunyai dua sayap di dalam surga. Sedangkan Ja’far dari Amerika ini, tidak terlukiskan betapa besarnya kegembiraan dan kebahagiaannya setelah memeluk Islam. Ia telah mewakafkan diri, kehidupan, harta dan upayanya untuk menyebarkan Islam di Amerika.

Demikianlah, dan sekarang kita telah mengetahui kisah Ja’faf alias Jeff yang menemukan kebahagiaannya di dalam agama Allah, dalam keteguhannya memegang ajaran-ajaran Allah dan Sunnah Nabi-Nya, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Lalu mengapa kebanyakan kaum muslimin masih meyakini bahwa mereka tidak akan meraih kebahagiaanya kecuali dengan meniru-niru kaum Yahudi dan Nasrani; dalam cara makan, pakaian, minum, dan pergaulan??

Demi Allah, sesungguhnya kebahagiaan terbesar itu adalah jika seorang manusia beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari Akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk.

Puncak dari segala kebahagiaan adalah ketika Allah dan RasulNya lebih dicintai daripada anak, orangtua, harta dan jiwa.

Puncak segala kebahagiaan adalah ketika manusia menyeru ke jalan Allah Ta’ala, bersungguh-sungguh dan berkorban untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, menyampaikan petunjuk yang dapat menuntun mereka ke jalan petunjuk.

Puncak segala kebahagiaan itu adalah dalam munajat kepada Allah di sepertiga akhir malam.

Puncak segala kebahagiaan itu ada ketika mengusap kepala anak yatim, meyambung silaturahmi, memberikan makan kepada orang lain, menyebarkan salam dan shalat malam ketika manusia terlelap.

Puncak segala kebahagiaan itu ada ketika engkau berbakti kepada orang tuamu, berbuat baik kepada kerabat dan tetangga, dengan tersenyum kepada saudara dan bersedakah dengan tangan kanan hingga tangan kiri tidak mengetahuinya.

Ini adalah kebahagiaan di dunia, lalu bagaimana dengan kebahagiaan Akhirat.

Jeff masuk ke dalam Islam karena ia menyaksikan pemuda-pemuda yang berpegang teguh pada agama mereka dan mengajak manusia untuk menuju Allah di bumi non muslim.

Demi Allah, andai kita ikhlas karena Allah dan bertekad hanya karena-Nya, lalu bersungguh-sungguh untuk menyampaikan agama ini, maka kita pasti akan sampai ke seluruh dunia, namun kita hanya diam dan takut berdakwah di jalan Allah.

Meninggalkan dakwah di jalan Allah adalah perkara yang paling berbahaya yang akan mengakibatkan kehinaan, kerendahan dan jauh dari Allah.

Apa yang akan kita katakan esok terhadap kelalaian kita dalam berdakwah?

[Syahida.com]

Sumber: Buku Chiken Soup for Muslim karya Ahmad Salim Baduwailan

Share this post

PinIt
scroll to top