Kisah Nyata: Ayah Engkau Menghancurkanku dan Kini Datang dengan Menangis

Ilustrasi. (Foto : blackweddinghair.com)

Ilustrasi. (Foto : blackweddinghair.com)

Syahida.com – Gadis ini mengenal hubungan bebas[1] begitulah mereka menamakannya melalui antena parabola. Diapun ingin coba-coba. Maka apa yang dipetiknya?

Gadis perawan ini memetik janin di perutnya setelah melewati sebuah kisah berdarah yang sangat memilukan.

Gadis ini bersama kekasihnya ditangkap oleh pihak berwenang. Ayahnya datang setelah dipanggil untuk melihat peristiwa yang menyesakkan itu.

Ayahnya berdiri di depan puterinya, setelah sebelumnya ia mengharapkan lebih baik mati daripada melihat anaknya dalam kondisi seperti itu.

Ayahnya berteriak di hadapan pihak berwenang, “Biarkan aku membunuhnya. Dia telah merusak nama baikku, telah menghancurkan kehormatanku dan mencoreng mukaku di depan masyarakat.”

Gadis itu mendongakkan kepalanya dan memandang ayahnya dengan bersenandung,

Cukuplah sebagai celaan, wahai ayahku. Engkau adalah celaan.

Cukuplah bagimu, karena celaan tidak lagi bermanfaat.



Dengan kata-kata penderitaan apa aku mengadu,

Ayahku? Darimana ucapan bisa membantuku?

Kesucianku mengadu, kehormatanku merintih sedih,

Memejamkan mata pilu menanggung derita

Ayah, dahulu kesucian adalah hiasan mataku.

Maka hiasan itu sekarang mengucurkan air mata,

Memikul beban berat penderitaan,

Sementara tidur menjauhi mata pemikulnya.

Saya gadis, wahai ayahku , berada di atas kenistaan.

Orang-orang mulai mengetahuinya.

Anak panah kenistaan mengoyak kehormatanku.

Tahukah kamu apakah anak panah itu?

Ayahku, siapakah yang berkenan menutup mata dan memaafkan,

Sementara di perutku tumbuh sesuatu yang haram?

Ayahku, siapakah yang mau menerimaku,

Seorang gadis dengan tuduhan di mata masyarakat kepadanya?

Luka badan akan sembuh dengan diobati,

Tetapi kehormatan yang terluka tidak bisa ditutupo.

Ayahku, dahulu aku mempunyai kekeliruan

Kesucianku dikelilingi oleh senyuman

Dengan mainanku aku bercanda dengan kalian.

Aku melayang dengan mimpi yang membuat tidur menjadi indah.

Rumah tegak kokoh dengan keimanan

Rasa malu mengantarkannya kepada kesucian

Jawablah diriku, wahai ayahku, apa kesahalan besarnya?

Kegelapan tidak mungkin untuk dipikul.

Jawablah di mana senyumannya.

Mengapa mulutnya menjadi terkunci oleh kepedihan?

Dengan kesalahan apa dan dengan dosa yang mana

Orang-orang mulia dijerumuskan di lumpur kenistaan?

Ayah, inilah kehormatanku. Jangan mencelaku.

Dari kedua telapak tanganmu ia dikotori oleh sesuatu yang haram

Engkau menanamkan bibit-bibit kefasikan di rumah kami.

Hasil yang dipetik wahai ayahku adalah racun yang mematikan.

Engkau tumbuhkan kekufuran dan pengingkaran bagai api

Yang membakar mata hati fitrah kami

Kami melihat cerita-cerita asmara, lalu benih-benih nafsu

Tumbuh di dalam jiwa kami: Apa itu asmara?

Mereka menguasai cara membangkitkan nafsu yang baik.

Dengannya hati para pemirsa dikuasai

Kami melihat rayuan, penari dan gelas

Serta kemesuman yang tidak layak diucapkan.

Seolah-olah engkau telah mendatangkan wanita nakal bagi kami.

Dia merayu kami ketika semuanya sedang tidur.

Seandainya batu itu memiliki hati, wahai ayahku

Niscaya ia akan memberontak. Lalu bagaimana manusia wahai ayah?

Engkau menyalahkanku atas lenyapnya kesucianku padahal pada hari ini

Kesalahan ada pada dirimu jika kamu mengetahuinya

Engkau telah menanam duri di jalanku,

maka ia mengalirkan darah di kaki dan menggoncang pondasi.

Itulah hasil yang kamu petik, dan aku tidak membebaskan diriku darinya.

Dan aku tidak bersedih dengan apa yang kamu petik

Ayah, ini adalah peringatan, dan itu adalah hatiku.

Ia merasakan rasa sakit karena kepedihanku.

Aku menyesal dengan penyesalan, seandainya mereka membaginya

Di atas penyelewengan kaumku niscaya mereka menjadi lurus

Aku menengadahkan kedua telapak tanganku kepada Tuhan pemilik Arsy

Tulang-tulangku telah luruh karena menahan kepedihan.

Tuhanku, jika engkau memaafkan, maka aku tidak peduli

Walau aku harus menerima cibiran dari manusia.

Ayahku, janganlah engkau menundukkan kepalamu karena kesedihan.

Sebagaimana burung unta menundukkan kepalanya di lubang

Pemetik anggur memiliki gelas anggur yang manis,

Dan hasil yang dipetik dari hanzhal yang pahit adalah kebinasaan

Apabila engkau tidak menerima takdir, maka memohonlah

Akhir kehidupan, jika akhir kehidupan memang baik.

Bertakbirlah empat kali dengan kedua tanganmu dan berbisiklah:

“Pada hari ini, wahai dunia, selamat tinggal untukmu.”

Ayahkau, engkau menghancurkanku, dan kini datang dengan menangis.

Di atas reruntuhan, kehancuran apakah ini?

Ayahku inilah hasil yang engkau petik, darah kesucianku.

Lalu siapa di antara kita, wahai ayahku yang berhak disalahkan?[2]

Hikmah : Wahai gadis muslimah! Mengapa engkau kehilangan kontrol diri, hanya karena mendengar bisikan hina dan pujian palsu dari pemuda yang melihat dirimu sebatas onggokan daging yang indah tanpa jiwa?

Wahai wanita Islam, sebuah fitnah besar telah dirancang demi mengubah dirimu, bermain-main dengan tubuh dan kehormatanmu. Berlindunglah kepada Tuhanmu! Karena tidak ada yang dapat menyelamatkanmu kecuali Allah Ta’ala.

Kisah nyata ini adalah fakta besar. Betapa gadis-gadis muslimah di negeri-negeri Islam yang memegang tradisi tidak keluar rumah kecuali untuk keperluan syar’i bisa terenggut kesuciannya oleh para pemuda yang hatinya keras, gelap dan busuk.

Jika demikian, betapa mudahnya merampas kesucian gadis-gadis muslimah yang dengan sukarela, bahkan sebagian dengan dukungan orang tua, keluar rumah bersama pemuda pujaannya untuk bermalam minggu, nonton, belanja ke mall dan lain-lain.

Ambillah pelajaran dari kisah-kisah memilukan ini. [Syahida.com]

Sumber: Khalid Abu Shalih (Waspadalah Putriku, Serigala Mengintaimu!)

  1. Maksudnya hubungan ala setan yang menyeret kepada kenistaan dan pelanggaran terhadap larangan-larangan Allah.
  2. Bait-bait ini adalah karya penyair Muhammad bin Abdurrahman Al-Muqrin dengan judul ‘Abi Haththamtani wa Ataita Tabki’.

Share this post

PinIt
scroll to top