Cara Ideal Menyikapi Orangtua yang Telah Berusia Lanjut

Ilustrasi. (Foto : hadith-a-day.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto : hadith-a-day.blogspot.com)

Syahida.com – Cara ideal yang patut diteladani dalam menyikapi orangtua yang telah memasuki usia lanjut adalah hendaknya kita piawai dalam memahami keinginan mereka. Selanjutnya, keinginan tersebut kita penuhi, meski dalam pandangan kita apa yang dikehendaki itu tidak masuk akal. Berikut ini beberapa contoh, dan Anda bisa membuat ilustrasi serupa.

  • Ketika Anda hendak menikah, tidak ada buruknya bila Anda terlebih dahulu menghadap ayah atau ibu dengan sopan santun, lalu mencium kening mereka kemudian meminta pendapat mereka. Katakan kepadanya, “Wahai ayah (ibu), aku mengenal wanita ini dengan sifatnya yang demikian dan demikian. Ia berasal dari keluarga ini, dari kampung itu, atau suku ini. Apa pendapatmu, apa aku boleh menikah dengannya atau engkau berpendapat lain?”
  • Ketika Anda bermaksud membeli sebuah mobil, misalnya mintalah pendapat orang tua. Beritahukan kepadanya keinginanmu ini, meski orang tua tidak akan memberi pertimbangan yang baik dalam masalah itu, atau barangkali orangtua tidak mengerti mana mobil yang baik dan mana yang tidak, mana yang murah dan mana yang mahal. Atau barangkali orang tua telah amat lanjut usia sehingga tidak memungkinkan untuk dimintai pendapat. Akan tetapi, sikap yang Anda tunjukkan pada orangtua akan membuatnya merasa memiliki tempat dalam kehidupan rumah tanggamu. Kapasitasnya sebagai seorang ayah masih tetap dijunjung tinggi dan pendapatnya masih dihargai.
  • Anda mungkin nanti tidak mengikuti pendapat orangtua, tetapi pemberitahuan Anda pada orangtua tentang satu persoalan, sebelum Anda mengambil tindakan apapun, cukup membuatnya menyetujui keinginan Anda tanpa keberatan. Atau barangkali orangtua menyangka Anda benar-benar mengikuti sarannya ketika Anda membeli, atau menjual sesuatu atau ketika Anda menentukan pilihan pada wanita yang akan dinikahi. Sikap seperti ini mampu membangkitkan jiwa dan menghidupkan harapan orangtua. Batin orangtua akan menjadi kuat. Anda bisa melihat perubahan positif ini pada raut wajah dan senyum mereka.
  • Apabila Anda ingin membangun tempat tinggal, mintalah pendapat orangtuamu tentang;

Berapa jumlah kamar?

Di mana posisi yang tepat untuk kamar pribadimu?

Di mana ruang tamu laki-laki dan dimana ruang tamu wanita?

Tanyakan juga, apakah mereka mempunyai pendapat tentang rancangan bangunan rumah?

  • Apabila Anda hendak bepergian untuk melaksanakan ibadah umrah, atau haji atau untuk keperluan lainnya seperti perjalanan dinas kantor, tentu tidak ada halangan bagi Anda untuk terlebih dahulu berpamitan dan minta saran orangtua. Buatlah mereka merasa sebagai pemegang keputusan.

Demikian pula halnya dengan ibu. Buatlah agar sang ibu merasa bahwa Anda amat menjunjung tinggi dan menghargai dirinya. Ajaklah ibu Anda bermusyawarah bersama menyangkut urusan pribadi Anda, mintalah saran dan pendapat ibu dengan sikap lemah lembut. Buktikan sendiri perubahan apa yang akan terjadi, karena sebenarnya Anda telah mampu merebut hari orangtua melalui jalan pintar dan cara yang amat sederhana.

Bukankah penulis telah mengatakan kepada Anda; hal ini membutuhkan kepiawaian dan tidak semua orang bisa melakukannya.

Sebuah Kisah



Seorang ayah mesti menjadi pemegang keputusan yang ditaati dalam institusi rumah tangga. Tidak sepantasnya kita datang dan pergi, berbuat ini dan itu, sementara orangtua diacuhkan ibarat perabotan rumah; dibiarkan begitu saja tanpa pernah diajak bicara dimintai pendapat, dengan alasan bahwa kita tidak ingin mengusik dengan melibatkannya pada hal-hal yang bukan urusannya. Atau kita sengaja menyisihkan orangtua agar ia tidak terganggu. Dahulu, seorang penyair mengungkap kelemahan kabilahnya;

Persoalan diputuskan saat kabilah Taim tidak ada di tempat

Mereka tidak diajak berunding padahal mereka hadir

Taim adalah kabilah kecil yang dipandang sebelah mata oleh kabilah-kabilah lain. Ada dan tiada mereka sama saja. Orangtua tentu merasa amat menderita dan sedih, lebih dari apa yang dirasakan oleh kabilah Taim. Sebab, yang menyisihkan dirinya adalah orang yang paling dekat di hati, yang tidak lain adalah sang anak di mana – barangkali – orangtua harus bersabar bertahun-tahun menantikan kelahiran anaknya, seraya memanjatkan doa kepada Allah dalam setiap shalat dan saat melakukan ibadah haji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaula Waris Yang Paling Baik. (QS. Al-Anbiya [21]: 89)

Akan tetapi, ketika anak itu lahir dan tumbuh dewasa, ia mengeluarkan kalimat-kalimat yang menyakitkan yang tidak pernah terbayangkan sekalipun dalam benak orangtua.

Penulis amat terkesan dengan kisah yang dituturkan oleh seorang tentara yang telah menjadi sahabat karib penulis selama bertahun-tahun. Saat ini ia berpangkat kolonel.[1] Ia bertutur kepadaku;

“Aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu. Selama aku bekerja, tidak sekalipun aku menyimpan sendiri gaji yang aku dapatkan, kecuali setelah aku berpangkat mayor.”

Aku penasaran dan bertanya, “Mengapa?”

“Karena kami – empat bersaudara – sepakat untuk menyerahkan seluruh gaji yang kami dapat kepada ayah kami yang telah pensiun. Dialah yang mengatur kehidupan rumah tangga kami. Ayah kamilah yang membuatkan rumah dan membiayai pernikahan kami. Hingga suatu hari, ayah memanggil kami dan ia menyerahkan kepada setiap anaknya kekayaan yang tidak sedikit jumlahnya.

Ayah kami mengatakan, ‘Wahai anak-anakku, usiaku telah lanjut dan aku tidak lagi mampu mengurusi rumah tangga kalian. Harta yang aku serahkan ini adalah tersisa dari kekayaan yang selama ini kalian titipkan pada ayah. Aku telah membuatkan rumah dan menikahkan kalian. Selama ini aku tidak pernah lalai dalam mengurus kalian. Sekarang, biarkan aku memaafkan sisa umurku untuk ibadah!”

Saya menyela, “Tentu kalian merasa senang!”

Sahabatku melanjutkan penuturannya, “Siapa yang berkata demikian? Kami semua menangis. Air mata kesedihan tak tertahankan oleh kami. Kami merasa seolah ayah mengucapkan selamat tinggal. Beberapa tahun kemudian ayah tercinta kami wafat.”

Sepengetahuan saya, ia ridha pada anak-anaknya dan mereka pun ridha pada sang ayah.

Sebagaimana kita memaklumi, orang yang telah berusia lanjut sangat membutuhkan bantuan anak-anaknya, laki-laki maupun perempuan, untuk urusan kebersihan, seperti yang dilakukan orangtua pada anak-anaknya ketika kecil. Jelas, pekerjaan ini membutuhkan kesabaran, ketabahan, keikhlasan, dan doa mengharap pahala dari Allah. Seringkali seorang ayah atau ibu yang telah berusia lanjut, membutuhkan bantuan anak untuk membawanya ke kamar kecil, membantunya membersihkan kotoran dengan tangannya. Siapa gerangan yang mampu melakukan pekerjaan berat itu? Siapa yang mampu berbuat demikian, selain orang beriman dan dikaruniai rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala? [Syahida.com]

  1. Yang penulis maksud adalah ‘Abdurrahman bin Muhammad asy-Syahrani.

Sumber: Kitab Keramat Hidup : Orang Tua, Musa bin Muhammad Hajjad az-Zahrani

Share this post

PinIt
scroll to top