Allah Mempertalikan Kepatuhan Kepada Orang Tua dengan Ketaatan Kepada Allah

Ilustrasi. (Foto : marcresearch.com)

Ilustrasi. (Foto : marcresearch.com)

Syahida.com – Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra [17]: 23-24)

Seorang muslim yang dikarunia kecerdasan – meskipun sedikit, akan terkesima saat menyadari bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mempertalikan amal ibadah lain dalam Islam, seperti ketika Dia mempertalikan kepatuhan kepada kedua orang tua dengan ketaatan pada Allah. Dalam pertalian tersebut, terdapat isyarat yang samar, bahwa seorang yang beriman, yang berbakti kepada orang tua – sesuai dengan kedudukan orang tua yang menjadi penyebab keberadaan dirinya dalam kehidupan ini, selayaknya lebih berbakti dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Karena pada hakikatnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghadirkan dirinya dan kedua orangtuanya dalam kehidupan ini.

Betapa kita amat membutuhkan sesuatu yang mampu membandingkan nurani ini dari keterlelapan, sehingga kita sadar terhadap hak-hak orang tua yang harus dihormati dan dijunjung tinggi dengan sungguh-sungguh.

Banyak para cerdik-pandai yang telah mengangkat tema ini, baik dalam ceramah, tulisan, atau dalam bentuk syair. Pada awalnya, saya merasa tidak perlu lagi membahas tema serupa, karena sudah banyak penulis yang mengulas persoalan ini. Namun, saya akan mencoba mendekati permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari aspek “menyurutnya peranan orang tua.”[1]

Kita dan Orangtua

Ayah dan ibu adalah asal-usul adanya umat manusia. Keduanya memberikan yang terbaik kepada anak. Ayah memberi nafkah, sedangkan ibu melahirkan dan mencurahkan kasih sayang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan dan mewujudkan manusia, kemudian orang tualah yang melahirkan dan mendidiknya.

‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu Anhu, sahabat besar yang berjuluk tarjuman Al-Qur’an (penerjemah Al-Qur’an), mengatakan, “Ada tiga syarat yang selalu dipadukan dengan tiga syarat lainnya dan masing-masing selalu disebutkan bersama dengan ayat pasangannya.

  • Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul… (QS. At-Taghabun [64]: 12)

Siapa yang taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada Rasulullah, maka ketaatannya tidak akan diterima.



  • Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat… (QS. Al-Baqarah [2]: 43).

Siapa yang hanya melaksanakan shalat tanpa menunaikan kewajiban zakat, niscaya ibadah shalatnya tidak akan diterima.

  • Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “…Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu…” (QS. Luqman [31]: 14)

Siapa yang bersyukur kepada Allah namun tidak bersyukur kepada orang tua, maka syukurnya tidak akan diterima.

Oleh sebab itu, Al-Qur’an acapkali mengulang wasiatnya, berupa kewajiban setiap insan untuk berbakti dan berbuat baik kepada orang tua. Selain itu, Al-Qur’an memperingatkan agar jangan sampai seseorang berbuat durhaka atau berperilaku buruk pada keduanya, dengan cara apapun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapakmu…” (QS. An-Nisa [4]: 36).

Dan kami mewajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu bapaknya…” (QS. Al-Ankabut [29]: 8).

Ayat-ayat di atas menjelaskan penghargaan dan keutamaan orang tua dibandingkan anak-anak mereka, terutama ibu. Ibulah yang merasakan penderitaan, rasa lelah, berat, menahan segala beban. Hal ini dialami oleh setiap wanita hamil. Ketika proses melahirkan, sang ibu berada dalam keadaan antara hidup dan mati, yang deritanya hanya bisa dirasakan oleh kaum wanita.

Dalam sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terdapat keterangan yang menegaskan kewajiban dan perintah berbakti kepada orangtua serta larangan berbuat durhaka kepada mereka, di antaranya adalah;

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadist sahih, “Ridha Allah ada pada ridha ibu bapak dan murka Allah ada pada murka ibu bapak.”  (HR. Thabaraini).

‘Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash menuturkan, “Seseorang datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seraya berkata, ‘Aku datang, berjanji setia kepadamu untuk melakukan hijrah (pindah ke Madinah), tetapi ayah ibuku menangisi kepergianku.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kembalilah kepada mereka, buatlah mereka tertawa sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis.” (HR. Para Ahli Hadist selain At-Tirmidzi).

Dalam al-Musnad, Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Jahimah as-Sulami, ia mengatakan bahwa ia meminta izin agar diperkenankan untuk ikut serta berjihad bersama Rasulullah. Akan tetapi Rasulullah memerintahkan dia kembali untuk mendampingi ibunya. Lantaran Mu’awiyah bersikeras ikut berjihad, Rasulullah berkata kepadanya, “Rugilah kau. Jangan kau tinggalkan kedua kaki ibumu. Di sanalah surga berada.”

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim,  Abu Hurairah radhiyallahu anhu menuturkan, “Seseorang menghadap Rasulullah dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak kuperlakukan dengan baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab lagi, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah mengatakan, ‘Ayahmu.” Hadits tersebut mengandung pengertian bahwa kebaikan ibu, tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kebaikan seorang ayah. Lantaran penderitaan besar yang dialami seorang ibu saat mengandung, melahirkan, dan menyusui anaknya. Inilah keistimewaan yang dimiliki oleh ibu. Kemudian bersama dengan ayah, ibu mendidik dan membesarkan anaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14)

Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah kelak pada Hari Kiamat; Orang yang durhaka kepada orang tua, wanita yang menyerupakan dirinya dengan laki-laki dan orang yang tidak mempunyai rasa cemburu pada keluarganya. Dan tiga golongan yang tidak akan masuk surga; Pendurhaka orang tua, pecandu khamr dan orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya pada orang lain.” (HR. An-Nasa’i, Ahmad dan Al-Hakim)

Mu’aid bin Jabal radhiyallahu anhu menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewasiatkan sepuluh kalimat kepadaku; Jangan menyekutukan Allah dengan apapun kendati engkau dibunuh atau dibakar, jangan durhaka kepada ibu bapak meskipun keduanya mengusirmu dari keluargamu atau mengambil harta kekayaanmu…” dan seterusnya.” (HR. Imam Ahmad). [Syahida.com]

  1. Penulis banyak mengambil pelajaran dari ulasan Syaikh DR. Khalid ‘Utsman as-Sabt di masjid Jami’ al-Qadisiyyah, kompleks Rumah Sakit Militer King Fahd, Zhahran, di mana penulis bertugas sebagai imam di masjid tersebut. Semoga Allah memberi taufik pada beliau dan memberkahi ilmunya.

Sumber: Kitab Keramat Hidup : Orang Tua, Musa bin Muhammad Hajjad az-Zahrani 

Share this post

PinIt
scroll to top