Antara Ketenangan Dialog Dan Ketegangan Debat Dalam Rumah Tangga

Ilustrasi. (Foto : ansharulislam.com)

Ilustrasi. (Foto : ansharulislam.com)

Syahida.com – Seorang penyair menasihati istrinya:

Maafkanlah aku, engkau selalu kusayang

Jangan engkau berkata kasar, ketika aku marah

Jangan sekali-kali engkau menabuh genderang perang

Engkau tak tahu, bagaimana jika istri ditinggalkan

Jangan banyak mengeluh, hingga mengusir hasrat

Hatiku menjadi enggan, karena hati berubah-ubah

Sungguh kulihat cinta dan benci di hati



Jika keduanya bertemu, cinta pun lari menjauh

Betapapun gentingnya suatu masalah, dialog menjadi langkah awal menemukan jalan keluarnya. Dialog dengan tenang menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. Dengan dialog, semua masalah dapat dicari solusinya yang termudah dan paling tepat. Tidak ada orang yang menghindar dari dialog, kecuali orang yang bersalah, miskin strategi, dan tidak memiliki argumen. Perdebatan adalah musuh utama dialog dan pintu gerbang iblis untuk mengendalikan seseorang dan menebarkan pertengkaran serta permusuhan antara suami-istri,

Dialog merupakan upaya serius menemukan solusi atas suatu masalah, sedangkan debat merupakan upaya emosional untuk memperoleh kemenangan yang bergejolak dalam pikiran seseorang. Perdebatan tidak akan memperhatikan suara logika, akal pikiran, maupun kebenaran.

Dalam situasi tertentu, percakapan sederhana antara suami dan istri bisa berubah menjadi debat kusir yang penuh dengan suara kasar dan justru menimbulkan masalah yang sebelumnya tidak ada. Ada 4 hal yang menjadi pertanda dialog antara suami-istri akan menemukan jalan buntu, yaitu:

1. Berkata dengan suara yang keras lebih dari seharusnya, baik dari pihak suami, istri, atau keduanya. Bentakan dan berbicara dengan suara keras pertanda awal buntunya dialog.

2. Mengingkari kebenaran, menolak kenyataan, dan menampik kebenaran hal yang tidak perlu dipertanyakan.

3. Mengeluarkan kata-kata kebencian yang tidak pantas, seperti ejekan, hinaan, dan celaan.

4. Menyimpang dari pokok permasalahan dan mengulang-ulang gaya bahasa yang sama, sehingga masing-masing tidak senang dengan gaya bahasa lawan bicaranya.

Jika terjadi salah satu dari 4 hal diatas, maka suami-istri harus menghentikan percakapan saat itu juga dan melanjutkannya di lain waktu.

Di antara kejadian yang paling aneh adalah ketika kita melihat suami-istri membicarakan masalah penting tertentu, tetapi kira-kira 5 menit kemudian mereka berdebat tentang gaya bahasa mereka berdua dalam membahas masalah tersebut. Masing-masing pihak tidak mau menerima pendapat yang lain hanya karena cara penyampaian pendapat tersebut dianggapnya salah.

-Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah-

[Syahida.com]

Sumber : Kitab Teruntuk Sepasang Kekasih, Karim Asy-Sadzili

Share this post

PinIt
scroll to top