Saat Ujian Hidup Melanda, Sandarkan Diri Pada Allah

Ilustrasi. (Foto : scdlifestyle.com)

Ilustrasi. (Foto : scdlifestyle.com)

Syahida.com –  “… bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya…” (QS. Al-Baqarah: 165)

Mungkin kita pernah mengalami pada suatu titik di mana kita telah begitu lelah dan letih dalam menjalani hidup, begitu banyak masalah yang menghampiri kita. Apa yang terpikirkan saat itu? Kebuntuan, kegelapan akan masa depan, kegelisahan jiwa, merasa kalah, tersisih dan tidak berdaya. Tahukan Anda bahwa itu adalah gejala awal dari stress!

Stres menjadi makanan sehari-hari bagi warga perkotaan, dunia yang semakin kompetitif, beban pekerjaan, hingga kemacetan menjadi fenomena kehidupan sehari-hari. Belum lagi masalah kesehatan dan keluarga, finansial, karir hingga kebutuhan hidup terus-menerus menerpa diri kita seperti tidak pernah berkesudahan.

Stres menjadi pemicu utama salah satu penyakit nomor satu pembunuh manusia yaitu stroke, penyakit akibat penyempitan pembuluh darah karena kurangnya aliran darah yang membawa oksigen hingga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel otak.

Saya tidak sedang membahas penyakit stroke dan stress namun hikmah dari kehidupan manusia itu sendiri. Ternyata manusia adalah makhluk yang lemah, tidak berdaya dan sering berkeluh kesah hal ini menjadi tabiat manusia seperti yang telah disebutkan dalam wahyu Sang Pencipta manusia Allah dalam Al-Qur’an.

Ketika pada titik ketidakberdayaan yang amat sangat ada dua kemungkinan manusia mencari jalan untuk keluar dari permasalahannya. Pertama, adalah manusia yang mencari jalan keluar dengan cara mencari pelarian sesaat pergi pada hal-hal yang dilarang; meminum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, dan kehidupan dunia malam lainnya. Manusia semakin menjauh dari Tuhannya, yang dilakukannya persis seperti disebutkan dalam pepatah ‘seperti menggantang api dalam asap’ atau ‘seperti minum air di lautan’ apa yang dikerjakan oleh manusia tipe ini adalah pekerjaan sa-sia karena tidak menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah baru.

Belum lagi mendatangi kemusyrikan yang merupakan dosa besar karena membuat tandingan-tandingan selain Allah, meminta pertolongan kepada dukun, peramal dan mencari jalan lain selain yang digariskan oleh Tuhannya.

Manusia tipe ini semakin kekuatan maha dahsyat, sumber energi yang dapat menutupi kelemahan dan ketidakberdayaannya, alih-alih mendapat ketenangan batin dari permasalahan yang dihadapi malah justru menambah permasalahan baru karena ketergantungannya kepada selain Allah yang lemah tidak berdaya.



Manusia tipe kedua adalah manusia yang tidak menyerah pada keadaan, manusia yang menyadari akan kodrat penciptaannya dan mengakui memiliki segala keterbatasan, lemah serta tidak berdaya sehingga mengantarkannya untuk menyadarkan diri pada Sang pemilik sumber energi alam semesta, Allah.

Dalam proses ikhtiarnya ini, ia meyakini bahwa dirinya hanyalah hamba yang tentu juga memiliki potensi yang diberikan penciptanya untuk mampu keluar dari segala permasalahan. Namun di tengah proses ikhtiar tersebut ia terus memohon bimbingan dan petunjuk-Nya, bahwa kehidupan yang ia jalani ini hanyalah ujian yang membuatnya bertumbuh dan untuk mengetahui amalan siapakah yang terbaik di sisi Rabbnya.

Analog dari ujian persisi seperti yang terjadi di sebuah kelas sekolah dasar ketika ditanyakan oleh gurunya siapakah yang paling pandai, maka serentak seluruh siswa akan mengacungkan tangan semuanya, untuk mengetahuinya sang guru memberikan ujian yang diberikan kepada siswanya. Pada satu ujian itulah akan terlihat siapakah yang layak untuk disebut pandai dan berhasil dari proses belajar mengajar di kelas.

Dari proses ujian ini juga terkandung peristiwa yang membawa hikmah bagi siswa di kelas tersebut. Pertama, siswa yang telah mempersiapkan ujian dengan persiapan terbaik, ketika menghadapi ujian dengan persiapan terbaik, ketika menghadapi ujian ia bersikap tenang mengerjakan soal dengan sikap penuh percaya diri karena ia telah berlatih dan terlatih dalam menghadapi soal-soal di ujian tersebut. Kedua, siswa yang persiapannya biasa-biasa saja artinya ia belajar namun belajarnya kurang optimal sering diselingi istirahat dan bermain, serta kurang bersemangat, ketika menghadapi ujian ia terlihat ragu-ragu dalam dirinya timbul rasa khawatir takut bahwa soal ujian yang akan keluar adalah soal ujian yang ia belum mempersiapkannya untuk itu. Ketiga adalah siswa yang tidak mempersiapkan dengan baik, ketika ujian dilaksanakan terlihat pucat pasi, gelisah dan sangat tidak percaya diri, karena ketidaksiapan ia dalam menghadapi ujian.

Dari  ketiga proses ini dapat kita ketahui siapakah yang layak untuk  bisa dikatakan terbaik karena ia telah melewati ujian tersebut dan telah terbukti secara empiris. Ujian itu baru secuil saja dari proses kehidupan yang jauh lebih kompleks, tapi kita dapat belajar dan mengambil hikmahnya agar dapat keluar sebagai pemenang dari ujian kehidupan sesungguhnya.

Allah adalah pemilik sumber energi dan kekuatan di dunia ini, salah satu yang tampak dalam pandangan mata manusia di muka bumi ini adalah energi panas matahari. Energi yang dipancarkan dari sumber panasnya saja setara dengan jutaan kali bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki. Dahsyat luar biasa! Dan sumber daya energi ini berdasarkan penelitian para ahli tidak akan habis untuk jutaan tahun ke depan.

Energi matahari adalah energi besar yang mampu memberikan kehidupan bagi penghuni bumi ini. Energi ini mampu memberikan kehangatan sinarnya, manusia menjadikannya sebagai sumber tenaga listrik, dan manfaat lainnya bagi kehidupan manusia. Di dalam tata surya letak planet terdekat dengan matahari akan merasakan energi panas dan cahaya yang dihasilkannya namun semakin jauh letak planet dari matahari maka akan dilingkupi kegelapan karena planet tersebut hanya menerima sisa cahaya dari energi ini dan sering kali planetnya dilingkupi oleh es karena suhu dingin yang tinggi.

Tahukah kita bahwa analogi dari energi matahari yang sebagian kecil saja dari Sang Pemilik sumber energi, Allah? Kalau kekuatan dahsyat yang dihasilkan dari energi matahari saja bermuara sumbernya kepada Allah, energi mana lagi yang kita hendak menyandarkan kehidupan ini selain kepada-Nya?

Hanya sebagian kecil dari miliyaran otak manusia di dunia ini telah mengantarkan kemajuan hidup dan kehidupan pada tingkat modern. Banyak karya besar manusia yang menyebabkan kehidupan jadi jauh lebih mudah, penemuan listrik, pesawat terbang, mobil, televisi dan banyak lagi karya besar manusia lainnya menjadi abad baru bagi modernitas peradaban manusia. Otak manusia yang panjang dan besarnya tidak lebih dari sejengkal jari tangan orang dewasa mampu mengubah dunia, memberikan warna kehidupan, memunculkan bentuk alami manusia akan keserakahan, kekuasaan, cinta dan perang serta banyak lagi peranannya bagi peradaban dunia.

Tahukah kita bahwa muara karya penemu dari energi miliyaran orak manusia yang telah mengubah dunia bermuara kepada Allah, sebagai pencipta? Kalau energi yang dihasilkan beberapa puluh otak saja mampu mengubah dunia apalagi Pemilik energi miliaran otak manusia itu? kalau begitu mengapa kita tidak menyandarkan diri kepada Pemilik sumber energi?

Saya pernah berbincang-bincang ringan dengan pengusaha Surabaya yang harus menapaki jalan untuk bangkit kembali. Ia baru saja mengalami kerugian hingga 300 juta lebih dari bisnis barunya dan menutup seluruh bisnis sebelumnya. Dari raut wajahnya tampak tenang namun dari nada bicaranya terlihat ia mengalami tekanan hebat. Kehilangan uang pensiun dini setelah bekerja lebih dari lima belas tahun di BUMN bukanlah perkara mudah.

Mulanya ia meirintis bisnis di bidang keagenan produk bank yang berkembang pesat, hingga ia kemudian membuat bisnis lainnya dalam bidang pendidikan tepatnya bimbingan belajar bahasa Inggris. Bisnis bimbingan belajar ini juga berkembang pesat, dua bisnis yang ditanganinya meraih keuntungan. Ia kemudian terlihat pula dalam bisnis ketiganya produk rumah tangga dan ini ia tekuni selama setahun omzetnya bergerak naik bisa dikatakan bisnis ketiganya sukses kembali.

Kesuksesan dari tiga bisnisnya mengantarkan pada tingkat kepercayaan diri yang tinggi atau bahkan sampai pada overself confidence, begitu ada tawaran dari partner bisnisnya untuk bergabung di bisnis penerbangan komersil ia menyanggupi maka diinvestasikanlah pensiun dininya sebesar 300 juta, total dana yang terkumpul bersama partnernya 2.7 milyar rupiah.

Ia curahkan seluruh energi di bisnis keempatnya, siang malam hingga sebulan terkadang tidak pulang karena bisnis keempatnya ini membutuhkan konsentrasinya di Jakarta. Bisnis baru ini membawa gaya hidup baru dengan biaya tinggi. Lobi-lobi bisnis kerap dilakukan di hotel berbintang, restoran mahal, penampilan berkelas yang mengharuskannya ikut dalam arus di bisnis penerbangan komersil.

Singkat cerita bisnis di penerbangan komersil bukanlah perkara mudah, walaupun timnya sudah mendapatkan kesepakatan kerjasama dengan maskapai penerbangan Perancis. Namun apa daya bisnisnya hancur. Maskapai penerbangan yang dibentuknya tidak mendapat persetujuan dari pemerintah. Akhirnya ia dan partnernya harus menanggung kerugian akibat kegagalan tersebut, padahal lebih dari setahun timnya bekerja keras untuk menyukseskan maskapai penerbangan komersil mereka.

Ia merasakan perbedaan yang mendasar sekali waktu menjalankan ketiga bisnis pertamanya walaupun sukses secara finansial namun hatinya tidak pernah merasakan kedamaian. Hari-harinya hanya disibukkan untuk bisnis, bisnis dan bisnis hingga shalat pun kadang sering terlambat.

Ketika ia memasuki bisnis keempat di bidang pernerbangan komersil kegersangan jiwanya lebih dalam lagi. Gaya hidup yang high class mengantarkannya pada kehidupan yang jauh dari nilai-nilai ilahiah. Waktu yang tersita pun lebih banyak lagi dan sering meninggalkan keluarganya di Surabaya untuk mengurusi bisnis keempatnya di Jakarta.

Begitulah kehidupan, Allah memiliki caranya  sendiri untuk menyayangi hamba-Nya, walau terasa pahit menurut ukuran manusia tapi hikmah di balik itu kadang belum mampu dirasakan manusia. Ia merasakan hikmah dari kegagalan ini adalah semakin dekatnya ia dalam berkomunikasi bersama Rabb-nya, ia telah menemukan kembali sumber energi bagi hidup dan kehidupannya.

Proses pembelajaran yang mahal telah ia peroleh, mampu tegak kembali secara perlahan-lahan namun pasti di tengah puing-puing kegagalan dan trauma menjadi pengantar dirinya menyandarkan kembali kepada sang Pemilik sumber energi yang hakiki, Allah!

Ketika saya tanyakan kembali apakah masih ada keinginan untuk berbisnis penerbangan komersil, jawabannya tegas ia menolak karena masih trauma.

Sekarang ia bangkit kembali dan tidak pernah menyerah. Ia memulai bisnis baru dengan menjadi konsultan bisnis dan kemitraan bank bagi pengusaha mikro, kecil, dan menengah, sudah satu tahun terakhir ini ia jalani. Kehidupan telah dimulainya kembali…

Allah memiliki caranya sendiri untuk menyayangi hamba-Nya, walau terasa pahit menurut ukuran manusia tapi hikmah dibalik itu kadang belum mampu dirasakan manusia.

[Syahida.com]

Sumber : Buku Never Give Up, Keep Fight!, Multitama communication 

Share this post

PinIt
scroll to top