Kisah Nyata: Bersedih Karena Istri Meninggal, Ia Kehilangan Iman dan Setahun Tak Sholat

Ilustrasi. (Foto: 1beautyofislam.blogspot.com)

Ilustrasi. (Foto: 1beautyofislam.blogspot.com)

Syahida.com –  Di bawah ini bukanlah kisah saya pribadi, tapi tentang seseorang yang saya temui.

Suatu saat saya menceritakan tentang meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib dalam khutbah Jumat. Lalu setelah Sholat Jum’at itu, seorang muslim datang kepadaku. Terkadang dengan hanya melihat mata seseorang, bisa terlihat bahwa ia memiliki kisah untuk disampaikan. Dan laki-laki ini memiliki mata yang seperti itu. Ia berjalan mendekat padaku dan ia berkata, “Saudaraku, apa yang telah kamu sampaikan di khutbah Jumat, benar-benar mengena dengan diriku.”

Jadi saya katakan, “Tolong katakan kepadaku, bagaimana khutbah itu bisa mengena dengan dirimu?”

Aku melihatnya menunduk, dan kukatakan lagi, “Tolong, katakan padaku, ceritakan kisahmu.”

Dia mengatakan, “Saudaraku, ini adalah hari pertama aku sholat, DALAM SETAHUN.” Ia melanjutkan, “Aku dibesarkan dalam rumah muslim, aku dilahirkan dalam keluarga muslim, aku mengamalkan Islam dalam sebagian besar hidupku, shalat 5 kali sehari, tapi hari ini adalah hari pertama aku sholat dalam setahun ini.”

Aku bertanya, “Apa yang terjadi?”

Ia berkata, “Sekitar setahun yang lalu, hidupku adalah sebuah gambaran hidup yang sempurna. Terkadang kita memiliki rencana 5 tahun ke depan atau 10 tahun ke depan, rencana besar. Dan kamu tahu ketika semuanya berjalan secara sempurna, sesuai rencana.”

Ia berkata, “Saat itu adalah sebuah bagian dari hidupku. Usiaku mendekati 30 tahun, aku telah menyelesaikan kuliah dan sekolah medis, melakukan dua pekerjaan, aku telah menikah saat itu, menemukan wanita impianku, cinta dalam hidupku, dan kami punya dua putri yang cantik. Saat itu aku sedang tinggal di bagian medis, bekerja 16 jam sehari, dan kami tinggal di apartemen kecil dan sempit, tidak berada di bagian kota yang bagus, kami punya satu mobil yang mulai rusak. Itu sangat sulit. Tapi kami melaluinya, pada satu waktu, pada jalan yang lain. Saat itu aku sudah ada di akhir penempatan medisku, jadi aku mulai mendapatkan penawaran dari klinik, rumah sakit, dokter dan grup. Penawaran yang menguntungkan. Enam digit. Penawaran besar. Dan segalanya mulai berjalan baik. Bahwa bukan hanya satu, tapi ada beberapa penawaran di mejaku. Kami mulai mencari rumah yang bagus. Jadi kami akhirnya bisa membeli rumah, dengan tetangga yang baik-baik, sekolah yang baik untuk anak-anak kami, kami pergi ke tempat penjualan mobil dan kami membeli sebuah mobil bagus. Semuanya berjalan dengan baik. Semua mimpi kami menjadi kenyataan.”



Ia melanjutkan kisahnya, “Suatu hari aku pulang ke rumah lebih awal dari jadwal biasanya, aku berjalan masuk ke rumahku, aku mengucapkan “Assalaamu’alaikum”, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam, aku mengucapkan Assalaamu’alaikum sebagaimana sebuah sunnah, dan tidak ada yang menjawab.

Aku melihat jam, dan biasanya itu adalah jam saat istriku menidurkan anak-anak. Tidur sore mereka. Biasanya istriku juga akan tidur sebentar bersama mereka. Jadi aku berkata pada diriku, biarkan mereka tidur, aku tidak ingin membuat mereka terbangun, aku tidak ingin menganggu mereka. Jadi aku pergi dan mengambil makanan. Aku duduk dengan bukuku, sedikit belajar, dan membalas beberapa email.

Setelah beberapa saat, ketika anak-anak bangun dari tidur, mereka mulai rewel dan membuat kebisingan. Aku mendengarnya dari sebuah ruangan lain, anak yang terkecil menangis dan yang paling besar berbicara. Aku bisa mendengar mereka. Aku sangat gembira, sebagaimana seorang ayah, biarkan saja, mereka bangun, ini menyenangkan, saatnya bersama keluarga. Jadi aku pergi ke ruangan itu, berjalan masuk dan anak-anakku duduk di samping tempat tidur istriku. Istriku terbaring disitu, diantara anak-anakku, tidak bergerak, tidak merespon, tidak bereaksi, dan terlihat ada yang tidak beres. Sebagai dokter, aku melompat ke sampingnya, mengecek istriku, dan dia sudah meninggal. Tidak baru ini meninggalnya, tetapi sudah sekitar sejam yang lalu. Badannya dingin, dia telah pergi begitu saja.”

Dia berkata, “Pada saat itu, hidupku terasa hampa, aku kehilangan orang tercinta dalam hidupku, anak-anakku kehilangan ibu mereka, dan aku kehilangan imanku.” Ia berkata, “Pada 24 jam berikutnya semuanya tampak kabur, pemandian jenazah, sholat jenazah dan pemakaman. Itu adalah saat dimana aku tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Setelah 24 jam berakhir, dan kami telah memakamkannya, aku masuk ke kamarku dan aku mengunci diri di dalam kamarku dan aku tidak keluar kamar selama beberapa hari. Aku mematikan lampu dan aku hanya terbaring di kamarku dan menatap atap kamar. Aku tidak memeluk anak-anakku sendiri dengan tanganku dalam beberapa hari berikutnya. Ibuku dan saudara laki-lakiku yang merawat anak-anakku. Aku tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Setelah beberapa hari, aku perlahan turun dari tempat tidur, aku menemui kembali anak-anakku, aku mencoba untuk kembali bekerja, sambil memikirkan bagaimana aku akan bekerja dan merawat anak-anakku. Ibuku dan saudara laki-lakiku sudah banyak menolongku. Perlahan tapi pasti, minggu berganti dan bulan berganti, aku mulai menata lagi hidupku. Aku harus kembali bekerja, aku mengatur jadwal untuk anak-anak, dan aku memulai untuk memahami segalanya. Tapi masih ada satu hal yang hilang, satu hal yang tidak bisa aku pahami, satu hal yang tidak bisa aku selesaikan, yaitu, imanku telah hilang, imanku telah hancur, aku tidak lagi sholat, aku tidak lagi memiliki iman.”

Dan ia berkata, “Beberapa orang memberikan nasehat, tapi mereka tidak pernah berada di sana untukmu, mereka tidak pernah menolongmu, mereka tidak pernah mendukungmu, mereka hanya muncul dan mengatakan apa yang harus kamu lakukan. Tapi saudara laki-lakiku tidak seperti itu. Ia menemui anak-anakku, ia menjaga anak-anakku saat aku harus ke rumah sakit. Ia adalah seseorang yang menjagaku dan anak-anakku. Aku menghormatinya, aku mencintainya, dan ia sangat sholeh, ia rajin sholat. Ia terus mengatakan padaku, setiap hari, “Saudaraku kamu harus sholat”, tapi aku terus menolaknya. Lalu ia mengatakannya lagi pagi ini, hari ini. Ia datang ke rumahku, dan ia berkata, “Aku tidak ingin kata “tidak” sebagai jawaban darimu. Kamu akan pergi ke masjid bersamaku. Kamu akan datang sholat Jumat, kamu akan sujud dan kamu akan sholat, kamu akan mulai berkata Allahu Akbar! Dan kekosongan di hatimu akan diisi.”

Ia melanjutkan kisahnya, “Dan aku datang ke sholat Jumat, aku mendengar khutbah dan engkau menceritakan kisah tentang Rasulullah SAW, bagaimana beliau kehilangan ibu dari anak-anaknya, bagaimana beliau kehilangan yang dicinta dalam hidupnya, dan aku menemukan jawaban dari pertanyaanku. Ini menjadi masuk akal bagiku.”

Pikirkan tentang ini. Setelah melalui begitu banyak tragedi, bagaimana seseorang seharusnya melanjutkan hidupnya? Bagaimana Rasulullah SAW bangkit di hari berikutnya? Keluar ke sana dan berdakwah lebih tangguh dari yang beliau lakukan di hari sebelumnya, bekerja lebih keras dari sebelumnya. Mengetahui bahwa beliau akan pulang ke rumah yang kosong, mengetahui bahwa beliau akan pulang ke tempat tidur yang kosong, mengetahui bahwa beliau akan pulang dan melihat ke wajah anak-anaknya, dan menghapus air mata dari wajah mereka bahwa ibu mereka tidak akan pernah datang lagi. Bagaimana beliau melanjutkan hidupnya? Itu adalah saat dimana Allah SWT menyediakan bagi beliau, SEBUAH SOLUSI.

Allah SWT mengangkat beliau dalam sebuah perjalanan yang paling menakjubkan dari semua manusia manapun. Ini disebut perjalanan Isra Miraj. Sebuah perjalanan di malam hari, dari Masjidil Haram ke Masjidil Al Aqsa, Yerusalem, lalu dari Masjidil Aqsa naik ke Sidratul Muntaha (tempat tertinggi). Dan di sana beliau menjadi lebih dekat kepada Allah SWT dari segala yang didapatkan seluruh makhluk ciptaan Allah SWT. Bahkan Jibril a.s berhenti di Sidratul Muntaha, dan Jibril berkata, “Dari sini engkau akan melanjutkan perjalanan sendirian.” Dan di sana Allah SWT memberikan Rasulullah SAW sebuah hadiah. Hadiahnya adalah sholat 5 waktu. Allah SWT berfirman kepada Rasulullah SAW, bahwa kesulitan akan datang, kesukaran akan mengetuk pintumu, tragedi akan menimpa dirimu, tetapi setiap kali kamu jatuh, bangkitlah dan ucapkan Allahu Akbar. Setiap saat kamu menemui kesulitan, ucapkan Allahu Akbar. Shalat akan menyembuhkan lukamu. Shalat akan menyelesaikan masalahmu. Shalat  akan memudahkan kesulitanmu.” [Syahida.com/ANW]

Disampaikan oleh: Abdul Nasir Jancda 

Share this post

PinIt
scroll to top