Syahida.com – Sesungguhnya tokoh terbesar yang bisa menjadi panutan seorang muslim dalam menggapai ridha Allah dalam kehidupannya adalah sang Teladan, Rasulullah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak berdzikir kepada Allah.” (QS. Al Ahzab: 21).
Ibnu Qayyim berkata, “Rasulullah SAW senantiasa berdzikir kepada Allah SWT. Nafasnya, perkataannya dan segala perilakunya adalah dzikir kepada Allah SWT.”
Beliau berdzikir kepada Allah di saat berdiri, duduk, maupun rebahan. Beliau tidak pernah bergerak melainkan berdzikir kepada Allah. Dan beliau juga tidak pernah diam melainkan berdzikir kepada-Nya. Jika berkhutbah, beliau menyebut Allah. Dan jika berbicara, beliau juga menyebut Allah.
Dengan demikian, beliau telah melaksanakan perintah Allah dalam firman-Nya, yang artinya, “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (khifah), dan tidak dengan mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf: 205).
Perhatikanlah, Allah menggunakan kata khifah dalam konteks dzikir (QS. Hud: 70 dan Al A’raf: 205) dan kata khufyah dalam konteks doa, dalam firman-Nya, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut (khufyah).” (QS. Al A’raf: 55).
Ibnu Taimiyyah berkata, “Allah menggunakan kata khifah (takut) dalam konteks dzikir dan kata khufyah (dengan suara pelan) dalam konteks doa karena: (1) Dzikir bisa membuat hati lega dan bahagia. Namun, bisa jadi dzikir menyebabkan seorang hamba menjadi lalai kepada Allah, maka Allah mengharuskannya takut kepada-Nya, dan (2) Doa merupakan nikmat yang agung yang dianugerahkan Allah. Karena itu, dikhawatirkan ada orang yang dengki terhadap orang yang memanjatkan doa. Maka, Allah pun memerintahkannya untuk berdoa kepada Allah dengan suara lirih.”
Allah telah berfirman, “Maka berdzikirlah kepada-Ku, niscaya Aku akan menyebutmu.” (QS. Al Baqarah: 152).
Ayat ini sesuai dengan hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT telah berfirman, “Barangsiapa mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatinya di sisi-Ku. Dan barangsiapa mengingat-Ku di dalam sekelompok orang, maka Aku akan mengingatnya dalam sekelompok makhluk yang lebih mulia daripada mereka.” (HR. Bukhari (7405) dan Muslim (2675).
Dalam hadits Qudsi yang lain diriwayatkan bahwa Allah SWT berfirman, “Aku adalah teman orang yang berdzikir kepada-Ku.”
Salah seorang ulama salaf pernah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui kapan Allah mengingatiku.”
Orang-orang bertanya kepadanya, “Kapankah itu?”
“Yaitu apabila aku berdzikir kepada-Nya. Bukankah Dia SWT telah berfirman, “Maka ingatlah Aku, niscaya Aku pun mengingatmu.” (QS. Al Baqarah: 152).
Allah SWT juga berfirman dalam ayat lain, “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah, hati-hati bisa menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dzikir dalam ayat ini adalah Al Qur’an. Pendapat lain mengatakan bahwa maksudnya adalah dzikir secara umum. Dan pendapat kedua inilah -Insya Allah- yang benar karena dengan dzikir, hati bisa menjadi tenang dari ketakutan, kegelisahan, keresahan dan kegalauan. Dan hati tidak akan bisa tenang melainkan hanya pada saat ingat kepada Allah yang Mahahidup.
Allah SWT berfirman, “…. dan orang-orang yang berdzikir kepada Allah baik laki-laki maupun perempuan, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35).
Ibnu Shalah berkata, “Barangsiapa senantiasa berdzikir kepada Allah di kala pagi dan sore, setiap selesai shalat, dan pada setiap waktu, maka ia termasuk orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah.”
Ibnu Abbas r.a berkata, “Orang yang banyak berdzikir adalah orang yang senantiasa berdzikir di kala berdiri maupun duduk, saat di rumah maupun bepergian, dan di kala sehat maupun sakit.”
Adapun Ibnu Taimiyah, ia berpendapat bahwa orang yang banyak berdzikir adalah orang yang lisannya tiada pernah kering karena senantiasa menyebut nama Allah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Busar. Abdullah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, syariat-syariat Islam itu banyak sekali bagiku. Maka tunjukkanlah aku kepada suatu amalan yang bisa aku jadikan pegangan.” Rasulullah SAW menjawab, “Hendaklah lidahmu senantiasa basah karena menyebut Allah SWT.”
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190 – 191).
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu lebih besar (pahalanya).” (QS. Al Ankabut: 45).
Ibnu Taimiyyah berkata, bahwa kebanyakan ahli tafsir salah dalam memahami maksud dari ayat ini. Maksud dari ayat ini adalah bahwa shalat mempunyai dua manfaat. Pertama, shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan kedua, di dalam shalat terdapat bacaan dzikir kepada Allah. Ibnu Taimiyyah berkata, “Dan berdzikir kepada Allah di dalam shalat jauh lebih utama daripada shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”
Dalam shahih Bukhari yang diriwayatkan dari Abu Musa r.a bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang berdzikir kepada Tuhannya dan orang yang tidak mau berdzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (HR. Bukhari (6407)).
Dalam shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya, “Berjalanlah di malam hari. Ini adalah Jumdan (nama gunung) yang telah didahului oleh Mufridun.” Para sahabat bertanya, “Apakah Mufridun itu, wahai Rasul?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Yaitu orang-orang yang banyak ber dzikir kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan.” (HR. Muslim (2676) dan Ahmad (7091, 9077)).
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengucapkan Subhanallah wa bi hamdihi seratus kali dalam sehari, maka dosa-dosanya telah terampuni sebagaimana buih di laut.” (HR. Bukhari (6405) dan Muslim (2691)).
Lihatlah betapa sedikit tenaga yang harus dikeluarkan sementara pahalanya begitu besar.
Wahai manusia, marilah kita perbanyak dzikir karena ia mempunyai banyak manfaat. Ibnul Qayyim telah menemukan sekitar delapan puluh manfaat dzikir. Beliau mengatakan, “Manfaatnya tidak terbatas. Di antara manfaat-manfaat itu adalah sebagai berikut,
- Untuk mengusir syetan
- Untuk menggapai ridho Allah
- Agar bisa menerima takdir Allah SWT
- Memberikan ketenangan jiwa
- Menghilangkan waktu kosong, kesedihan dan keresahan
- Untuk mengumpulkan kekuatan dan tenaga (rohani)
- Mendapatkan pahala
- Menghapuskan dosa
- Hati menjadi tenang, dan mantap kepada Allah SWT.
Maka, berdzikirlah kepada Allah baik ketika sedang berdiri, duduk, maupun rebahan, baik di rumah, di jalan, di kendaraan, maupun di kantor. [Syahida.com/ANW]
Sumber: Kitab Jangan Takut Hadapi Hidup, Dr. ‘Aidh Abdullah Al-Qarny