Percayalah Kepada Firasat Seorang Beriman, Sesungguhnya Ia Memandang Dengan Menggunakan Cahaya Milik Allah SWT

Syahida.com – Hafizh Ibnu Hajar meriwayatkan hadits dengan sanadnya, “Sariah bin Zanim bersama pasukannya berangkat menuju wilayah bagian Persia. Pasukan kaum muslimin mengepung pasukan musuh. Namun kemudian, pasukan musuh mendatangkan bala bantuannya yang tidak terduga, yaitu menambahkan jumlah pasukan mereka.

Ilustrasi, (Foto: Film Umar)

Ilustrasi, (Foto: Film Umar)

Umar yang berada di Madinah, melihat kedudukan pasukan kaum muslimin yang dikirimnya (ke Persia), dan bagaimana keadaan serta jumlah pasukan musuh dalam mimpinya. Keesokan harinya, pada saat Shalat Jum’at, Umar berseru, “Marilah kita dirikan Shalat Jum’at.” Pada saat sedang berkhotbah, dan Umar melihat peristiwa di hadapannya pasukan kaum muslimin berada di padang pasir dan terkepung oleh musuh. Tidak ada jalan keluar dari pengepungan itu kecuali menaiki gunung.

Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku melihat apa yang sedang dialami pasukan kaum muslimin yang aku utus.” Setelah itu Umar berkata, “Wahai Sariah, dakilah gunung…, dan barangsiapa yang menjadikan serigala sebagai pemimpin, maka dia telah berbuat zalim.”

Setelah berkata demikian Umar menghadap kepada jamaah shalatnya, “Sesungguhnya Allah SWT memiliki pasukan-pasukan, semoga ada sebagian pasukan Allah yang akan menyampaikan pesanku ini kepada pasukan Sariah bin Zanim.”

Maka pada saatnya, Sariah bin Zanim mengumpulkan pasukannya dan memerintah mereka semua untuk menaiki gunung. Seluruh tentaranya menjalankan perintahnya, dan akhirnya pasukan kaum muslimin berhasil menghancurkan musuh.

Fenomena Tembus Pandang dan Pembicaraan Jarak Jauh

Ada orang yang bertanya, “Bagaimana pandangan mata Umar bin Khaththab bisa menembus penghalang yang demikian banyak yang terbentang antara Madinah dan Nahawand. Umar melihat apa yang terjadi dengan pasukan kaum muslimin di sana, dan berkata, ‘Wahai Sariah, naiklah ke gunung?”

Kita sekarang mengetahui kejadian seperti ini dalam acara televisi, kita menyebutnya dengan nama ‘siaran langsung’. Ada sebuah pertandingan sepak bola, misalnya, di sebuah negara. Stasiun televisi, dengan segala peralatan yang mereka miliki meliput pertandingan tersebut dan menyiarkan ke segala penjuru dunia. Kita yang entah berada di belahan dunia mana, dapat dengan jelas melihat pertandingan tersebut seakan-akan pertandingan bola itu terjadi di depan kita.



Demikianlah kejadian yang menimpa Umar bin Khaththab jika kita dapat mencontohkannya seperti ini, dan memang demikianlah. Tetapi, bagaimana mimpi Umar bisa sesuai dengan kejadian yang kemudian dilihatnya, dan itu terjadi secara terperinci?

Dalam literatur Islam kita menyebutnya dengan firasat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW., “Percayalah kepada firasat seorang beriman. Sesungguhnya orang-orang beriman itu memandang dengan menggunakan cahaya milik Allah SWT yang dianugerahkan kepadanya.”

Baiklah, jika kita mengatakan itu adalah firasat, dan itu dikuatkan dengan sabda Rasulullah. Maka bagaimana Umar bisa berkata, memberi petunjuk dari jarak yang demikian jauh?

Jika kita mengatakan angin yang membawa suara Umar, bagaimana mungkin angin itu bisa menyampaikan suara Umar itu kepada setiap pasukan yang berjumlah mendekati 30 ribu personil perang?

Dalam literatur Islam, kita menyebut kemampuan tersebut dengan bashirah (penglihatan) yang dimiliki oleh manusia.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman,

Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj [22]: 46).

Bashirahlah yang membuat manusia bisa melihat apa yang tidak mungkin dilihat, dan tidak bisa dilihat oleh mata biasa.

Allah SWT berfirman, dalam sebuah hadits Qudsi, “Jika hamba-Ku istiqamah mendekati-Ku dengan ibadah-ibadah tambahan, hingga saatnya, Aku menerima usahanya dan mengasihinya. Jika Aku sudah mengasihinya, maka Aku akan menjadi pendengaran yang dengannya hamba-Ku mendengar. Aku akan menjadi penglihatannya yang dengannya dia melihat. Aku akan menjadi tangannya yang dengannya dia memegang. Jika dia meminta, maka Aku dengan segera mengabulkan permintaannya. Jika dia memohon perlindungan kepada-Ku, maka Aku dengan segera akan melindunginya.”

Allah SWT juga berfirman dalam hadits Qudsi yang lain, “Wahai hamba-Ku, cintailah Aku, kamu akan menjadi seorang wali; jika kamu berkata jadi, maka jadilah.”

Imam Khaththabi berkomentar tentang hadits ini, “Hadits ini mengisyaratkan kepada terkabulnya doa dengan cepat, dan isyarat bahwa doa adalah senjata orang-orang beriman.”

Abu Ustman al-Jazi berkata, “Aku akan segera menyempurnakan segala keperluanmu; dari keperluan mata yang memandang, telinga yang mendengar, kaki yang melangkah dan tangan yang menyentuh.”

Ath-Thufi berkata, “Hadits ini adalah referensi dasar bagi jalan menuju Allah, dan usaha mencapai ma’rifatullah serta mendapatkan kasih sayang-Nya.”

Ada pun kejadian yang menimpa Umar adalah hasil sabda yang pernah diucapkan Rasulullah SAW ada orang-orang dari umat Rasulullah yang memiliki kemampuan sebagaimana yang dilakukan oleh Umar. Di antaranya adalah Umar bin Khaththab itu sendiri.

Apakah kejadian yang menimpa Umar ini berupa ilham?

Allah SWT berfirman di dalam Kitab-Nya,

Akan tetapi (dia berkata), ‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.’” (Ali Imran [3]: 79).

Seorang rabbani adalah seorang yang berilmu dan bijaksana. Ada yang berpendapat, rabbani adalah seseorang yang mengumpulkan ilmu pandangan mata (lahir) dengan ilmu bashirah (batin). Ada yang menyebutkan pula, yang dimaksud dengan rabbani adalah, seseorang yang mengenal Allah (‘arif billah), yang mengetahui apa yang telah dan akan terjadi.

Kunu Rabbaniyyin”, jadilah kamu sekalian hamba-hamba Tuhan. Berarti, jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang menyembah-Nya semata, menghabiskan waktu untuk menunaikan perintah—perintah-Nya, dan menyerahkan segala urusan hidup kepada-Nya Yang Esa, dengan penuh keikhlasan. Jika demikian, maka kamulah “rabbani” itu.

‘Memandang’ dengan mata batin (bashirah). Itulah nikmat yang Allah SWT berikan kepada sebagian hamba-hamba-Nya. [Syahida.com/ANW]

==

Sumber: The Great Knight, Kesatria Pilihan di Sekitar Rasulullah, Karya: DR. Abdurrahman ‘Umairah, Penerjemah: Badruddin & Muhyiddin, Lc, Penerbit: Embun Pusblishing

Share this post

PinIt
scroll to top