Menangis, Mengeluh, atau Merintih dalam Shalat, Bolehkah?

shalat3Syahida.com – Perbuatan ini boleh dilakukan, baik disebabkan oleh perasaan yang sangat kepada Allah maupun sebab-sebab lainnya, seperti mengeluh pada saat turun bencana atau sakit yang menimpa dirinya, selama hal itu tidak dibuat-buat dan tidak tertahankan. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ

وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ

هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا

وَبُكِيًّا ۩

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam : 58)

Ayat ini berlaku kepada seseorang yang sedang mengerjakan shalat ataupun pada waktu lainnya. Abdullah bin Syikhir, ia berkata,

Aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat sambil menangis terisak-isak seakan-akan pada dadanya terdapat bunyi air mendidih di dalam ceret.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, dan ia mensahihkannya)



Ali berkata,

“Pada waktu Perang Badar, tak seorangpun yang mengendarai kuda selain Miqdad bin Aswad. Pada malam harinya, tak seorang pun yang bangun untuk mengerjakan shalat selain Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau berada di bawah sebatang pohon dan mengerjakan sholat sambil menangis hingga pagi hari.” (HR. Ibnu Hibban)

Aisyah r.a menceritakan bahwa sewaktu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sakit menjelang kewafatannya, beliau bersabda,

“Suruhlah Abu Bakar agar ia mengerjakan shalat sebagai imam bagi kaum muslimin.” Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, Abu Bakar itu adalah orang yang lembut hati. Ketika membaca Al Qur’an, ia sering menangis.’ Sebenarnya aku mengatakan demikian disebabkan kekhawatiranku bahwa kaum mulismin nantinya akan merasa berdosa jika tidak memosisikan Abu Bakar sebagai pengganti pertama terhadap kedudukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Akan tetapi, beliau tetap berkeras dengan perintahnya. ‘Suruhlah Abu Bakar mengerjakan shalat sebagai imam bagi kaum muslimin. Aku tahu bahwa kamu kaum wanita tak ada bedanya dengan istri Nabi Yusuf a.s’1 (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi mensahihkannya)

Sikap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mempertahankan Abu Bakar sebagai imam kaum muslimin, padahal beliau telah diberitahu bahwa ia sering menangis dalam shalatnya merupakan dalil bahwa menangis dalam shalat itu diperbolehkan.

Ketika Umar ibnu Khathab mengerjakan shalat subuh dan membaca surah Yusuf, kemudian pada saat membaca ayat,

‘Aku mengadukan kerisauan serta kesusahan hatiku hanya kepada Allah,’ kemudian terdengarlah bunyi isak tangisnya.” (Riwayat Bukhari, Sa’id bin Mansur, dan Ibnu Mundzir)

Tangisan Umar seperti yang telah dikemukakan dalam riwayat tersebut merupakan bantahan terhadap ulama yang mengatakan bahwa menangis dapat membatalkan shalat (jika hanya mengeluarkan bunyi-bunyian tak bermakna dari mulutnya), baik karena takut kepada Allah maupun karena sebab-sebab lain. Sementara itu, dalil mereka bahwa mengucapkan dua huruf dapat menyebabkan batalnya shalat karena dianggap berbicara, alasan seperti ini tidak dapat diterima sama sekali sebab menangis dan berbicara merupakan dua perkara yang sangat berlainan. [Syahida.com]

======

1 Maksudnya, Aisyah sama halnya dengan istri Nabi Yusuf a.s yang senantiasa menimbulkan pertentangan antara lahir dan batin. Karenanya, jika istri Nabi Yusuf a.s pernah memanggil kaum wanita yang pada lahiriahnya adalah untuk menjamu mereka, padahal tujuan sebenarnya adalah untuk memperlihatkan ketampanan Nabi Yusuf agar mereka tidak menyalahkannya lagi jika jatuh cinta kepadanya, demikian pula halnya dengan Aisyah. Pada lahiriahnya, Aisyah menolak Abu Bakar diangkat sebagai imam karena khawatir makmum tidak mau mendengarkan bacaannya, karena suara tangisnya, padahal maksud yang sebenarnya agar kaum muslimin tidak menjauhi dan membencinya.

 Sumber : Kitab Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerbit Pena 

Share this post

PinIt
scroll to top