Jangan Memulai Sebuah Pernikahan dengan Kebohongan

Ilustrasi. (Foto: muslimvillage.com)

Ilustrasi. (Foto: muslimvillage.com)

Syahida.com – Ini bisa saja tentang pernikahan anak perempuanmu atau tentang pernikahan anak laki-lakimu. Pernikahan, adalah tentang kepercayaan, sejak dari awalnya. Dan sayangnya, ada salah satu proses utama yang hilang. Fondasi utama dari dua keluarga yang akan menyatu, jika itu bukan kepercayaan, tranparasi, keterbukaan, maka jelas akan menjadi masalah setelah pernikahan.

Pernikahan adalah hampir mirip seperti penjualan yang sulit. Seperti kau datang ke dealer mobil, dan penjualnya menawarkan penawaran terbaik, tampilan terbaik dari mobilnya. Dan dia bisa menjadi tersinggung, ketika kamu menanyakan pertanyaan yang sulit. Dan jika kamu mulai menanyakan tentang masalah transmisi, atau hal lainnya, maka tiba-tiba kamu berkata, “Aku tidak tahu apakah aku akan mengambil ini.”

Apa yang terjadi dalam ceramah pernikahan kita, bahwa sebenarnya kita memasarkan diri kita. Laki-laki dan perempuan, dan bahkan keluarga mereka, memasarkan diri mereka. Mereka mengubah rumah mereka menjadi tidak seperti biasanya. Mereka berbicara dalam pembicaraan yang tidak khusus, yang tidak merepresentasikan diri mereka yang sebenarnya. Berapa banyak keluarganya, bahkan kita tidak bisa menghitungnya. Bahkan mungkin kita tidak menyangka mereka ternyata seperti itu. Sama sekali tidak ada petunjuk, dengan siapa kita sedang berurusan. Kita sendiri sepenuhnya menjadi orang yang berbeda. Dan penipuan semacam ini, yang muncul dalam industri penjualan, juga bisa terjadi dalam institusi pernikahan. Dan sebenarnya ini adalah sebuah krisis.

Dalam keluarga yang konservatif, sebuah keluarga yang membiarkan anak laki-lakinya dengan seorang  perempuan untuk bicara bersama, membiarkan mereka saling email, membiarkan mereka bercakap-cakap. Dan hal ini membuat “cinta itu buta”, di mana  pembicaraan mereka hanya fokus pada perayaan, pakaian baru, hadiah, dan semua perlengkapan lainnya. Bahkan ketika mereka saling mengobrol, isinya hanya pembicaraan yang kosong. Mereka tidak bisa mengobrol tentang hal intelektual. Karena Laki-laki muda, dan wanita muda, ada dalam cinta yang membutakan. Sehingga kamu tidak bisa melihat ada kekurangan. Dan hal itu baru akan terlihat beberapa minggu setelah pernikahan. Kau tidak bisa melihat kekurangan dari calonmu. Bahkan ketika dia bersin, kamu  menganggapnya luar biasa. Lalu kemudian realita datang saat pernikahan, kamu mulai bertanya, “Kenapa kamu tidak pernah mengatakan padaku tentang itu”, “Kenapa kamu tidak pernah cerita ini.”

Jadi nasehatku untuk pasangan muda yang akan menikah, jadilah dewasa dalam proses ini. Ada tempat untuk emosi, dan cinta, tapi kamu harus menjaganya sampai pernikahan benar-benar terjadi.  Ada hal lain yang lebih serius yang harus disiapkan terlebih dahulu.

Hal lainnya adalah tentang orang tua dalam masyarakat kita. Kamu terkadang lebih khawatir tentang kegagalan anakmu, bahwa mungkin kalau dia menikah dengan gadis yang baik, atau menikahkannya dengan pria yang baik, kelihatannya tidak masalah, jadi kamu menyembunyikan semua kelakuan tidak baik anakmu, kamu menyembunyikannya dan tidak memberitahu siapapun. Kamu bahkan tidak memberitahu keluarga calon besan yang kamu sedang bersepakat dengannya, dan kamu menyimpannya sebaik mungkin. Karena jika mereka mengetahuinya, mereka tidak akan mau menikah dengan anakmu. Jadi kamu mengeluarkan banyak kebohongan bahwa kamu punya anak laki-laki yang baik dan bahkan kamu sendiripun ingin mempercayainya. Padahal realitanya, ketika anak laki-lakimu pulang pukul 2 atau 3 dini hari dengan teler, kamu berpikir, oh mungkin dia baru selesai shalat tahajud. Yang benar saja? Padahal orangtuanya tahu anaknya sedang dalam masalah narkoba, dia punya masalah alkohol, dia punya masalah suka pesta malam.

Ada kisah nyata di mana seorang gadis menikah dengan seorang pria yang keluarganya sudah kenal baik, dan ternyata itu tidak berarti lagi, karena keluarga itu bukan keluarga yang sama seperti ketika mereka pertama kali datang. Jadi si laki-laki ini biasa pergi ke masjid, itikaf, shalat, berjenggot, wah alhamdulillah, ini laki-laki yang baik dan orangtuanya pun setuju menikahkan dengannya. Tapi setelah menikah, dan pertama kali makan bersama, laki-laki ini memesan bir. Istrinya menjadi bingung dengan apa yang dilakukan suaminya. Tapi suaminya menganggap minum bir adalah hal biasa. Ini adalah realita yang terjadi di sebagian pernikahan. Jadi kita sebaiknya tidak komplain dengan perceraian karena memang ada alasannya. Ini masalah serius. Meski tidak disarankan bercerai, tapi lihatlah bahwa perceraian itu ada alasannya. Dan ada realita seperti ini yang kadang kita menutup mata, yang terjadi pada anak laki-laki kita atau anak perempuan kita.

Dan masalah kedua, ini hanya satu dimensi dari banyak dimensi yang bisa disampaikan adalah, pasca pernikahan, setelah pernikahan. Dan masalah ini dimulai sejak awal dan sesudahnya. Kita hidup dalam masyarakat dengan standar hayaa (rasa malu). Di dalam rumah dan gaya hidup kita, interaksi sosial menjadi sangat permisif. Ada banyak jenis keluarga muslim. Ada sebagian keluarga ekstrim, konservatif, yang sepenuhnya menganggap wanita adalah syetan. Dan satunya lagi keluarga ekstrim yang semuanya serba boleh, dan berinteraksi dengan lawan jenis dengan bebas. Jadi memang ada garis di tengah yang harus dihormati. Karena jika tidak kita hormati, kau tahu apa yang akan terjadi?
Ketika kita banyak melakukan interaksi, ketika makan bersama, buka puasa bersama, makan malam bersama, dan kita bertemu dengan keluarga lainya, dan anak-anak muda saling bertemu.



Surat dalam Al Qur’an yang paling mendasar membicarakan tentang pernikahan, adalah Surat An-Nuur. Surat itu juga diawali dengan banyak topik, seperti hukuman untuk orang yang berzina, dan juga dimulai dengan tentang fitnah dalam pernikahan Rasulullah SAW, dengan subjeknya adalah Aisyah r.a. Itu adalah tentang pernikahan. Di dalamnya juga ada tentang peraturan di dalam rumah, contohnya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An Nuur: 27). Wahai orang beriman, janganlah kamu masuk ke dalam rumah, sebelum mereka bersiap-siap, agar sang wanita menutup aurat dulu, ketika orang asing hendak masuk ke dalam rumah, tunggu dulu. Allah berfirman bahwa saat kamu akan bertamu, kamu diperintahkan untuk mengeraskan suaramu dan memperkenalkan namamu, agar keluarga tersebut dapat mempersiapkan diri.

Dan ayat selanjutnya adalah merendahkan suara saat sudah di dalam rumah. Menakjubkan. Saat di luar rumah kamu keraskan suara dan saat di dalam rumah kamu rendahkan suaramu. Terutama suami, tundukkan pandanganmu. Syetan ingin kamu tidak tertarik dengan istrimu. Syetan ingin kamu membandingkan istrimu dengan wanita lain yang kamu lihat di jalan. Yang terpenting dari itu semua adalah bahwa kamu mungkin akan melihatnya lagi, lagi dan lagi, maka tundukkanlah pandanganmu. Ini mungkin sangat menganggu, di mana seorang suami mengomentari cara berpakaian istri orang lain. Itu sangat menjijikkan bagi masyarakat muslim. Itu sudah mencederai pernikahan, walau bukan kebiasaan yang parah. Mungkin kamu berpikir, “Itu kan tidak haram, untuk makan malam bersama, ya kan?” Tidak ada yang mengatakan itu haram, tapi itu akan memiliki pengaruh psikologis pada kehidupan sosial. Dan yang menjadi catatan dalam Surat An Nuur, bahwa setelah membahas tentang etika di dalam rumah, juga membahas etika ketika anak-anak harus meminta izin, ketuk pintu dahulu, saat akan masuk ke kamar orangtua.

Jadi semua peraturan itu, Allah sampaikan dalam surat yang sama, Surat An Nuur, cahaya. Ini surat yang sama yang berbicara tentang khimar (kerudung) untuk wanita. Semuanya tampak saling berkaitan dalam pernikahan, dalam menjaga rasa malu (hayaa), dan semuanya adalah untuk menjaga  spiritual kita, dalam surat yang sama ini. Kenapa? Karena dengan melaksanakan surat ini, akan menerangi spiritualmu dan dengan mengabaikan surat ini akan merusak spiritualmu. Cahaya hatimu akan rusak jika kamu tidak menerapkan surat ini. Hal ini punya konsekuensi langsung.

Jadi semoga kamu melakukan pembicaraan tentang topik ini dengan keluargamu. Karena kita mengkhawatirkan pernikahan anak-anak kita, agar mereka menemukan keluarga lain yang memiliki tujuan yang sama. Semoga Allah mempertemukan kita dengan wanita sholehah dan laki-laki sholeh yang sebenarnya, dan semoga Allah Azza wa Jalla melancarkan proses kita dengan transparan, dan berkah untuk pernikahan anak-anak kita. [Syahida.com/ANW]

Sumber: Ust. Nouman Ali Khan

Share this post

PinIt
scroll to top