Allah Menguji Orang-Orang Mukmin, Agar Dapat Dibedakan Antara yang Benar dengan yang Dusta

Ilustrasi. (Foto: reachingforsoul.wordpress.com)

Ilustrasi. (Foto: reachingforsoul.wordpress.com)

Syahida.com

الم ﴿١﴾ أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّـهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾ أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَن يَسْبِقُونَا ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ ﴿٤

Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. Al-‘Ankabuut: 1-4)

Adapun pembicaraan mengenai huruf-huruf hija-iyyah yang terpisah-pisah, maka telah dibahas di awal surah al-Baqarah. Firman Allah, { أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ } “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?” Ayat ini berbentuk istifham inkaari (kalimat tanya, namun mengandung sebuah pengingkaran). Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah SWT akan senantiasa memberikan ujian kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar keimanan yang selama ini ia miliki. Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam sebuah hadits shahih,

“Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang shalih, kemudian disusul oleh orang-orang mulia, lalu oleh orang-orang yang mulia berikutnya. Seseorang diuji sesuai dengan kadar pengamalan keagamaannya. Bila dalam mengamalkan agamanya ia begitu kuat, maka semakin keras pula cobaan-Nya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

Ayat ini memiliki makna yang sama dengan firman Allah yang berbunyi,

{ أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّـهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ } “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali ‘Imran: 142) Dan firman Allah yang berbunyi,

{أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّـهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّـهِ قَرِيبٌ  }

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah: 214)



Karenanya Allah SWT berfirman di surat ini,

{ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّـهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ } “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ” Maksudnya, niscaya Allah mengetahui orang-orang yang benar dalam pengakuan keimanannya dan orang yang berdusta dalam ucapan dan pengakuan keimanannya dan orang yang berdusta dalam ucapan dan pengakuan keimanannya.

Allah SWT Mahatahu apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi serta apa yang tidak terjadi, yang seandainya terjadi bagaimana kejadiannya. Ketetapan akan ilmu Allah seperti ini merupakan hal yang disepakati oleh para ulama dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Oleh sebab itu, Ibnu Abbas r.a dan para ahli tafsir lainnya selalu menafsirkan lafazh ayat yang seperti “illaa lina’lama” dengan ungkapan “illaa linaroo” (melainkan agar Kami melihat). Alasannya, karena ru’ya (melihat) hanya berkait erat dengan sesuatu yang nampak, sedangkan al-‘ilmu (mengetahui) lebih umum daripada melihat karena al-‘ilmu (mengetahui) berkaitan dengan sesuatu yang nampak dan sesuatu yang tidak nampak. [Syahida.com/ANW]

==

Sumber: Kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 7, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Share this post

PinIt
scroll to top